Burhanuddin Dilaporkan Ke Bareskrim Polri
Senin , 14 Jul 2014 12:16 WIB
Burhanuddin Muhtadi
Jakarta, - Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi
dilaporkan oleh Serikat Pengacara Rakyat (SPR) ke Bareskrim Mabes Polri.
Burhanuddin dipolisikan karena pernyataannya yang dinilai
mendiskreditkan Komisi Pemilihan Umum.
Dikatakan Juru bicara SPR, Sahroni, di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Senin (14/7), pernyataan Burhanuddin saat jumpa pers 10 Juli 2014 lalu dinilai sangat bertentangan dengan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946.
"Dia (Burhanuddin-red) mengatakan apabila KPU dalam real count berbeda dengan quick count pastilah hasil dari real count KPU adalah salah dan yang paling benar adalah dari quick count kami (Indikator Politik Indonesia-red)," papar Sahroni.
"Itulah yang menyebabkan kami hari ini melaporkan ke Mabes Polri, karena ini meresahkan masyarakat," sambungnya.
Sahroni menuding pernyataan Burhanuddin sangat erat kaitannya dengan upaya persekongkolan untuk memenangkan Jokowi-JK. Diketahui Indikator Politik Indonesia dalam quick countnya memenangkan pasangan nomor urut 2.
"Kami khawatir sepak terjang Burhanudin merupakan bagian dari konspirasi jahat untuk memenangkan Jokowi-JK dengan menghalalkan berbagai cara, termasuk memanipulasi hasil hitung cepat," tudingnya.
Menurutny lembaga yang paling berwenang untuk memutuskan siapa pemenang dalam Pilpres 2014 adalah KPU dan akan diumumkan pada 22 Juli 2014 mendatang.
"Jika kita cermati pernyataan tersebut bisa dipidana karena meresahkan masyarakat. Tentunya kita sadari bahwa lembaga yang berwenang sampai dengan saat ini adalah KPU, tidak ada yang lain," pungkasnya.
Penghitungan Suara Dropbox Dimenangkan Prabowo-Hatta, Tim Jokowi-Jk Tidak Mau Tanda Tangan
Penghitungan Suara dropbox di Kota Damman telah usai digelar, suara yang
masuk 411 suara, Pasangan Prabowo-Hatta mendapat 255 (62%) suara,
sedangkan Jokowi-Jk mendapatkan 152 suara (37%), suara tidak sah 4
suara (1%), namun saksi dari Tim Jokowi-Jk di Riyadh, Arab Saudi
sengaja menolak menandatangani berita acara penghitungan suara dropbox
di kota Dammam dengan alasan perintah atasan. Tim Jokowi-Jk menuduh
Ketua PPLN (Panitia Pemilihan Luar Negri) Riyadh berbuat curang dan
tidak Transparan.
Tim Jokowi-Jk bersikeras menolak menandatangani berita acara
penghitungan dorpbox dan meminta pemungutan suara ulang atau PPLN
menganulir semua suara dropbox dan pos Saudi Arabia.
Tatang Muhtar salah satu sumber di Riyadh mengatakan,Tim Jokowi-Jk
sengaja membuat kericuhan karna sudah ada intruksi dan rencana yang
sistematis dari Timses Pusat (Jakarta).
”Tim Jokowi-Jk sengaja
membuat anomali dan penggiringan opini bahwa kekalahan Jokowi-Jk
disebabkan oleh kecurangan”, ujar Tatang.
Usai Lebaran, KPK Gelar Ekspos Kasus SKL BLBI
Jakarta, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
berencana menggelar ekspose penyelidikan kasus dugaan korupsi pemberian
Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI)â.
Lembaga antirasywah tersebut tak akan membiarkan kasus ini terlalu lama
diam di tempat.
"Saya minta habis Lebaran sudah harus ekspose. Karena (penyelidikan) sudah lama," kata Ketua KPK Abraham Samad kepada wartawan di kantornya, Jumat (11/7).
Lebih lanjut menurut Samad, dirinya bahkan hari ini telah memanggil Satgas KPK yang memegang penyelidikan kasus ini. Pemanggilan tersebut dimaksudkan untuk memberitahukan rencana ekspose yang akan dilakukannya.
Bahkan kata Abraham, pihaknya memastikan juga bakal memanggil Presiden RI ke-5, Megawati Soekarnoputri terkait kasus ini. Samad memastikan, pihaknya âtak akan kesulitan melakukan pemanggilan terhadap Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut.
"KPK sudah pernah periksa JK (Jusuf Kalla) mantan wapres. Boediono masih wapres kita periksa. Terus kirim surat Pak Anas minta SBY. Jadi enggak masalah panggil SBY," tambah Samad.
Diketahui, SKL BLBI dikeluarkan pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8/2002 dan Tap MPR Nomor 6 dan 10. Dalam kasus BLBI, SKL tersebut menjadi dasar bagi Kejaksaan Agung untuk menghentikan penyidikan terhadap sejumlah pengutang BLBI.
Dalam hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dari dana BLBI sebesar Rp 144,5 triliun yang dikucurkan kepada 48 bank umum nasional, ada dana Rp 138,4 triliun yang disalahgunakan. Sedangkan dalam audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap 42 bank penerima BLBI menemukan penyimpangan sebesar Rp 54,5 triliun. Sebanyak Rp 53,4 triliun merupakan penyimpangan berindikasi korupsi dan tindak pidana perbankan.
KPK sendiri melakukan penelusuran dalam kasus BLBI ini sejak masih di bawah pimpinan Antasari Azhar. Rupanya KPK terus melakukan penelusuran hingga saat ini karena diduga ada tindak pidana korupsi dalam pengeluaran SKL BLBI tersebut.
"Saya minta habis Lebaran sudah harus ekspose. Karena (penyelidikan) sudah lama," kata Ketua KPK Abraham Samad kepada wartawan di kantornya, Jumat (11/7).
Lebih lanjut menurut Samad, dirinya bahkan hari ini telah memanggil Satgas KPK yang memegang penyelidikan kasus ini. Pemanggilan tersebut dimaksudkan untuk memberitahukan rencana ekspose yang akan dilakukannya.
Bahkan kata Abraham, pihaknya memastikan juga bakal memanggil Presiden RI ke-5, Megawati Soekarnoputri terkait kasus ini. Samad memastikan, pihaknya âtak akan kesulitan melakukan pemanggilan terhadap Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut.
"KPK sudah pernah periksa JK (Jusuf Kalla) mantan wapres. Boediono masih wapres kita periksa. Terus kirim surat Pak Anas minta SBY. Jadi enggak masalah panggil SBY," tambah Samad.
Diketahui, SKL BLBI dikeluarkan pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8/2002 dan Tap MPR Nomor 6 dan 10. Dalam kasus BLBI, SKL tersebut menjadi dasar bagi Kejaksaan Agung untuk menghentikan penyidikan terhadap sejumlah pengutang BLBI.
Dalam hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dari dana BLBI sebesar Rp 144,5 triliun yang dikucurkan kepada 48 bank umum nasional, ada dana Rp 138,4 triliun yang disalahgunakan. Sedangkan dalam audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap 42 bank penerima BLBI menemukan penyimpangan sebesar Rp 54,5 triliun. Sebanyak Rp 53,4 triliun merupakan penyimpangan berindikasi korupsi dan tindak pidana perbankan.
KPK sendiri melakukan penelusuran dalam kasus BLBI ini sejak masih di bawah pimpinan Antasari Azhar. Rupanya KPK terus melakukan penelusuran hingga saat ini karena diduga ada tindak pidana korupsi dalam pengeluaran SKL BLBI tersebut.
Ini Pernyataan Prabowo Soal Jokowi yang Dianggap Plin-plan
Minggu, 13 Juli 2014
TRIBUNNEWS.COM - Prabowo di satu sisi mengaku
meminta pendukungnya tenang dan tidak memandang kubu Jokowi sebagai
lawan. Namun di sisi lain, Prabowo justru memberi penilaian buruk atas
Jokowi yang dipandangnya sebagai alat oligarki.
Itulah pandangan Prabowo dalam wawancara dengan BBC yang dinilai inkonsisten.
Pernyataan calon presiden Prabowo Subianto saat sesi wawancara dengan
media massa BBC (British Broadcasting Corporation) beberapa waktu lalu,
dinilai sejumlah pengamat sebagai bentuk plin plan dirinya sekaligus
menunjukkan sikap kontroversial.
Hasilnya pernyataan Prabowo
tersebut dianggap menjadi kontraproduktif atas upaya para elite dan
pemerintah dalam menciptakan ketenangan ditengah masyarakat, terutama
para pendukung kedua pasangan capres-cawapres, paska pelaksanaan Pilpres
2014 yang kini tengah menunggu hasil penghitungan resmi oleh Komisi
Pemilihan Umum (KPU).
Hal itu dikatakan pengamat politik Firman
Manan yang juga Dosen Ilmu Politik di Universitas Padjajaran, kepada
wartawan, Sabtu (12/7/2014). "Pernyataannya sebagai bentuk inkonsistensi
dan kontroversial. Hasilnya menjadi kontra produktif atas upaya
mencipatakan ketenangan dan kedamaian di level akar rumput," kata
Firman.
Firman menyatakan dalam wawancara dengan BBC itu, Prabowo
disatu sisi mengaku meminta pendukungnya tenang dan tidak memandang kubu
Jokowi sebagai lawan. Namun di sisi lain, kata Firman, Prabowo justru
memberi penilaian buruk atas Jokowi yang dipandangnya sebagai alat
oligarki. Prabowo juga menganggap sikap Jokowi yang kelihatan rendah
hati hanyalah pura-pura belaka.
"Selain itu, penilaian terhadap
lembaga survey sebagai lembaga komersial, partisan dan bagian dari
desain besar yang memanipulasi persepsi, merupakan pernyataannya yang
tidak berdasar, karena selama ini lembaga-lembaga survey tersebut,
menunjukkan kinerja dan rekam jejak yang baik dari segi
pertanggunjawaban, metodologi dan integritas dalam melakukan aktivitas
survey dan hitung cepat," papar Firman.
Menurutnya, dari
pernyataan prabowo itu juga menjustifikasi pandangan masyarakat bahwa ia
memiliki ketidakmampuan dalam mengendalikan emosi saat mengelola
dinamika politik pertarungan Pilpres.
Karenanya, kata Firman,
Prabowo sebaiknya menahan diri dan konsisten dengan pernyataannya untuk
menjaga ketenangan selama menunggu pengumuman hasil resmi Pilpres 2014.
"Namun yang terjadi dalam sesi wawancara itu, justru menegaskan bahwa
dirinya tak mampu mengendalikan emosi saat berada dalam lingkaran
politik dan menjadi bentuk inkonsistensi dirinya," tutup Firman.
Joko Anwar: Prabowo, Jadilah Pahlawan Kami
Minggu, 13 Juli 2014
Jakarta
- Sejumlah tokoh, seniman, dan produser film membuat surat terbuka
kepada calon presiden Prabowo Subianto. Tentu ini bukan balasan dari
surat yang pernah dibuat Prabowo sebelumnya kepada para guru, nelayan,
dan sejumlah tokoh di Tanah Air. (Baca: Kivlan: Apa Salahnya Prabowo Surati Guru?)
Kumpulan surat terbuka untuk Prabowo Subianto di jejaring sosial Tumblr itu berjudul "Surat untuk Pak Bowo". Sejumlah tokoh yang menulis surat di situ antara lain penulis Djenar Maesa Ayu, Erikar Lebang (pelaku pola makan sehat food combining), komikus Anto Motulz, produser film Mira Lesmana dan Joko Anwar, dan aktris Happy Salma.
Dalam suratnya, Joko Anwar, misalnya, mengatakan, lantaran bekerja sebagai sutradara, dia terbiasa memperhatikan dan menilai orang dalam berakting. "Saya memiliki insting yang kuat, kapan seseorang berpura-pura, kapan seseorang berlaku tulus," begitu tulisan Joko yang dikutip pada Ahad, 13 Juli 2014.
Joko mengatakan dirinya mengikuti kampanye tahun ini dengan sangat saksama. Kesimpulannya, "Bapak (Prabowo) tulus ketika Bapak mengatakan, Bapak ingin berbuat sesuatu bagi bangsa. Saya yakin Bapak tulus ketika Bapak mengatakan Bapak ingin mengubah nasib kami." Namun, Joko menambahkan, bangsa Indonesia lebih membutuhkan seorang pahlawan ketimbang presiden.
"Presiden belum tentu membawa kebaikan kepada rakyat. Tapi menjadi seorang pahlawan, pasti berarti bahwa orang itu telah berjasa atas hidup rakyat," ujar dia. Menurut Joko, inilah saat yang tepat bagi Prabowo untuk menjadi pahlawan, meski bukan berarti harus menjadi presiden. "Bapak telah dicintai dan dipilih 48 persen rakyat Indonesia, relakanlah presiden dipegang oleh yang dipilih 52 persen lainnya," kata Joko. "Jadilah pahlawan kami."
Adapun Happy Salma hanya menulis sebuah surat singkat buat Prabowo. Mengutip surat tersebut, Happy menyatakan tak meragukan kecintaan dan sumbangsih Prabowo bagi Tanah Air. "Dan karena kecintaanmu juga-lah, saya yakin seorang pemimpin harus lahir dari sebuah proses yang jujur dan adil," demikian tulisan dia.
Kumpulan surat terbuka untuk Prabowo Subianto di jejaring sosial Tumblr itu berjudul "Surat untuk Pak Bowo". Sejumlah tokoh yang menulis surat di situ antara lain penulis Djenar Maesa Ayu, Erikar Lebang (pelaku pola makan sehat food combining), komikus Anto Motulz, produser film Mira Lesmana dan Joko Anwar, dan aktris Happy Salma.
Dalam suratnya, Joko Anwar, misalnya, mengatakan, lantaran bekerja sebagai sutradara, dia terbiasa memperhatikan dan menilai orang dalam berakting. "Saya memiliki insting yang kuat, kapan seseorang berpura-pura, kapan seseorang berlaku tulus," begitu tulisan Joko yang dikutip pada Ahad, 13 Juli 2014.
Joko mengatakan dirinya mengikuti kampanye tahun ini dengan sangat saksama. Kesimpulannya, "Bapak (Prabowo) tulus ketika Bapak mengatakan, Bapak ingin berbuat sesuatu bagi bangsa. Saya yakin Bapak tulus ketika Bapak mengatakan Bapak ingin mengubah nasib kami." Namun, Joko menambahkan, bangsa Indonesia lebih membutuhkan seorang pahlawan ketimbang presiden.
"Presiden belum tentu membawa kebaikan kepada rakyat. Tapi menjadi seorang pahlawan, pasti berarti bahwa orang itu telah berjasa atas hidup rakyat," ujar dia. Menurut Joko, inilah saat yang tepat bagi Prabowo untuk menjadi pahlawan, meski bukan berarti harus menjadi presiden. "Bapak telah dicintai dan dipilih 48 persen rakyat Indonesia, relakanlah presiden dipegang oleh yang dipilih 52 persen lainnya," kata Joko. "Jadilah pahlawan kami."
Adapun Happy Salma hanya menulis sebuah surat singkat buat Prabowo. Mengutip surat tersebut, Happy menyatakan tak meragukan kecintaan dan sumbangsih Prabowo bagi Tanah Air. "Dan karena kecintaanmu juga-lah, saya yakin seorang pemimpin harus lahir dari sebuah proses yang jujur dan adil," demikian tulisan dia.
'Kubu Merah' Menerapkan Cara-cara Partai Komunis Indonesia (PKI)
Jakarta, Aktivis Front Pembela Islam (FPI) Munarman menyebut 'Kubu Merah' banyak menerapkan cara-cara
Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam mencapai tujuannya. Kaum komunis
selalu menciptakan dan memanfaatkan kekacauan informasi guna meraih
kekuasaan.
"Dulu, PKI berusaha merongrong pemerintahan Soekarno-Hatta. Pada 1948, mereka sengaja menciptakan kekacauan informasi yang berujung pada kerjadian Peristiwa Madiun. Saat itu mereka menyebarkan informasi palsu yang memojokkan Hatta," ujar juru bicara FPI itu, di Jakarta, Minggu (13/7/2014).
Menurut dia, PKI kembali memainkan skenario menciptakan kekacauan melalui penyebaran informasi sesat dan menyesatkan pada 1965. Dengan menebarkan isu sakit permanennya Soekarno, PKI telah membuat rakyat Indonesia resah. PKI juga berusaha merebut simpati rakyat dengan mengembuskan isu Dewan Jenderal yang mau mengkudeta presiden.
"Cara-cara seperti itu kini diulangi lagi. Ada orang yang dengan gegabah mengatakan, kalau pengumuman KPU ternyata berbeda dengan hasil quick count lembaga surveinya, maka KPU pasti salah. Informasi ini bukan saja sesat dan menyesatkan, tapi sekaligus memprovokasi pendukung capres tertentu. Ini cara-cara PKI," tandas mantan Ketua YLBHI itu.
Namun, Munarman buru-buru menjelaskan, 'Kubu Merah' yang dimaksudkannya itu tidak merujuk pada kelompok tertentu. Melainkan lebih merujuk pada perilaku kelompok tertentu. Dalam konteks pilpres kali ini, 'Kubu Merah' bisa berarti kepada kelompok dan pendukung pasangan mana saja. Sepanjang capres dan pendukungnya menempuh upaya-upaya seperti PKI, maka dengan sendirinya kelompok tersebut bisa disebut sebagai 'Kubu Merah'.
Masih dalam konteks Pilpres 2014, Panglima Laskar Pembela Islam (LPI) ini mencontohkan penyebaran informasi sesat juga terjadi beberapa hari menjelang pencoblosan, 9 Juli. Pada 7 Juli, disebarkan isu melalui BBM dan media sosial, bahwa FPI akan menyerang MetroTV. Ini adalah bagian dari rangkaian rencana mereka mendiskreditkan FPI.
Munarman menambahkan, penyebaran informasi sesat dan menyesatkan hal itu adalah bagian dari rencana busuk 'Kubu Merah' yang ingin mendiskreditkan FPI dan umat Islam. Dia mengaku sudah mengecek teman-temannya di MetroTV. Hasilnya, stasiun televisi pendukung pasangan Jokowi-JK milik Surya Paloh itu ternyata sudah melakukan serangkaian persiapan untuk menyambut 'penyerbuan' itu.
"Saya punya teman-teman di MetroTV. Mereka bilang, sudah dua malam berjaga-jaga untuk menyambut FPI. Selain itu, mereka sudah menyiapkan kamera TV dari berbagai sudut. Jadi, kalau FPI benar-benar datang, maka akan langsung 'dimakan' kamera. Gambar-gambar inilah yang akan dimainkan sedemikian rupa dan ditayangkan berulang-ulang sebagai berita. Betapa licik dan jahatnya 'Kubu Merah' ini," papar Munarman.(edm)
Saksi Prabowo-Hata: Ada Kejanggalan Hasil Rekap di PPS Gondangdia dan Menteng
Minggu, 13 Juli 2014
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Seorang
tunanetra dibantu petugas KPPS saat menyalurkan hak pilihnya dalam
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 di TPS 01, Kelurahan
Babakan Ciamis, Kecamatan Sumur Bandung, Kota Bandung, Rabu (9/7).
Pelaksanaan Pilpres 2014 di Jawa Barat sebelum, saat dan setelah
pencoblosan berjalan kondusif, belum ada kendala berarti yang menghambat
jalannya pesta demokrasi lima tahunan ini.
Jakarta, Saksi pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menyampaikan sejumlah kejanggalan ketika rekapitulasi perhitungan suara akan dilangsungkan di tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (13/7/2014).
Saksi Prabowo-Hatta, Agus Rahmansyah, mengaku menemukan sejumlah kejanggalan hasil rekapitulasi suara tingkat Panitia Pemungutan Suara di kelurahan.
"Mohon maaf apabila hari ini kami ada permasalahan-permasalahan yang akan kami sampaikan," ujar Agus. Proses rekapitulasi suara di tingkat PPK berlangsung di Kantor Kelurahan Menteng.
Kecamatan Menteng memililiki lima kelurahan yakni Menteng, Pegangsaan, Cikini, Kebon Sirih, Gondangdia. Rekapitulasi yang mereka persalahkan ada di Kelurahan Gondangdia dan Menteng.
"Kejanggalan ada di TPS 17, 18, 19, 21, dan 23. Semua TPS tersebar di Kelurahan Gondangdia dan Kelurahan Menteng. Kita temukan jumlahnya sangat besar," ungkap Agus.
Seharusnya, rekapitulasi di tingkat PPK berlangsung di kecamatan. Sayangnya, Kantor Kecamatan Menteng sedang direnovasi. Sehingga rekapitulasi di tingkat kecamatan menggunakan Kantor Kelurahan Menteng.
Temuan kejanggalan di dua kelurahan tersebut kemudian dilaporkan ke tim saksi di tingkat kecamatan. "Kita di sini hanya memberikan berita acara penolakan dari hasil penghitungan suara di kelurahan," imbuhnya.
Agus mengaku pihaknya menandatangani hasil rekapitulasi pengitungan suara di PPS Gondangdia dan PPS Menteng. Namun setelah dibawa untuk rekapitulasi di tingkat PPK Menteng, pihaknya melakukan kajian dan akhirnya menemukan kejanggalan tersebut.
Sebelumnya, salah satu PPK mempersilakan kepada masing-masing pasangan capres-cawapres untuk menyampaikan sesuatu sebelum rekapitulasi pengitungan suara dilangsungkan.
Kabareskrim: Kami Belum Temukan C1 Palsu
Minggu, 13 Juli 2014
Jakarta
-Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Mabees Polri Komjen
(pol) Suhardi Alius menyatakan Polri belum menemukan form C1 palsu
terkait pemilihan presiden (pilpres) sebagaimana kabar yang beredar.
"Kami belum menemukan dan belum menerima laporan tentang ada atau
tidaknya masalah tersebut. Mungkin (kalau ada) masih di Badan Pengawas
Pemilu (Bawaslu). Kita akan koordinasi terus dengan Bawaslu," kata
Suhardi saat dihubungi Beritasatu.com Minggu (13/7).
Jenderal bintang tiga ini menambahkan, Polri melalui sentra Gakkumdu
akan berkoordinasi dengan Bawaslu guna menindaklanjuti dugaan C1 palsu.
"Mereka saya siagakan untuk back up Sentra Gakkumdu dan memonitor
seluruh kejadian pidana pemilu di seluruh Polda," kata dia.
Kabar adanya formulir C1 palsu mencuat setelah adanya kejanggalan pada data hasil hasil scan form C1 Pilpres 2014 yang dimuat di situs resmi KPU di kpu.go.id/c1.php.
Formulir C1--salah satunya berhologram-- berisi sejumlah data, yakni
daftar pemilih yang terdaftar di daftar pemilih tetap (DPT) atau non DPT
di tempat pemungutan suara (TPS), surat suara yang diterima TPS, jumlah
surat suara yang rusak, surat suara yang digunakan, serta surat suara
yang sah dan tidak sah.
Salah satu C1 janggal yang ramai di media sosial pada Jumat (11/7)
kemarin adalah C1 yang diduga berasal dari TPS 47 Desa Kelapa Dua,
Kecamatan Kelapa Dua, Kabupaten/Kota Tangerang, Provinsi Banten.
Ada ketidaksesuaian data antara jumlah perolehan suara kedua calon,
dimana Prabowo Subianto-Hatta Rajasa tertulis mendapatkan 814 suara dan
Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla memperoleh 366 suara. Padahal jumlah
suara di TPS tersebut hanya 380 pemilih. Berdasarkan saksi di TPS, jumah
suara Prabowo-Hatta hanya 014 suara, namun di situs KPU tercatat 814
suara.
Kejanggalan lainnya adalah tidak ada tandatangan dari saksi Jokowi-JK di formulir C1 tersebut.
Puan Dianggap Tak Layak Jadi Ketua DPR
Jakarta, Putri Ketua Umum PDIP,
Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani dinilai belum layak untuk menjadi
Ketua DPR. Sebab, masih banyak yang lebih baik dari Puan.
Demikian penilaian Pengamat Politik dari UIN Jakarta, Zaki Mubarak, kepada wartawan di Jakarta, Minggu (13/7/2014). Menurutnya, PDIP harus mencalonkan kader terbaik jika ingin mendapat jatah kursi Ketua DPR.
"Saya kira banyak kader PDIP yang lebih bagus dan layak dari Puan, misalnya Tjahjo Kumolo dan Pramono Anung, yang sudah teruji menjadi pimpinan," kata Zaki.
Hal itu menanggapi penolakan PDIP atas revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPRD, DPD (UU MD3). Disinyalir, penolakkan itu untuk memuluskan Puan menjadi Ketua DPR.
"Sepertinya ada ketakutan dengan adanya revisi itu calon PDIP tidak berhasil menjadi Katua DPR," tegas Zaki.
Untuk itu, kata Zaki, tugas PDIP adalah meyakinkan anggota DPR untuk memilih kadernya menjadi pimpinan DPR. Sebab, pemilihan pimpinan DPR harus melalui proses yang demokrasi.
"Mekanisme pemilihan pimpinan DPR itu harus melakukan mekanisme demokrasi. Saya kira tergantung keterampilan PDIP dalam mencalonkan kader yang bagus," tegasnya. [mes]
Demikian penilaian Pengamat Politik dari UIN Jakarta, Zaki Mubarak, kepada wartawan di Jakarta, Minggu (13/7/2014). Menurutnya, PDIP harus mencalonkan kader terbaik jika ingin mendapat jatah kursi Ketua DPR.
"Saya kira banyak kader PDIP yang lebih bagus dan layak dari Puan, misalnya Tjahjo Kumolo dan Pramono Anung, yang sudah teruji menjadi pimpinan," kata Zaki.
Hal itu menanggapi penolakan PDIP atas revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPRD, DPD (UU MD3). Disinyalir, penolakkan itu untuk memuluskan Puan menjadi Ketua DPR.
"Sepertinya ada ketakutan dengan adanya revisi itu calon PDIP tidak berhasil menjadi Katua DPR," tegas Zaki.
Untuk itu, kata Zaki, tugas PDIP adalah meyakinkan anggota DPR untuk memilih kadernya menjadi pimpinan DPR. Sebab, pemilihan pimpinan DPR harus melalui proses yang demokrasi.
"Mekanisme pemilihan pimpinan DPR itu harus melakukan mekanisme demokrasi. Saya kira tergantung keterampilan PDIP dalam mencalonkan kader yang bagus," tegasnya. [mes]
Presiden SBY sudah tahu siapa pemenang PILPRES
Jakarta, Hasil quick count yang
diklaim dimenangkan oleh kubu Jokowi-Jusuf Kalla, sepertinya beda jauh
dengan hasil real count dari 478.828 TPS se-Indonesia. Informasi yang
diperoleh, dari data pusat tabulasi nasional di Cikeas Center, pasangan
Prabowo-Hatta unggul atas pasangan Jokowi-Jusuf Kalla.
Tabulasi Cikeas Center itu sendiri pernah dipamerkan kepada Jokowi-JK
dan Prabowo-Hatta, saat keduanya diundang SBY ke Cikeas pada Rabu
(09/07/2014) lalu.
Data yang belum terkonfirmasi menyebut, pasangan Prabowo-Hatta
memperoleh 54% dan Jokowi-JK 46%. Data itu berasal dari 97% TPS (464.662
TPS dari total 478.828 TPS) se-Indonesia.
Hasil real count di Cikeas Center ini hampir sama dengan Pusat Tabulasi
Nasional Form C1 yang dikelola PKS, yang menempatkan Prabowo-Hatta
memperoleh 54% unggul atas Jokowi-JK yang memperoleh 46%.
Bedanya, real count di Pusat Tabulasi Nasional PKS itu baru berasal dari 91% data TPS (435.733 TPS dari 478.828) se-Indonesia.
Presiden SBY sepertinya sudah tahu siapa pemenang riil Pilpres 2014
melalui pusat informasi di Cikeas, dimana data dari seluruh Polsek dan
Koramil se-Indonesia, langsung masuk ke Cikeas Center. Cikeas Center mengambil data dari tiap TPS yang
dihitung di desa hingga ke kecamatan dan menjadi didata oleh Polsek dan
Koramil setempat, dengan penanggung jawab Kapolsek dan Danramil
masing-masing, yang tentu saja presisinya mencapai 99% valid.
Tak hanya itu, data yang diperoleh Polsek dan Koramil setempat itu sudah
melalui proses verifikasi di tingkat desa melalui Babinsa, sehingga
dengan cepat data bisa dikirim ke Cikeas Center.Kecepatan data real count Cikeas Center ini karena Presiden SBY menggunakan jalur Polri dan TNI yang ada di seluruh Indonesia, sehingga wilayah paling pelosok pun bisa dijangkau. Proses ini tidak dimiliki oleh tim real count dari pihak manapun.
Sejak dimulai perhitungan pada 9 Juli 2014 pukul 13.00, setiap Kapolres
dan Dandim sudah diharuskan memegang data dari Polsek dan Danramil
masing-masing untuk selanjutnya disetor ke data yang langsung diakses ke Cikeas Center
Timses Joko-Kalla Di Sumsel Akui Prabowo-Hatta Unggul
Hasil Rekapitulasi Internal Menunjukkan Prabowo-Hatta Unggul 51,40 %.
Tim pemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla
di Sumatera Selatan mengakui jika Prabowo lebih unggul dan mendapatkan
suara lebih banyak di wilayah tersebut. Hal itu berdasarkan hasil
rekapitulasi internal perolehan suara Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014
di Sumsel.
Hingga rekapitulasi dengan data 94.29 persen, perolehan suara Joko-Kalla masih kalah dengan mendapatkan 1.898.444 (48.60 persen). Sedangkan, pasangan nomor urut 1 (Prabowo- Hatta) mendulang 2.007.507 suara (51.40 persen).
"Ini hasil yang sebenarnya karena berdasarkan formulir C1 dari saksi yang kami sebar di semua TPS (Tempat Pemungutan Suara), pak Jokowi-JK memperoleh suara lebih rendah," Kata Ketua Tim Pemenangan Sumsel, Eddy Santana Putra di Sekretariat Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Sumsel, Sabtu 12 Juli 2014.
Meskipun tertinggal, Tim Pemenangan Joko-Kalla Sumsel tetap berharap jagoan mereka bisa membalikkan keadaan. "Data yang belum masuk lima persen, kami harap di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) dan Banyuasin akan membawa perubahan positif bagi suara Jokowi-JK dan dapat membalikkan keadaan," ujar Eddy.
Hingga rekapitulasi dengan data 94.29 persen, perolehan suara Joko-Kalla masih kalah dengan mendapatkan 1.898.444 (48.60 persen). Sedangkan, pasangan nomor urut 1 (Prabowo- Hatta) mendulang 2.007.507 suara (51.40 persen).
"Ini hasil yang sebenarnya karena berdasarkan formulir C1 dari saksi yang kami sebar di semua TPS (Tempat Pemungutan Suara), pak Jokowi-JK memperoleh suara lebih rendah," Kata Ketua Tim Pemenangan Sumsel, Eddy Santana Putra di Sekretariat Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Sumsel, Sabtu 12 Juli 2014.
Meskipun tertinggal, Tim Pemenangan Joko-Kalla Sumsel tetap berharap jagoan mereka bisa membalikkan keadaan. "Data yang belum masuk lima persen, kami harap di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) dan Banyuasin akan membawa perubahan positif bagi suara Jokowi-JK dan dapat membalikkan keadaan," ujar Eddy.
Palembang
Prabowo-Hatta 52,44 %
Jokowi-JK 47,56 %
Banyuasin
Prabowo-Hatta 45,35 %
Jokowi-JK 54,65 %
Musi Banyuasin
Prabowo-Hatta 41,95 %
Jokowi-JK 58,05 %
Musi Rawas
Prabowo-Hatta 39,05 %
Jokowi-JK 60,95 %
Lubuk Linggau
Prabowo-Hatta 52,80 %
Jokowi-JK 47,20 %
Muara Enim
Prabowo-Hatta 44,97 %
Jokowi-JK 51,04 %
Empat Lawang
Prabowo-Hatta 54,50 %
Jokowi-JK 45,50 %
Lahat
Prabowo-Hatta 59,63 %
Jokowi-JK 47,20 %
Prabumulih
Prabowo-Hatta 48,96 %
Jokowi-JK 51,04 %
Pagaralam
Prabowo-Hatta 53,22 %
Jokowi-JK 46,78 %
OKU
Prabowo-Hatta 62,51 %
Jokowi-JK 37,49 %
OKU Selatan
Prabowo-Hatta 58,40 %
Jokowi-JK 41,60 %
OKU Timur
Prabowo-Hatta 59,61 %
Jokowi-JK 40,39 %
OKI
Prabowo-Hatta 54,01 %
Jokowi-JK 45,99 %
Ogan Ilir
Prabowo-Hatta 53,07 %
Jokowi-JK 46,93 %
Hasil Real Count keseluruhan di Sumsel
Prabowo-Hatta 51,40 %
Jokowi-JK 48,60 %
Selisih 2,79 %
Data masuk 94,29 persen
Sumber : Tim Pemenangan Sumsel Jokowi- JK.
(Aji YK Putra | Palembang)
Hanya KPU Yang Berhak Tentukan Pemenang Pilpres
Jakarta
- Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah lembaga yang paling berhak dan
paling berwenang memutus siapa pasangan capres-cawapres yang memenangkan
Pilpres. Selain itu, tidak ada institusi yang berwenang, termasuk
lembaga survei.
Penegasan tersebut dikemukakan pakar hukum tata negara, Margarito Kamis, Sabtu,(12/7/2014) guna menanggapi klaim kemenangan dua pasangan capres, berdasarkan data quick count masing-masing lembaga yang diakui oleh capres.
Menurut Margarito, kewenangan KPU tidak bisa dihilangkan oleh siapapun, termasuk oleh sejumlah lembaga survei yang merasa paling hebat. "Konstitusi telah memberikan mandat pada KPU sebagai penyelenggara pemilu legislatif dan pilpres. Jadi dengan alasan apapun dan oleh siapapun, kewenangan itu tidak bisa dihilangkan, kecuali konstitusi menganulir mandat KPU tersebut," tegasnya.
Doktor tata negara alumnus UI ini menambahkan, kalaupun kemudian ada pihak yang menilai KPU tidak profesional atau tidak puas dengan mekanisme dan cara kerja KPU dalam merekapitulasi surat suara, maka ada saluran hukum yaitu melalui Mahkamah Konstitusi (MK).
Dia menyatakan, klaim kemenangan pasangan capres-cawapres sampai saat ini hanya didasarkan pada hasil quick count dan hal itu tidak bisa dianggap sebagai kemenangan yang definitif, sebab hanya berdasar pada perkiraan.
"Klaim kemenangan berdasar quick count tidak punya nilai dan kekuatan hukum," terang Margarito.
Dia pun menilai, hasil hitung cepat lembaga survei tidak berimplikasi pada hukum, karena nantinya hanya KPU yang berhak memutus kemenangan atau kekalahan pasangan capres berdasarkan data real count atau rekapitulasi penghitungan KPU.
"Intinya, apakah mereka dalam hal ini lembaga survei, memiliki data atau fakta formulir C 1, C 1Plano, DA, dan DB? Formulir itu yg harus dimiliki untuk dasar perhitungan," paparnya.
Margarito mengimbau, semua lembaga survei yang melakukan quick count, sebaiknya menghentikan publikasi hasil mereka sampai KPU mengumumkan hasil pilpres 22 Juli nanti. "Ini untuk menenangkan situasi," tandasnya.
Penegasan tersebut dikemukakan pakar hukum tata negara, Margarito Kamis, Sabtu,(12/7/2014) guna menanggapi klaim kemenangan dua pasangan capres, berdasarkan data quick count masing-masing lembaga yang diakui oleh capres.
Menurut Margarito, kewenangan KPU tidak bisa dihilangkan oleh siapapun, termasuk oleh sejumlah lembaga survei yang merasa paling hebat. "Konstitusi telah memberikan mandat pada KPU sebagai penyelenggara pemilu legislatif dan pilpres. Jadi dengan alasan apapun dan oleh siapapun, kewenangan itu tidak bisa dihilangkan, kecuali konstitusi menganulir mandat KPU tersebut," tegasnya.
Doktor tata negara alumnus UI ini menambahkan, kalaupun kemudian ada pihak yang menilai KPU tidak profesional atau tidak puas dengan mekanisme dan cara kerja KPU dalam merekapitulasi surat suara, maka ada saluran hukum yaitu melalui Mahkamah Konstitusi (MK).
Dia menyatakan, klaim kemenangan pasangan capres-cawapres sampai saat ini hanya didasarkan pada hasil quick count dan hal itu tidak bisa dianggap sebagai kemenangan yang definitif, sebab hanya berdasar pada perkiraan.
"Klaim kemenangan berdasar quick count tidak punya nilai dan kekuatan hukum," terang Margarito.
Dia pun menilai, hasil hitung cepat lembaga survei tidak berimplikasi pada hukum, karena nantinya hanya KPU yang berhak memutus kemenangan atau kekalahan pasangan capres berdasarkan data real count atau rekapitulasi penghitungan KPU.
"Intinya, apakah mereka dalam hal ini lembaga survei, memiliki data atau fakta formulir C 1, C 1Plano, DA, dan DB? Formulir itu yg harus dimiliki untuk dasar perhitungan," paparnya.
Margarito mengimbau, semua lembaga survei yang melakukan quick count, sebaiknya menghentikan publikasi hasil mereka sampai KPU mengumumkan hasil pilpres 22 Juli nanti. "Ini untuk menenangkan situasi," tandasnya.
Jimly: Burhanudin Muhtadi Mau Menyaingi Tuhan?
Jakarta, Sesumbar Direktur
Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanudin Muhtadi, mendapat
reaksi keras dari Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)
Jimly Asshiddiqie. Jimly menilai ucapan Burhanudin yang merasa paling
benar sama saja hendak menyaingi Tuhan.
Sebelumnya, Burhan menyatakan bila hasil real count Komisi Pemilihan Umum (KPU) memenangkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, maka hasil penghitungan KPU salah lantaran berbeda dengan hasil hitung cepat yang dilakukan lembaganya.
Menurut mantan Ketua mahkamah Konstitusi (MK) itu, hasil quick count memiliki celah kesalahan meski sudah melalui metode paling canggih sekalipun. Hal itu tak lain karena kesalahan bersifat manusiawi.
"Namanya ilmu pengatahuan terbuka untuk dikritik benar dan tidak benar ilmu ilmiah itu. Kalau mengklaim mutlak itu namanya mau menyaingi Tuhan, bisa syirik," ucapnya saat buka bersama di Pondok Labu Indah, Jalan Margasatwa Raya, Jakarta Selatan, Sabtu (12/7/2014) petang.
Karenanya, kata dia, seseorang harus percaya dengan ilmu pengetahuan sebagai buatan Tuhan yang kebenaran tetap milik Tuhan.
"Bisa menyaingi Tuhan kalau pasti benar sebuah ilmu ilmiah. Bisa benar, bisa salah. Kita percaya, kita tak boleh anti ilmiah. Buruk kalau pemmpin tidak percaya ada ilmu ini, itu sunnatullah," tegasnya.
Sebelumnya, Burhan menyatakan bila hasil real count Komisi Pemilihan Umum (KPU) memenangkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, maka hasil penghitungan KPU salah lantaran berbeda dengan hasil hitung cepat yang dilakukan lembaganya.
Menurut mantan Ketua mahkamah Konstitusi (MK) itu, hasil quick count memiliki celah kesalahan meski sudah melalui metode paling canggih sekalipun. Hal itu tak lain karena kesalahan bersifat manusiawi.
"Namanya ilmu pengatahuan terbuka untuk dikritik benar dan tidak benar ilmu ilmiah itu. Kalau mengklaim mutlak itu namanya mau menyaingi Tuhan, bisa syirik," ucapnya saat buka bersama di Pondok Labu Indah, Jalan Margasatwa Raya, Jakarta Selatan, Sabtu (12/7/2014) petang.
Karenanya, kata dia, seseorang harus percaya dengan ilmu pengetahuan sebagai buatan Tuhan yang kebenaran tetap milik Tuhan.
"Bisa menyaingi Tuhan kalau pasti benar sebuah ilmu ilmiah. Bisa benar, bisa salah. Kita percaya, kita tak boleh anti ilmiah. Buruk kalau pemmpin tidak percaya ada ilmu ini, itu sunnatullah," tegasnya.
Burhanuddin Muhtadi Ingin Kudeta KPU?
Jakarta - Pernyataan
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia (IPI) Burhanuddin
Muhtadi yang menyebut, hitung cepat lembaga survei lebih tepat dari
hitung manual KPU, terus menuai kecaman.
Menurut Tim kampanye nasional Prabowo-Hatta Andre Rosiade, tindakan tersebut sangat provokatif dan memancing timbulnya kerusuhan ditengah masyarakat. Tidak hanya itu, pernyataan Burhanudin juga dirasa sebagai tindakan kudeta terhadap KPU.
"Saya sangat menyayangkan pernyataan Burhan yang cenderung provaktif dan memicu konflik horizontal di tengah masyarakat. Pernyataan itu merupakan kudeta terhadap KPU sebagai lembaga penyelenggara Pemilu yang sah," katanya, kepada wartawan, Sabtu (12/7/2014).
Lebih jauh, dia meminta kepada aparat kepolisian harus mengamankan Burhan, sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
"Kami sangat menyesalkan pernyataan ini dan berharap Polri proaktif menindak lanjuti pernyataan yang berbau provokasi terhadap rakyat Indonesia," terangnya.
Seperti diketahui, berdasarkan hasil hitung cepat Indikator, pasangan Jokowi-JK unggul dengan raihan 52,95 persen. Sedangkan Prabowo-Hatta hanya mengumpulkan 47,05 persen. Data IPI menggunakan 2.000 TPS dengan margin of error 1 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.
Menurut Tim kampanye nasional Prabowo-Hatta Andre Rosiade, tindakan tersebut sangat provokatif dan memancing timbulnya kerusuhan ditengah masyarakat. Tidak hanya itu, pernyataan Burhanudin juga dirasa sebagai tindakan kudeta terhadap KPU.
"Saya sangat menyayangkan pernyataan Burhan yang cenderung provaktif dan memicu konflik horizontal di tengah masyarakat. Pernyataan itu merupakan kudeta terhadap KPU sebagai lembaga penyelenggara Pemilu yang sah," katanya, kepada wartawan, Sabtu (12/7/2014).
Lebih jauh, dia meminta kepada aparat kepolisian harus mengamankan Burhan, sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
"Kami sangat menyesalkan pernyataan ini dan berharap Polri proaktif menindak lanjuti pernyataan yang berbau provokasi terhadap rakyat Indonesia," terangnya.
Seperti diketahui, berdasarkan hasil hitung cepat Indikator, pasangan Jokowi-JK unggul dengan raihan 52,95 persen. Sedangkan Prabowo-Hatta hanya mengumpulkan 47,05 persen. Data IPI menggunakan 2.000 TPS dengan margin of error 1 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.
DPR Tepis UU MD3 Lemahkan Fungsi KPK
Sabtu, 12 Juli 2014 − 16:53 WIB
Gedung MPR/DPR, (SINDOphoto).
Jakarta - Juru
Bicara (Jubir) Tim Prabowo-Hatta, Tantowi Yahya mengatakan, Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) pada dasarnya harus diperkuat. Tapi satu
sisi upaya pencegahan korupsi penting dilakukan secara intensif.
"Jadi nangkap penting, tapi yang lebih penting adalah upaya-upaya preventif," kata Tantowi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (12/7/2014).
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Golkar ini membantah, disahkannya Undang-undang MPR DPR,DPD dan DPRD (UU MD3) sebagai upaya memerlemah KPK atau membentengi DPR dari upaya jerat hukum.
"Ya enggak lah, kita mana pernah menolak terhadap aksi-aksi untuk melawan korupsi. Itu sudah berapa orang anggota (DPR) kita yang ditahan, mana pernah kita membandel," ucapnya.
Tantowi mengatakan, DPR posisinya sama dengan lembaga eksekutif, jika para pembantu presiden itu setiap kali hendak diperiksa sebagai saksi untuk kasus pidana mesti mendapat izin presiden.
Karenanya, DPR menganggap mereka juga harus mendapat izin presiden, namum dalam UU MD3 yang disahkan, DPR yang ingin diperiksa harus mendapat izin dari Mahkamah Kehormatan.
"Nah kaitan dengan itu, DPR itu lembaga negara, sama dengan pemerintah statusnya. Sama dengan menteri. Kami ini kalau di UU Protokol itu sama saja dengan menteri," tukasnya.
"Jadi nangkap penting, tapi yang lebih penting adalah upaya-upaya preventif," kata Tantowi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (12/7/2014).
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Golkar ini membantah, disahkannya Undang-undang MPR DPR,DPD dan DPRD (UU MD3) sebagai upaya memerlemah KPK atau membentengi DPR dari upaya jerat hukum.
"Ya enggak lah, kita mana pernah menolak terhadap aksi-aksi untuk melawan korupsi. Itu sudah berapa orang anggota (DPR) kita yang ditahan, mana pernah kita membandel," ucapnya.
Tantowi mengatakan, DPR posisinya sama dengan lembaga eksekutif, jika para pembantu presiden itu setiap kali hendak diperiksa sebagai saksi untuk kasus pidana mesti mendapat izin presiden.
Karenanya, DPR menganggap mereka juga harus mendapat izin presiden, namum dalam UU MD3 yang disahkan, DPR yang ingin diperiksa harus mendapat izin dari Mahkamah Kehormatan.
"Nah kaitan dengan itu, DPR itu lembaga negara, sama dengan pemerintah statusnya. Sama dengan menteri. Kami ini kalau di UU Protokol itu sama saja dengan menteri," tukasnya.
Bekas Direktur Eksekutif INES Bongkar Survei Propaganda Prabowo
Jakarta, - Mantan
Direktur Eksekutif Indonesia Network Election Survey (INES), Irwan
Suhanto, membuat pengakuan penting tentang lembaga survei yang pernah
dipimpinnya. Irwan mengakui jika INES merupakan lembaga survei alat
propaganda Partai Gerindra dan capresnya Prabowo Subianto
"Ya memang asumsinya akan menjadi seperti itu (alat propaganda)," kata Irwan saat dihubungi merdeka.com, Jumat (11/7).
Irwan
mengatakan memilih mundur dari INES pada 20 Juni lalu karena tidak mau
mengambil risiko atas rencana lembaga itu menjadi alat propaganda Prabowo dalam pilpres.
"Tapi 12 hari kemudian (2 Juli) INES merilis survei yang memenangkan Prabowo
. Padahal sebelum saya mundur tidak ada survei. Bagaimana bisa
mengeluarkan hasil survei dalam waktu 12 hari," kata Irwan menambahkan
bahwa proses survei sampai publikasi paling cepat adalah sebulan.
Catatan merdeka.com, pada publikasi survei tersebut, INES menyatakan elektabilitas Prabowo - Hatta 54,3 persen, mengalahkan Jokowi - JK
yang hanya memperoleh suara 37,6 persen. Direktur Eksekutif INES yang
baru Sudrajat Sacawisastra mengklaim survei dilakukan pada 25 Juni
hingga 2 Juli 2014.
"Padahal saat saya mundur 20 Juni malam, saya sebagai direktur eksekutif tidak mendengar ada yang melakukan survei," ujarnya.
Tidak
hanya itu, kata Irwan, bahkan sejak dia bergabung dengan INES pada 2
Agustus 2013, lembaga itu juga tidak pernah sekali pun benar-benar
melakukan survei di lapangan. Sejak bergabung, lanjut Irwan, INES juga
sudah menjadi alat propaganda Partai Gerindra.
"Saya bahkan
terlibat pelatihan relawan-relawan Gerindra, meski saya bukan anggota,
tidak memiliki KTA (Kartu Tanda Anggota)," kata Irwan.
Irwan
mengakui, tidak ada keterkaitan antara INES dan Partai Gerindra secara
organisasi. Namun, dia mengaku ada keterlibatan pengurus DPP Partai
Gerindra dalam setiap publikasi survei INES.
"Dalam setiap rilis,
setiap ditanya wartawan soal sumber dana, kita ungkapkan dari kas
Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu. Orang pasti tahu irisan ketua
federasi dengan pengurus DPP Gerindra," kata Irwan tanpa mau menyebut
nama.
Penelusuran merdeka.com, Ketua Federasi
Serikat Pekerja BUMN Bersatu Arief Poyuono juga menjabat Ketua DPP
Partai Gerindra Bidang Tenaga Kerja dan TKI. "Keterlibatan pengurus
Gerindra ini dalam hal pendanaan (publikasi survei)," kata Irwan.
Soal
dana, Irwan mengatakan, pihaknya tidak dibayar per publikasi. "Semua,
tempat dan sesuatunya mereka (Gerindra) yang menyediakan," kata Irwan.
"Saya tidak pernah tahu distribusi uang," imbuh Irwan yang mengaku dibayar hanya atas jasanya dalam publikasi.
Meski
jabatannya sebagai direktur eksekutif, Irwan mengakui, perannya di INES
tak lebih dari juru bicara. "Saya mundur karena saya memprediksi ini
bahaya kalau menjadi alat propaganda ketika hanya dua calon yang maju,"
kata dia.
Irwan mengaku sempat mendapat sejumlah tekanan ketika
menyatakan mundur dari INES. Namun, dia berupaya melawan. "Tapi kalau
saya diam kan malah menguntungkan mereka, mending saya bongkar
sekalian," ujar Irwan.
Untuk diketahui, INES tidak melakukan
hitung cepat (quick count) dalam pemungutan suara Pilpres 9 Juli lalu.
Namun, publikasi survei INES hampir selalu menguntungkan Gerindra dan Prabowo .
Misteri Angka 814 di TPS 47 Tangerang
Tangerang
- Kelurahan Kelapa Dua, Kecamatan Kelapa Dua, Tangerang, Banten,
tiba-tiba mencuat terkait penghitungan suara Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden (Pilpres) 2014. Sebab, sekalipun jumlah suara sah hanya 380,
namun angka perolehan suara di TPS 47 ini berubah total menjadi 1.180,
ketika formulir C1 dipindai dan dikirim ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Jumlah tersebut juga jauh melebihi ketentuan yang diperbolehkan UU 42/2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang mengatur satu TPS maksimal memfasilitasi 800 orang pemilih.
"Keanehan terjadi pada data perolehan suara pasangan saat rekap data di TPS 47 Kelurahan Kelapa Dua, Tangerang. Dalam catatan KPPS, pasangan capres-cawapres nomor urut satu memperoleh 14 suara dan ditulis 014 pada formulir C1. Tiba-tiba angka tersebut berubah menjadi 814 ketika diumumkan dalam situs resmi KPU. Dan ini menuai dugaan KPU melakukan kecurangan," ujar Rudi
Irianto, Ketua PPK Kelapa Dua, Tangerang, Banten, Sabtu (12/7).
Dalam penjelasannya, Rudi Irianto didampingi Yusman Terpase (koordinator saksi), Agus Triyono (saksi), Setiono dari Pondokan Jokowi dan Ananta Wahana, anggota DPRD Banten.
Rudi menjelaskan angka 814 itu sangat mengejutkan karena perolehan angka pasangan Prabowo-Hatta hanya 14 (empat belas suara) dari keseluruhan pemilih yang berjumlah 380 orang. Sisanya, 366 suara menjadi milik pasangan Jokowi-JK.
"Dari KPPS ke PPS, dari PPS ke PPK tidak ada perubahan jumlah perolehan tetap 14 (tertulis 014, Red) untuk Prabowo-Hatta dan 366 suara untuk Jokowi-JK. Pada 9 Juli malam, staf dari KPU Kabupaten, Willy, mengambil hasil rekapitulasi PPS dan keesokan harinya dari media diketahui adanya perubahan jumlah angka perolehan pasangan Prabowo-Hatta dari 014 menjadi 814," ujar Rudi lebih lanjut.
Menurut Ananta Wahana, KPU Kabupaten Tangerang menganggap kesalahan tersebut hanyalah masalah teknis belaka dengan mengatakan salah contreng dan tidak perlu diperpanjang lagi serta akan dikoreksi segera. "Sulit untuk dapat diterima akal sehat, karena tinggal pemindaian (scan) kok angkanya bisa berubah. Yang paling masuk akal adalah ada upaya mengubah hasil perolehan suara dengan menambah sedikit lekukan di atas angka 0 - sehingga berubah menjadi angka 8. Namun demikian, hal itu tidak disadari oleh yang melakukan, angka 0 menjadi angka 8 akan mengubah seluruh potret DPT yang existing, kuota DPT yang diperbolehkan untuk satu TPS dan hasil akhir," tegas Ananta.
Terkait dengan kasus ini, Rudi Irianto menjelaskan dugaan manipulasi penghitungan suara menjadi terbukti. Dan, dirinya berencana melakukan gugatan kepada KPU dan melaporkan hal ini.
"Demi pilpres yang bersih dan jujur serta pembelajaran bagi daerah lain, saya berencana menggugat KPU dan melaporkan kasus ini ke polisi. Jika kecerobohan KPU hanya dianggap sebagai kesalahan teknis saja, akan menjadi apa demokrasi di Indonesia?" katanya.
Bagi Rudi, dirinya, panitia pemungutan suara lain dan juga saksi-saksi hanyalah rakyat kecil. Mereka berharap, menyaksikan demokrasi yang bersih dan jujur yang merupakan idaman dan harapan seluruh bangsa. Sebagai rakyat kecil, ia dan teman-temannya terpanggil untuk terlibat secara aktif dalam pilpres dengan menawarkan kejujuran dan bukan manipulasi.
"Adalah tidak mungkin, hanya sekadar kesalahan pencontrengan yang terjadi di KPU. Ada niat tidak baik di dalamnya untuk mengubah hasil perolehan yang sebenarnya. Kekhawatiran ada permainan di KPU terbukti sudah," tegas Rudi.
Jumlah tersebut juga jauh melebihi ketentuan yang diperbolehkan UU 42/2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang mengatur satu TPS maksimal memfasilitasi 800 orang pemilih.
"Keanehan terjadi pada data perolehan suara pasangan saat rekap data di TPS 47 Kelurahan Kelapa Dua, Tangerang. Dalam catatan KPPS, pasangan capres-cawapres nomor urut satu memperoleh 14 suara dan ditulis 014 pada formulir C1. Tiba-tiba angka tersebut berubah menjadi 814 ketika diumumkan dalam situs resmi KPU. Dan ini menuai dugaan KPU melakukan kecurangan," ujar Rudi
Irianto, Ketua PPK Kelapa Dua, Tangerang, Banten, Sabtu (12/7).
Dalam penjelasannya, Rudi Irianto didampingi Yusman Terpase (koordinator saksi), Agus Triyono (saksi), Setiono dari Pondokan Jokowi dan Ananta Wahana, anggota DPRD Banten.
Rudi menjelaskan angka 814 itu sangat mengejutkan karena perolehan angka pasangan Prabowo-Hatta hanya 14 (empat belas suara) dari keseluruhan pemilih yang berjumlah 380 orang. Sisanya, 366 suara menjadi milik pasangan Jokowi-JK.
"Dari KPPS ke PPS, dari PPS ke PPK tidak ada perubahan jumlah perolehan tetap 14 (tertulis 014, Red) untuk Prabowo-Hatta dan 366 suara untuk Jokowi-JK. Pada 9 Juli malam, staf dari KPU Kabupaten, Willy, mengambil hasil rekapitulasi PPS dan keesokan harinya dari media diketahui adanya perubahan jumlah angka perolehan pasangan Prabowo-Hatta dari 014 menjadi 814," ujar Rudi lebih lanjut.
Menurut Ananta Wahana, KPU Kabupaten Tangerang menganggap kesalahan tersebut hanyalah masalah teknis belaka dengan mengatakan salah contreng dan tidak perlu diperpanjang lagi serta akan dikoreksi segera. "Sulit untuk dapat diterima akal sehat, karena tinggal pemindaian (scan) kok angkanya bisa berubah. Yang paling masuk akal adalah ada upaya mengubah hasil perolehan suara dengan menambah sedikit lekukan di atas angka 0 - sehingga berubah menjadi angka 8. Namun demikian, hal itu tidak disadari oleh yang melakukan, angka 0 menjadi angka 8 akan mengubah seluruh potret DPT yang existing, kuota DPT yang diperbolehkan untuk satu TPS dan hasil akhir," tegas Ananta.
Terkait dengan kasus ini, Rudi Irianto menjelaskan dugaan manipulasi penghitungan suara menjadi terbukti. Dan, dirinya berencana melakukan gugatan kepada KPU dan melaporkan hal ini.
"Demi pilpres yang bersih dan jujur serta pembelajaran bagi daerah lain, saya berencana menggugat KPU dan melaporkan kasus ini ke polisi. Jika kecerobohan KPU hanya dianggap sebagai kesalahan teknis saja, akan menjadi apa demokrasi di Indonesia?" katanya.
Bagi Rudi, dirinya, panitia pemungutan suara lain dan juga saksi-saksi hanyalah rakyat kecil. Mereka berharap, menyaksikan demokrasi yang bersih dan jujur yang merupakan idaman dan harapan seluruh bangsa. Sebagai rakyat kecil, ia dan teman-temannya terpanggil untuk terlibat secara aktif dalam pilpres dengan menawarkan kejujuran dan bukan manipulasi.
"Adalah tidak mungkin, hanya sekadar kesalahan pencontrengan yang terjadi di KPU. Ada niat tidak baik di dalamnya untuk mengubah hasil perolehan yang sebenarnya. Kekhawatiran ada permainan di KPU terbukti sudah," tegas Rudi.
Tiga Lembaga Survey Beberkan Biaya Yang Dikeluarkan
Jakarta – Tiga
lembaga survei yakni Lingkaran Survei Indonesia, Indonesia Research
Center dan Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis)
membeberkan biaya yang dikeluarkan untuk melakukan hitung cepat atau
quick count dalam Pemilihan Presiden 2014.
Dari tiga lembaga itu yang paling banyak keluar dana adalah IRC.
“Saya 2.000 dengan 1.800 sampel utama Rp 2,5 miliar,” kata peneliti IRC,
Yunita Mandolang dalam diskusi “Republik Quick Count” di Cikini,
Jakarta, Sabtu (12/7).
Menurut Yunita, anggaran untuk hitung cepat dibiayai media. “RCTI, MNC TV, dan Global TV. Jadi mereka yang membeli,” ujarnya.
Namun demikian, Yunita mengaku, hal tersebut tidak serta merta
membuat lembaganya tidak kredibel. “Kami tetap netral, bisa dijamin.
Silakan diaudit,” ucapnya.
Sementara itu, peneliti LSI, Adjie Alfaraby menyatakan, mereka
mengeluarkan biaya Rp 1,2 miliar untuk hitung cepat. Pembiayaannya
berasal dari LSI. “2000 TPS, relawan 2.000, Rp 1,2 miliar,” ucapnya.
Direktur Eksekutif Puskaptis, Husain Yazid mengatakan, lembaganya
mengeluarkan biaya Rp 1-1,2 miliar untuk hitung cepat. Dana itu berasal
dari Puskaptis sendiri.
“Karena variabel banyak antara 1 sampai 1,2 miliar. Itu biaya
Puskaptis karena kami ada beberapa anak perusahan yang membantu,”
tandasnya.
Rekapitulasi Suara Pilpres Prabowo Jadi Presiden Pilihan Rakyat
Surabaya, Semkakin adanya ketegangan dari tim sukses pendukung kedua Capres dan Cawapres Prabowo Subianto - Hattarajasa maupun Joko Widodo – Jusuf Kalla, dengan menklain bahwa dirinya sebagai Presiden pilihan rakyat karena memenangkan di Pilpres sebagai suara terbanyak.
Akhirnya dengan ketegangan ini, Capres Prabowo Subianto minta kepada tim pendukung Merah Putih , Relawan maupun masyarakat pendukung lainnya supaya menahan diri agar tidak terjadi gesekan atau masalah yang tidak di inginkan, hal ini juga serupa yang di sampaikan Capres Joko Widodo baru – baru ini di berbagai media elektronik maupun media masa.
Menurut Ketua LSM. Pemantau Kinerja Aparatur Pemerintahan Pusat Dan Daera ( PKA – PPD ) juga selaku Ketua Kordinator untuk seluruh Wilayah Indonesia Lahane Aziz melansir dari hasil laporan KPU Luar Negeri ( Arab Saudi ) melalui media elektronik, bahwa pasangan Capres Prabowo – Hatta unggul suaranya 70 % dan Capres Jokowi – Kalla Cuma 30% suaranya.
Sementara hasil survey LSM.PKA-PPD, untuk Wilayah Indonesia Timur khususnya seluruh Sulawesi, suara Capres Prabowo – Hatta unggul 60% sedangkan Capres Jokowi - Kalla hanya 40% suara, kemudian untuk Ambon dan Papua 67 % menang suara Capres Prabowo – Hatta dan Capres Jokowi – Kalla hanya 33% mendapat suara, serta untuk Wilayah Gorontalo dan Ternate 58% suara dimenangkan Capres Prabowo – Hatta, sedangkan Capres Jokowi – Kalla dapat 42% suara, dan seluruh Kalimantan, NTT suara Capres Prabowo – Hatta mencapai 56% sisanya 44% suara milik Capres Jokowi – Kalla.
Jadi kalau dilihat dari hasil rekapitulasi suara luar negeri ( Arab Saudi ) 70% belum suara dari luar negeri lainnya di tambah suara pemenang rata - seluruh Indonesia Timur dan Kalimantan antara 10% - sampai 15% suara dimenangkan Capres Prabowo – Hatta.
Maka dari hasil rekapitulasi suara yang dilaporkan Relawan kami, Ketua LSM.PKA – PPD Kordinator seluruh Wilayah Negara Kesatuan Repoblik Indonesia ( NKRI ) Lahane Aziz sudah dapat memastikan dengan jelas Capres Prabowo – Hatta, sebagai Presiden – RI tahun 2014 – 2019 yang mencintai rakyatnya.
Lebih dari 22.000 Orang Dukung Petisi Cabut Izin TVOne
Jakarta
- Pemberitaan stasiun televisi nasional TVOne dianggap melakukan
pembohongan publik lewat pemberitaannya selama masa pemilihan presiden
(pilpres) sehingga memicu dibuatnya petisi untuk menuntut pencabutan
izin siaran televisi milik Aburizal Bakrie itu.
Petisi www.change.org/CabutIzinTVOne diinisiasi oleh seorang
pemuda asal Lhokseumawe, Teuku Kemal Fasya, telah mendulang dukungan
lebih dari 22.000 suara hanya dalam tempo dua hari.
"Seruan ini kami lakukan sebagai tanggung jawab warga negara untuk
mendapatkan informasi yang sehat dan benar. Untuk itu, kami menyerukan
mencabut izin penyiaran TV One karena televisi yang menggunakan
frekuensi berjaringan itu terbukti secara sistematis, terencana,
sporadis, dan cukup lama menyebarkan kabar bohong, propaganda, dan
fitnah yang bisa mengarah kepada perpecahan nasional," kata Kemal dalam
petisinya.
Kemal sebenarnya tidak mempermasalahkan preferensi politik setiap
lembaga penyiaran. Namun, ia menganggap pemihakan itu tidak boleh
melanggar etika dan prinsip demokrasi penyiaran yang telah diatur
didalam UU No. 40 tahun 1999 tentang Undang-undang Pokok Pers, UU No. 32
tentang Penyiaran, UU No. 42 tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden, PP No. 11 tahun 2005 tentang Penyelenggaran Penyiaran
Lembaga Penyiaran Publik, dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar
Program Siaran (P3 dan SPS) Komisi Penyiaran Indonesia.
Menurut Kemal, lembaga penyiaran apapun harus tunduk dan memiliki
tanggung jawab untuk menyampaikan informasi secara adil, merata, dan
seimbang.
Dia mengatakan, setiap lembaga penyiaran harus memiliki tujuan
penyampaian pendapat secara sehat dan demokratis, mengedukasi,
memelihara kemajemukan bangsa, dan menjaga integrasi bangsa.
“Apa yang dilakukan TV One bukan saja melanggar ketentuan penyiaran,
tapi juga penistaan pada prinsip utama pemilu seperti memberikan kabar
bohong tentang survei Gallup, membangun opini meresahkan tentang bahaya
komunisme yang mendiskreditkan salah seorang kandidat presiden Joko
Widodo,” tandasnya.
"Melakukan kampanye kepada pasangan Prabowo Subianto – Hatta Rajasa
pada hari tenang 6-8 Juli 2014, menyiarkan hasil hitung cepat dari
lembaga yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kredibilitas
metodologisnya, dan menyembunyikan hasil survei yang berbeda dengan
preferensi politik TVOne."
Dian Paramita, warga Yogyakarta yang juga ikut membuat petisi untuk
TVOne, mengatakan di negara demokrasi, penyebaran berita atau informasi
sangat penting untuk kebutuhan masyarakat dalam menentukan pilihan
politiknya.
Dalam prosesnya, masyarakat memiliki kebebasan memperoleh berita atau informasi yang benar dan berhak menyampaikan pendapatnya.
Pihak media massa juga memilki kebebasan mencari dan menyebarkan
berita atau informasi. Namun, karena sebuah media massa memiliki
pengaruh yang besar dalam pembentukan pendapat, sikap, dan perilaku
masyarakat, maka media massa wajib bertanggung jawab dalam melaksanakan
fungsinya sesuai peraturan undang-undang.
“Akan tetapi, sebagai media massa yang menyebarkan berita menggunakan
frekuensi milik rakyat, TVOne telah menyebarkan beberapa berita yang
tak akurat dan cenderung misleading," katanya.
Dua petisi tersebut ditujukan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
untuk segera menindak lembaga penyiaran yang dianggap sudah menyalahi
peraturan perundang-undangan tentang lembaga penyiaran.
Sebagai open platform, Change.org menjadi sebuah wadah bagi para
penggunanya untuk menyampaikan aspirasinya melalui media sosial.
Forum Rektor Indonesia Tolak Pernyataan Burhanuddin Muhtadi
Sabtu, 12 Juli 2014
RMOL. Pernyataan
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi,
yang mengatakan jika bukan Jokowi keluar sebagai pemenang Pilpres maka
KPU salah hitung, semakin meyakinkan masyarakat akan keberpihakan
lembaga survei dalam metode kuantitatif riset.
Demikian
disampaikan Ketua Forum Rektor Indonesia, Prof. Laode M Kamaluddin,
dalam pernyataan kepada wartawan, Sabtu (12/7). Laode menilai pernyataan
tersebut mengandung aroma keberpihakan yang di dalam metode
quantitative riset dikatagorikan bias statement dari pelaku peneliti.
"Padahal
yang menjadi syarat untuk menjadi peneliti harus objektif dengan data
real dan opini pelaku peneliti tidak boleh dijadikan opini. Oleh karena
itu pernyataan tersebut ditolak karena tidak sesuai dengan kaidah
statistik yang dianut dunia akademis," papar Laode
Karena itu,
menurut Laode, sebaiknya media massa melakukan diskualifikasi kepada
lembaga seperti demikian dan sekaligus pelakunya.
"Karena empat
hari terakhir ini lembaga-lembaga survei sudah menurunkan martabatnya
sendiri, maka sebaiknya media massa berpaling pada data real count,"
demikian Laode.
Dua malam lalu, Direktur Eksekutif Indikator
Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, yakin benar dengan hasil hitung
cepat yang dilakukan lembaganya untuk Pilpres. Indikator menunjukkan
kemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan 52,95 persen, sementara
Prabowo-Hatta hanya mendapat 47,05 persen.
Terlebih, lanjut dia, banyak lembaga survei mainstream lain yang juga menunjukkan hasil serupa.
"Kalau
hasil hitungan resmi KPU nanti terjadi perbedaan dengan lembaga survei
yang ada di sini, saya percaya KPU yang salah," kata Burhan.
Burhanudin Muhtadi Bisa Picu Konflik Horizontal
Jakarta - Pernyataan
Direktur Eksekutif Indikator Burhanudin Muhtadi dianggap bisa memicu
konflik horizontal. Burhanudin menyatakan, jika hasil real count Komisi
Pemilihan Umum (KPU) berbeda dengan hasil quick count lembaga survei
miliknya, maka hal itu adalah sebuah kesalahan.
Menurut Burhanudin, quick count lembaga survei Indikator dan lembaga survei lain yang memenangkan pasangan capres dan cawapres Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK), sudah melakukan survei dengan benar.
"Pendapat Burhanudin bisa jadi blunder dan memercikkan api konflik horizontal," ujar Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago kepada Sindonews, Jumat (11/7/2014).
Bukan tempatnya Burhanudin menyampaikan pendapat demikian. Karena KPU adalah lembaga independen. KPU tidak boleh disalahkan atau diintervensi oleh siapapun, jika hasil real count berbeda dengan hasil quick count versi lembaga Burhanudin maupun lembaga survei lainnya yang memenangkan pasangan Jokowi-Jusuf Kalla.
"KPU sebagai penyelenggara pemilu harus kita awasi, saya sepakat. Namun kalau kemudian menyalahkan data real qount KPU dibandingkan dengan quick count, menurut saya bisa membuat suasana semakin keruh," katanya.
Indikator atau lembaga survei yang dipimpin Burhanudin merupakan salah satu lembaga survei rujukan pasangan capres dan cawapres Jokowi-JK.
Berdasar quick count lembaga rujukan pasangan nomor dua itu, mereka memenangkan pasangan Jokowi-JK dengan perolehan 52,95 persen. Sementara pasangan capres nomor urut 1 Prabowo Subianto-Hatta Rajasa hanya memperoleh 47,05 persen.
Menurut Burhanudin, quick count lembaga survei Indikator dan lembaga survei lain yang memenangkan pasangan capres dan cawapres Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK), sudah melakukan survei dengan benar.
"Pendapat Burhanudin bisa jadi blunder dan memercikkan api konflik horizontal," ujar Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago kepada Sindonews, Jumat (11/7/2014).
Bukan tempatnya Burhanudin menyampaikan pendapat demikian. Karena KPU adalah lembaga independen. KPU tidak boleh disalahkan atau diintervensi oleh siapapun, jika hasil real count berbeda dengan hasil quick count versi lembaga Burhanudin maupun lembaga survei lainnya yang memenangkan pasangan Jokowi-Jusuf Kalla.
"KPU sebagai penyelenggara pemilu harus kita awasi, saya sepakat. Namun kalau kemudian menyalahkan data real qount KPU dibandingkan dengan quick count, menurut saya bisa membuat suasana semakin keruh," katanya.
Indikator atau lembaga survei yang dipimpin Burhanudin merupakan salah satu lembaga survei rujukan pasangan capres dan cawapres Jokowi-JK.
Berdasar quick count lembaga rujukan pasangan nomor dua itu, mereka memenangkan pasangan Jokowi-JK dengan perolehan 52,95 persen. Sementara pasangan capres nomor urut 1 Prabowo Subianto-Hatta Rajasa hanya memperoleh 47,05 persen.