|
Menteri PAN-RB
Yuddy Chrisnandi
|
Jakarta – WARA,
Pemerintahan
Joko Widodo menggembar-gemborkan program-program penghematan kepada seluruh
aparatur negara dengan mengeluarkan sejumlah aturan. Mulai dari larangan rapat
dinas di hotel, larangan menggunakan penerbangan kelas bisnis hingga larangan
mengonsumsi makanan impor saat acara kedinasan.
Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB), Yuddy
Chrisnandi juga telah mengeluarkan instruksi melalui Surat Edaran Nomor 13
tahun 2014 tentang Gerakan Hidup Sederhana bagi para aparatur negara.
Surat edaran itu
dibuat dalam rangka mendorong kesederhanaan hidup bagi seluruh penyelenggara
negara guna mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, efisien dan efektif.
Edaran itu
mengatur, bagi pejabat negara/keluarga pejabat diminta membatasi jumlah
undangan resepsi acara seperti pernikahan, tasyakuran, dan acara sejenis
lainnya, maksimal 400 undangan dan membatasi jumlah peserta yang hadir tidak
lebih dari 1000 orang.
Pemerintah juga
meminta agar para penyelenggara negara tidak memperlihatkan kemewahan atau
sikap hidup yang berlebihan serta memperhatikan prinsip-prinsip kepatutan dan
kepantasan sebagai rasa empati kepada masyarakat.
”Tidak
memberikan karangan bunga kepada atasan atau sesama pejabat pemerintah, dan
membatasi publikasi advertorial yang menggunakan biaya tinggi,” tulis Yuddy
dalam surat edaran yang dilansir laman Setkab.go.id, Kamis, 27 November 2014.
Surat edaran ini
ditujukan kepada para menteri Kabinet Kerja, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa
Agung, para Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK), para pimpinan
kesekretariatan Lembaga Negara, para pimpinan kesekretariatan Lembaga Non
Struktural, para Gubernur, Bupati dan Wali Kota seluruh Indonesia.
”Meneruskan
Surat Edaran ini kepada seluruh jajaran instansi di bawahnya dengan unit
organisasi terkecil untuk melaksanakan dan mematuhi ketentuan dalam Surat
Edaran itu secara konsisten dan sungguh-sungguh,” demikian bunyi Surat Edaran
yang tembusannya disampaikan kepada Presiden dan Wakil Presiden itu.
Selain itu, dalam
surat edaran lainnya, Menpan-RB juga memerintahkan seluruh aparatur untuk
melaksanakan penghematan penggunaan sarana dan prasarana kerja di lingkungan
instansi masing-masing melalui penghematan penggunaan listrik dan tata ruang.
Antara lain
dengan menggunakan lampu dan peralatan listrik hemat energi, mematikan atau
mengurangi penggunaan lampu dan peralatan listrik dalam ruangan yang tidak
digunakan, serta menata ruangan tempat kerja agar tidak menghalangi cahaya
matahari masuk.
”Kalau cukup
dengan cahaya matahari, tidak perlu mengidupkan lampu,” ujar Yuddy dalam
berbagai kesempatan.
Mengenai
anggaran belanja barang dan belanja pegawai, penghematan dilakukan dengan cara
membatasi perjalanan dinas, membatasi kegiatan rapat di luar kantor dengan
memaksimalkan penggunaan ruang rapat kantor, membatasi pengadaan barang/jasa
baru sesuai dengan kebutuhan, dan mendayagunakan fasilitas kantor atau
memanfaatkan fasilitas kantor instansi lain.
Langkah-langkah
penghematan lainnya disesuaikan dengan situasi dan kondisi masing-masing instansi.
Berlaku Untuk Presiden
Menteri Yuddy
menegaskan, surat edaran tentang larangan menggelar acara mewah seperti acara
pernikahan dan syukuran akan berlaku secara nasional terhitung mulai 1 Januari
2015.
Bagi pejabat di
pusat maupun daerah, bila ingin menggelar resepsi pernikahan diatur agar
undangannya tidak lebih dari 400 undangan dan harus diselenggarakan di tempat
yang pantas.
”Nggak usah
mewah, nggak usah di hotel bintang lima, bikin macet, karangan bunga banyak,
itu memunculkan psikologi kesenjangan,” ujar Yuddy di Istana Negara, Kamis 27
November 2014.
Menurut dia, dengan aturan seperti itu dapat dipastikan pesta pernikahan
keluarga pejabat negara akan lebih murah dan tidak memunculkan kesenjangan
dengan masyarakat. Aturan ini tegas dia, juga berlaku bagi Presiden Joko Widodo.
”Bapak presiden
juga kalau mau nikahin putrinya ya begitu,” kata dia. Gagasan ini merupakan
gambaran dari kesederhanaan Presiden Jokowi. “Jadi pasti beliau setuju,”
imbuhnya.
Sementara untuk
mendorong peningkatan produksi dalam negeri dan kedaulatan pangan, setiap
instansi diinstruksikan agar menyajikan menu makanan tradisional yang sehat
atau buah-buahan produksi dalam negeri pada setiap penyelenggaraan pertemuan
maupun rapat.
Bukan tanpa alasan,
Yuddy mengakui kebijakan ini dilakukan untuk meningkatkan efektifitas
pelaksanaan program pemerintahan dengan mengutamakan makanan dalam negeri.
“Yang impor nggak usah lagi, supaya petani kita bisa dapat nilai tambah, bisa
ikut menikmati kebijakan ini,” ucapnya.
Meskipun produk dalam negeri terkadang harganya lebih mahal, namun setidaknya
itu bisa menghidupi petani lokal. Serta merangsang mereka untuk bercocok tanam.
”Nggak harus
singkong semua, azas kepantasan, kalau diolah kan enak, banyak cara mengolah
produk lokal,” paparnya.
Politikus Hanura
itu berdalih, panganan seperti singkong merupakan makanan yang sehat bagi para
pejabat. “Sekarang kan kan banyak orang sakit kolesterol akibat asupan makanan
dengan kader gula lemak tinggi. Jadi kalau ada instansi pemerintahan yang imbau
makanan lokal untuk sajian kenegaraan ya bagus,” terang Yuddy.
Diharapkan mulai
1 Desember 2014, semua instansi pemerintah baik pusat maupun daerah sudah
menyediakan makanan lokal di setiap rapat kedinasan.
Berlebihan
Ketua Komisi II DPR, Rambe Kamarulzaman menilai surat edaran Menpan-RB yang
membatasi jumlah undangan dan tamu saat acara resepsi pernikahan keluarga
pejabat negara merupakan sikap yang berlebihan.
Menurut Rambe,
pemerintah sudah masuk ke ruang privat ketika sudah membatasi siapa tamu yang
akan diundang ke acara pesta keluarga pejabat negara. Apalagi dengan hanya
membolehkan maksimal 400 undangan dan maksimal 1000 tamu.
”Kalo mengatur
(tamunya) harus sekian, ini pemerintah gimana? Seperti nggak ada lagi yang diurusi.
Kan masih banyak yang bisa diurusi pemerintah,” kata Rambe kepada wartawan.
Politikus Golkar itu sepakat dengan pemerintah ketika aturan itu dalam rangka
efisiensi, pengedalian gratifikasi dan menghindari sikap bermewah-mewahan.
“Tapi kalau sudah jumlah orangnya diatur kan repot. Sepertinya kok pemerintah
ini tidak ada yang diurus aja,” paparnya.
Dalam menerapkan aturan, pemerintah sebaiknya mempertimbangkan ruang dan waktu,
karena tidak semua pejabat bisa membatasi jumlah tamu yang akan diundang,
terlebih dia adalah pejabat daerah.
Lebih lanjut Rambe meminta kepada pemerintah bersikap konsisten dalam
menerapkan aturan. Pemerintah jangan sekadar membuat aturan, sementara aparatur
negaranya sendiri yang melanggar. “Jangan dibuat ketentuan hanya untuk tebar
pesona, sehingga masyarakatnya menganggap benar (apa yang dilakukan
pemerintah),” tegasnya.
Direktur Pusat
Studi Kebijakan Publik (Puskepi), Sofyano Zakaria menyatakan, sebaiknya memang
kebijakan yang dihasilkan pemerintahan Jokowi tidak menyasar pada wilayah
privat seorang pejabat negara. Apalagi sampai mengatur acara pernikahan dan
membatasi jumlah tamu undangan.
”Kalau menurut saya ini mengada-ngada. Orang ngawinin anak itu kan sekali
seumur hidup. Selain dia nabung dan nyimpen, bisa aja dianya PNS tapi besannya
pengusaha emang kenapa?,” ujar Sofyan kepada wartawan.
Pemerintah harus
hati-hati dalam membuat aturan ketika masuk ke ruang privat, karena sifatnya
sangat personal. “Sederhana kan imbauan. Bikin aturan yang diterima akal sehat,
apalagi ketika mengatur ruang privasi orang, itu harus hati-hati,” terang dia.
Di samping itu,
Sofyan menilai aturan ini dibuat setengah hati. Karana hanya disampaikan dalam
bentuk surat edaran yang hanya sebatas imbauan, bisa diterapkan, bisa tidak.
Seharusnya pemerintah kata dia, membuat aturan yang memiliki kekuatan hukum dan
sanksi yang tegas, seperti peraturan menteri atau peraturan presiden.
”Jangan bisanya
bikin surat edaran, publik akan menanggapi sebagai pencitraan karena hanya
sebatas edaran. Kalau itu berupa peraturan menteri atau presiden itu punya
kekuatan hukum, mungkin publik menanggapinya bukan sebagai pencitraan,”
paparnya.
Sanksi Tegas
Kendati
demikian, Menpan-RB, Yuddy Chrisnandi menepis tudingan bahwa aturan itu tidak
disertai sanksi tegas. Mantan Anggota DPR RI dari fraksi Golkar itu mengatakan,
surat edaran itu sifatnya mengharuskan semua penyelenggara negara untuk menaati
aturan yang termuat dalam edaran itu, jika tidak sanksi menanti.
”Bisa diturunkan
jabatannya dari jabatan pimpinan dan jabatan staf, kan ini eranya reformasi
birokrasi dan revolusi mental,” kata Yuddy.
Yuddy merangkan,
jika semua aturan itu dilakukan oleh semua instansi, maka diperkirakan bisa
menghemat 20 persen dari total anggaran untuk pegawai. “Bapak presiden memperkirakan
penghematan 20 persen,” ujar dia.
Namun, untuk
lebih rincinya, Yuddy mengaku sedang menghitung berapa persisnya peghematan itu
bisa dilakukan. Tapi, penghematan 20 persen itu didapat bukan hanya jika
pejabat menyediakan singkong saat rapat saja, tetapi juga menaati peraturan
larangan rapat di hotel dan lain sebagainya.
”Jangan dilihat
sau komponen tetapi dari beberapa komponen kan yang dihemat bukan hanya makanan
tetapi perjalanan dinas, listrik, jadi total kegiatan penyelengaran
pemerintahan akan signifikan mengalami penghematan,” ujar dia.
Dia menekankan,
gagasan ini hanya melanjutkan perintah Presiden Joko Widodo yang meminta agar
menghentikan pemborosan.
”Saya sebagai
menteri negara yang membidangi aparatur memberi kontribusi bagaimana upaya penghematan.
Bagaimana melakukan penatan terhadap penyelenggaran pemerintahan supaya
efisien, dan produktif. Semua arahan dari Pak Jokowi,” terang Yuddy
Sekretaris
Kabinet Andi Widjojanto menambahkan gaya hidup sederhana itu baik dilakukan.
Sebab, pejabat negara harus memberikan contoh kepada masyarakat mengenai hidup
sederhana. “Hidup sederhana harus dicontohkan oleh pejabat publik,” ujar
Andi. (VIVAnews)