Senator
Tanah Papua : Selama ini fokus pembangunan Papua
berpusat pada aktivitas mempercantik dandanan kota-kota utama di Papua.
Pembangunan prasarana infrastruktur banyak menghabiskan anggaran untuk
mengembangkan kota-kota administrasi utama di Papua.
Kaum
migran mayoritas menempati kawasan kota-kota administrasi di Papua. Sedangkan
penduduk asli Papua terdistribusi ke daerah-daerah pedesaan yang menyebar
hingga ke wilayah pedalaman, terpencil dan terisolir.
Fasilitas
publik yang dibangun oleh Pemerintah selama ini hanya melayani kawasan kota
administrasi, tetapi mengabaikan pembangunan di daerah pedesaan. Alokasi
anggaran memang diklaim besar oleh Pemerintah Pusat, tetapi realitas dilapangan
menunjukkan distribusi pembangunan ke kawasan miskin di daerah-daerah Papua
tidak terjadi.
Masyarakat
miskin di Papua lebih di dominasi oleh masyarakat asli Papua yang tinggal di
daerah pedesaan. Pembangunan bagi mereka adalah barang yang sangat mahal,
sekalipun pemerintah pusat mengklaim telah menggelontorkan anggaran yang cukup
besar melalui dana otsus.
Jumlah
penduduk miskin di daerah perkotaan yang ditempati oleh banyak kaum migran
hanya mencapai 3,38% dari total penduduk miskin di Provinsi Papua. Jumlah
penduduk miskin di kawasan perkotaan di Provinsi Papua tidak begitu besar hanya
mencapai 35.370 jiwa.
Jumlah
penduduk miskin di kawasan pedesaan yang ditempati oleh penduduk asli Papua justru
jauh lebih besar dibandingkan jumlah penduduk miskin yang tinggal di daerah
perkotaan (kawasan perkotaan di dominasi oleh kaum migran). Jumlah
penduduk miskin di kawasan pedesaan mencapai 96,17% dari total penduduk miskin
di Provinsi Papua.
Jika
kawasan perkotaan hanya memiliki penduduk miskin sebesar 35.370 jiwa, maka
penduduk miskin di kawasan pedesaan mencapai angka 889.040 jiwa. Sehingga total
penduduk miskin yang tinggal di kawasan pedesaan dan perkotaan di Provinsi
Papua mencapai angka 924.410 jiwa (jumlah penduduk miskin di Provinsi Papua
mencapai 30,05% dari total penduduknya).
Tidak
begitu berbeda dengan saudara tertuanya, Provinsi Papua Barat juga mengalami
nasib yang sama dimana jumlah penduduk miskin di provinsi ini mencapai 229.430
jiwa. Jumlah penduduk miskin di kawasan perkotaan mencapai 14.780 jiwa dengan
persentase kemiskinan sebesar 6,44% dari total penduduk miskin di Provinsi
Papua Barat.
Sedangkan
jumlah penduduk miskin di kawasan pedesaan di Provinsi Papua Barat mencapai
angka 214.650 jiwa. Jumlah penduduk miskin di kawasan pedesaan di Provinsi
Papua Barat juga memiliki persentase terbesar dari total penduduk miskin di
provinsi ini yaitu sebesar 93,56%.
Sejumlah
pembangunan infrastruktur yang terekam dalam realisasi pembangunan infrastruktur
di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di tahun 2012 justru
menampilkan pembangunan yang berpusat di kawasan-kawasan kota administrasi yang
banyak di huni oleh kaum migran dibandingkan penduduk asli Papua.
Sejumlah
mega proyek di Provinsi Papua yang banyak menyedot anggaran besar, justru
peruntukannya untuk pembangunan kawasan yang ditempati kaum migran. Sejumlah
pembangunan kawasan agropolitan di Provinsi Papua justru tidak dinikmati oleh
masyarakat asli Papua, seperti pembangunan kawasan agropolitan Merauke, kawasan
Nimboran, kawasan Wanggar-Kab. Nabire, dan kawasan Distrik Waropen bawah-Kab.
Waropen.
Pembangunan
prasarana jalan sepanjang 1.400,63 kilometer (kategori jalan provinsi) hanya
dinikmati oleh masyarakat perkotaan, sedangkan warga pedesaan yang lebih di
dominasi oleh masyarakat asli Papua tidak menikmati fasilitas jalan. Banyak
daerah yang dihuni oleh masyarakat asli Papua yang belum terjangkau fasilitas
jalan dan tergolong daerah yang terisolir karena tidak dapat diakses oleh fasilitas
jalan.
Sejumlah
kawasan yang menjadi sentra ekonomi di Papua, lebih di dominasi oleh penduduk
migran, dan pemanfaatan prasarana jalan hanya dinikmati oleh pemilik usaha dari
kalangan migran. Sejumlah kendaraan mobil yang memanfaatkan lalu lintas jalan
yang dibangun lebih di dominasi oleh pengguna transportasi pebisnis dan pelaku
Industri di Papua (perkebunan, pertambangan, dll).
Jalan
yang sedianya dibangun untuk kebutuhan tonasi bagi pengguna transportasi publik
untuk kepentingan mobilitas penduduk dan pelaku ekonomi dari masyarakat kecil (ciri
masyarakat asli Papua), justru cepat mengalami kerusakan disebabkan
pengguna jalan di dominasi oleh kendaraan berat (pelaku industri dan bisnis).
Dalam catatan kementerian Pekerjaan Umum di Provinsi Papua, sebesar 970,73
kilometer jalan nasional di Provinsi Papua mengalami kerusakan sedang dan 678
kilometer jalan nasional lainnya mengalami kerusakan yang tergolong berat.
Penggunaan
fasilitas bandara untuk kepentingan ekonomi masih pula di dominasi penduduk
migran. Masyarakat penduduk asli, selain penyelenggara pemerintah daerah,
sangat jarang menggunakan fasilitas bandara untuk keperluan bisnis.
Pembangunan
fasilitas bandara yang menghabiskan anggaran negara yang tidak sedikit
jumlahnya hanya dinikmati oleh penduduk migran.
Di
Papua setidaknya terdapat beberapa bandara yang sudah bisa mengoperasikan
pesawat jenis Boeing-737 diantaranya Bandara Sentani (runway: 2.180 m x 45
m), Bandara Mozes Kilangan (runway: 2.390 m x 45 m), Bandara
Mopah (runway: 1.850 m x 30 m), Bandara Frans Kaisiepo (runway: 3.570
m x 45 m). Letaknya yang berada di pusat kota administrasi menjadikan pengguna
fasilitas bandara lebih di dominasi oleh masyarakat migran dibandingkan
masyarakat asli Papua sendiri.