Paris - WARA -
Majalah satire Perancis, Charlie Hebdo, meluncurkan terbitan perdana
pasca-penembakan yang menewaskan 12 orang, termasuk pemimpin redaksi Stephane
Charbonnier dan tiga kartunis kawakan, Jean Cabut, Bernad Velhac, dan Georges
Wolinski.
Meski ada dugaan serangan dipicu karena majalah itu kerap menampilkan hinaan
terhadap Nabi Muhammad, Charlie Hebdo terbaru masih menampilkan sosok yang
dianggap "Nabi Muhammad" di sampul depannya.
Dilansir dari AFP, Selasa (13/1/2015),
Charlie Hebdo menampilkan sosok Nabi Muhammad
dengan wajah sedih yang sedang meneteskan air mata dan memegang tulisan
"Je Suis Charlie" (Kami adalah Charlie).
Slogan itu memang digunakan
untuk menolak aksi kekerasan untuk menanggapi kartun yang dibuat Charlie Hebdo.
Selain itu, di atas sosok yang menggunakan sorban putih ini, terdapat
tulisan "Tout Est Pardonne", yang berarti "Semua telah
dimaafkan".
Peluncuran sampul ini dibuat lebih cepat dari jadwal rilis Charlie Hebdo
yang rencananya akan dilakukan pada Rabu (14/1/2015) mendatang. Pihak penerbit
menyiapkan setidaknya 3 juta kopi dari edisi yang dikerjakan oleh
"karyawan yang selamat dari serangan", dari 60.000 kopi eksemplar
yang biasanya diterbitkan. Rencananya, majalah ini akan didistribusikan ke 25
negara dan diterjemahkan ke 16 bahasa atas permintaan global.
Dunia memang bersimpati terhadap korban aksi teror yang terjadi di Perancis.
Beragam bentuk dukungan dan aksi solidaritas dengan slogan "Je Suis
Charlie" mengemuka untuk menolak bentuk teror.
Namun, di sisi lain, penggambaran kembali sosok Nabi Muhammad oleh Charlie
Hebdo dikhawatirkan akan kembali memicu kemarahan komunitas Muslim dunia.
Selama ini, tradisi Muslim memang melarang penggambaran sosok wajah dan
karakter Nabi Muhammad.
Pelaku penembakan di Charlie Hebdo memang sempat berteriak bahwa serangan
yang dilakukan mereka adalah "balasan terhadap apa yang dilakuan terhadap
Nabi Muhammad".
Sebelum serangan maut itu terjadi, Charlie Hebdo memang kerap mendapat
ancaman saat menampilkan gambar yang dianggap penghinaan terhadap Nabi
Muhammad.
Pada 2006, misalnya, karyawan majalah itu mendapat ancaman saat menampilkan
kartun Nabi Muhammad yang dimuat di koran Denmark, Jyllands-Posten. Kemudian,
pada 2011, kantor itu sempat dilempar molotov ketika kembali memuat gambar yang
dianggap menghina Nabi Muhammad.
Karyawan Charlie Hebdo mengaku, mereka akan tetap mempertahankan tradisinya
untuk mengkritik semua agama, politisi, selebriti, dan perisitwa berita lain.
"Di tiap edisi selama 22 tahun terakhir, tidak ada satu pun yang tanpa
karikatur Paus, Yesus, pendeta, rabi, imam, atau Muhammad," kata pengacara
Charlie Hebdo, Richard Malka.
Menurut Malka, akan sangat mengejutkan jika kartun Nabi Muhammad tidak
muncul dalam isu terbaru. Lebih lanjut, Malka mengatakan bahwa Charlie Hebdo
"bukan koran berisi kekerasan, melainkan merupakan sindiran terhadap
segala sesuatu yang dianggap serius". (Tribun)