Emilia (35) guru SDN 1 Desa
Bangun Harjo,
wilayah ujung Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) Sumsel.
|
Disaat para pegawai
berbondong-bondong rebutan pindah mengabdi di kota, dengan segala fasilitisas
yang mendukung, hingga saling sikut, bahkan rela membayar. Berbanding terbalik
dengan yang dilakukan Emilia (35) seorang guru SD Negeri 1 di Desa Bangun Harja
SP6, Kecamatan Plakat Tinggi Musi Banyuasin Sumsel.
Sejak 22 tahun silam guru yang
sebelumnya hanyalah seorang tenaga honorer biasa ini mengabdikan dirinya
mengajar. Tidak ada yang ia banggakan, ketulusanya berbagi dengan
anak-anak Desa adalah kebahagian baginya, meskipun jarak yang harus ditempuh
satu jam dari pusat Kecamatan menggunakan motor, dan bahkan motornya sesekali
harus didorong ketika melalui jembatan kayu saat memasuki Desa.
“Saya sudah 22 tahun mengajar
disana, dari jalan masih tanah liat, sampai jalan batu hingga kini ada beberapa
mulai diaspal. Tidak ada yang saya cari,
bayangkan 22 tahun lalu hanya ada empat orang guru, jika semua pindah ke Kota
lalu siapa lagi yang mengajar di pelosok seperti ini, kasihan anak-anak,”ujar
wanita berkerudung ini ketika ditemui
Sripo usai upacara HUT Guru Nasional di halaman kantor Kecamatan Plakat
Tinggi, Selasa (25/11/2014)
Diceritakan ibu dua anak ini,
menjadi seorang guru itu bukan hal mudah, apalagi menjadi guru SD, butuh ektra
kesabaran, ektra ketekunan. Saat
anak-anak mulai bertingkah, Ia harus punya trik untuk membuat semua anak mau
mendengar penjelasanya. Ditambah lagi, setiap tahun kurikulum selalu berubah sesuai
dengan siapa Pemimpinnya, ini jadi hambatan tersendiri bagi seorang guru.
“Kami mulai nyaman dengan
kurikulum 2013 ini, meskipun bukunya terlambat dan kami harus cari di internet
dan download sendiri, kami cetak sendiri. Sekarang Pemerintah katanya melakukan
revisi dengan kurikulum ke-13, ini sungguh membuat kami bingung,”ujarnya dengan
nada cukup lirih menceritkan kisahnya
Bukan itu saja, diungkapkanya,
Desa Bangun Harja yang berada diujung Kabupaten, dengan kondisi serba
kekurangan, peralatan serba kekurangan, tidak ada sinyal, apalagi koneksi
internet sungguh tantangan kami, katanya kami harus melek internet. Tapi mau
menggunakan internet dimana?, koneksinya saja tidak ada.
“Inilah, program pemerintah itu
sangat baik. Tapi antara program dengan pembangunan infrastruktur tidak
singkron, kalau akses bagus, fasilitas cukup saya yakin guru di pelosok juga
mau mengajarkan hal itu kepada siswanya. Jalan saja kami rusak, lampu pun lebih
sering mati, inilah kondisi kami,” ucapnya
Kesabaranya mengabdi dan berjuang demi
pendidikan anak di desa ujung Kabupaten Muba ini membuahkan hasil. SDN 1 yang
dulu hanya memilik empat ruang kelas kini bertahap telah mendapat sentuhan
perbaikan dari Pemerintah, SD tersebut telah ada ruang perpustakaan sendiri.
Meskipun sampai sekarang belum ada pagar sehingga ketika jam istirahat siswa
dapat keluar kemana saja.
“Yah alhamdulillah ada perbaikan,
kami ucapkan terimakasih pada pemerintah, kalau boleh meminta saat ini kami
butuh pagar,”pungkasnya sambil tersenyum. (SRIPOKU.COM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar