Jakarta
– WARA - Setelah Komisi
Pemberantasan Korupsi menetapkan calon kapolri Komjen Budi Gunawan sebagai
tersangka kasus korupsi, sejumlah karyawan komisi antikorupsi tersebut mengaku
menerima teror. Teror ini dilakukan oleh orang-orang yang tak dikenal.
Apa saja bentuk-bentuk teror tersebut?
Harian Kompas edisi Kamis (12/2/2015) merinci bentuk-bentuk teror tersebut melalui tulisan yang berjudul "Saat Pegawai Memilih Tak Pulang".
Berikut ini tulisannya:
Sudah lewat tengah malam ketika seorang jaksa perempuan di Komisi Pemberantasan Korupsi bertanya kepada tim krisis di kantornya, siapa yang mengantarnya pulang ke rumah. Sementara itu, sebagian pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi lainnya dini hari itu memilih menginap di kantor. Mereka merasa keselamatannya terancam jika pulang ke rumah.
Sore hari sebelumnya ada kejadian yang menjurus pada ancaman fisik terhadap salah seorang keluarga pegawai KPK oleh orang tak dikenal. Awalnya, dia hendak menjemput istrinya yang bekerja sebagai salah seorang pejabat struktural bidang hukum di KPK. Sebelum menjemput istrinya, dia menelepon dari samping gedung KPK. Saat menelepon itulah datang orang tak dikenal menggunakan sepeda motor menghampirinya. Tiba-tiba pengendara sepeda motor ini dengan nada tinggi bertanya mengapa dia memotret menggunakan kamera telepon genggam.
Merasa aneh dengan pertanyaan orang tak dikenal itu, suami pegawai KPK balas mengatakan apa maksud pertanyaannya. Namun, si pengendara motor ini langsung hendak merampas telepon genggamnya. Beruntung suami pegawai KPK ini bisa menghindar dan segera masuk ke gedung KPK. Ketika itulah dia melihat ada pistol yang terselip di pinggang pengendara sepeda motor tersebut.
Teror dan ancaman terhadap pegawai KPK juga langsung datang ke rumah. Rumah sejumlah pegawai KPK didatangi orang tak dikenal. Orang-orang tak dikenal ini langsung menemui anak-anak dan istri para pegawai KPK serta meminta agar suaminya berhenti menjadi pegawai KPK.
Bahkan, yang lebih terang-terangan, salah seorang pejabat struktural KPK di bidang penyidikan tiba-tiba didatangi seseorang dari instansi asalnya yang memiliki pangkat lebih tinggi. Kepada pejabat KPK ini, dia memaksa agar dalam batas waktu tertentu harus segera mengundurkan diri dari KPK. Permintaan itu disertai ancaman bahwa data keluarganya sudah diketahui oleh pihak yang meminta pejabat KPK tersebut mundur.
Merasa keluarganya ikut terancam, akhirnya dia mengajukan pengunduran diri. Meski sudah mengajukan proses pengunduran diri, dia terus didesak segera mundur. Orang yang memintanya mundur ini tak peduli bahwa ada prosedur yang harus dilalui jika seorang pejabat struktural mundur dari KPK.
Khawatir ancaman terhadap keluarganya menjadi nyata, akhirnya istri, anak, dan menantunya pun ikut diungsikan ke tempat yang aman dan dengan alamat yang tak diketahui oleh si pengancam.
Sejak KPK menetapkan calon kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Komisaris Jenderal Budi Gunawan, sebagai tersangka kasus korupsi, ketegangan terjadi setiap hari. Terlebih setelah Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto ditangkap polisi dan dijadikan tersangka terkait kasus memerintahkan kesaksian palsu di pengadilan, pimpinan KPK lain pun ikut dilaporkan ke polisi. Dalam proses itulah sejumlah pegawai struktural KPK ikut dipanggil polisi.
Saat ketegangan semakin meningkat dan makin susah dikendalikan, KPK pun membentuk tim krisis. Tim krisis ini pula yang coba memberikan bantuan kepada para pegawai yang mendapatkan teror, antara lain dengan menyiapkan tim pengawalan bagi pegawai KPK yang harus pulang malam atau dini hari.
Pembunuhan
KPK merasa teror dan intimidasi terhadap para pegawai dan keluarga mereka sejak penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka makin mengkhawatirkan. Bentuk teror bahkan sampai berupa ancaman pembunuhan.
”Sebagai pimpinan KPK, kami ingin mengonfirmasi, benar telah terjadi dan ada ancaman yang sangat serius terhadap penyidik kami, terhadap struktural kami, dan staf kami. Ancaman ini sungguh-sungguh sangat serius,” ujar Bambang.
Tim independen yang dibentuk oleh Presiden Joko Widodo untuk memberikan masukan terkait kekisruhan KPK dengan Polri pasca-penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka, kemarin, datang ke KPK untuk mendengarkan langsung keluhan para pegawai KPK yang mendapatkan teror dan intimidasi.
Bagi para pegawai KPK, jika teror dan ancaman itu langsung ditujukan kepada mereka, hal tersebut tak terlalu berarti karena bagian dari risiko pekerjaan selama ini. Namun, ketika teror itu juga mulai merembet ke anggota keluarga, istri, dan anak-anak, mereka menjadi tidak nyaman.
”Rupanya ada perasaan dari staf KPK yang tidak nyaman dengan situasi sekarang ini, termasuk ada yang merasa diteror, diancam, diintimidasi sehingga kegalauan staf ini menjadi concern. Nah, sebagian staf tadi curhat juga,” kata Jimly Asshiddiqie dari tim independen.
Kini, semua bergantung kepada Presiden Joko Widodo. Kecepatan, ketegasan, dan keberanian Presiden dalam mengatasi masalah ini dan menyelamatkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia pada umumnya ditunggu tidak hanya oleh para pegawai KPK, tetapi juga seluruh rakyat Indonesia. Sejarah akan mencatat langkah Presiden dalam menangani kasus ini. (Kompas.com)
Apa saja bentuk-bentuk teror tersebut?
Harian Kompas edisi Kamis (12/2/2015) merinci bentuk-bentuk teror tersebut melalui tulisan yang berjudul "Saat Pegawai Memilih Tak Pulang".
Berikut ini tulisannya:
Sudah lewat tengah malam ketika seorang jaksa perempuan di Komisi Pemberantasan Korupsi bertanya kepada tim krisis di kantornya, siapa yang mengantarnya pulang ke rumah. Sementara itu, sebagian pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi lainnya dini hari itu memilih menginap di kantor. Mereka merasa keselamatannya terancam jika pulang ke rumah.
Sore hari sebelumnya ada kejadian yang menjurus pada ancaman fisik terhadap salah seorang keluarga pegawai KPK oleh orang tak dikenal. Awalnya, dia hendak menjemput istrinya yang bekerja sebagai salah seorang pejabat struktural bidang hukum di KPK. Sebelum menjemput istrinya, dia menelepon dari samping gedung KPK. Saat menelepon itulah datang orang tak dikenal menggunakan sepeda motor menghampirinya. Tiba-tiba pengendara sepeda motor ini dengan nada tinggi bertanya mengapa dia memotret menggunakan kamera telepon genggam.
Merasa aneh dengan pertanyaan orang tak dikenal itu, suami pegawai KPK balas mengatakan apa maksud pertanyaannya. Namun, si pengendara motor ini langsung hendak merampas telepon genggamnya. Beruntung suami pegawai KPK ini bisa menghindar dan segera masuk ke gedung KPK. Ketika itulah dia melihat ada pistol yang terselip di pinggang pengendara sepeda motor tersebut.
Teror dan ancaman terhadap pegawai KPK juga langsung datang ke rumah. Rumah sejumlah pegawai KPK didatangi orang tak dikenal. Orang-orang tak dikenal ini langsung menemui anak-anak dan istri para pegawai KPK serta meminta agar suaminya berhenti menjadi pegawai KPK.
Bahkan, yang lebih terang-terangan, salah seorang pejabat struktural KPK di bidang penyidikan tiba-tiba didatangi seseorang dari instansi asalnya yang memiliki pangkat lebih tinggi. Kepada pejabat KPK ini, dia memaksa agar dalam batas waktu tertentu harus segera mengundurkan diri dari KPK. Permintaan itu disertai ancaman bahwa data keluarganya sudah diketahui oleh pihak yang meminta pejabat KPK tersebut mundur.
Merasa keluarganya ikut terancam, akhirnya dia mengajukan pengunduran diri. Meski sudah mengajukan proses pengunduran diri, dia terus didesak segera mundur. Orang yang memintanya mundur ini tak peduli bahwa ada prosedur yang harus dilalui jika seorang pejabat struktural mundur dari KPK.
Khawatir ancaman terhadap keluarganya menjadi nyata, akhirnya istri, anak, dan menantunya pun ikut diungsikan ke tempat yang aman dan dengan alamat yang tak diketahui oleh si pengancam.
Sejak KPK menetapkan calon kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Komisaris Jenderal Budi Gunawan, sebagai tersangka kasus korupsi, ketegangan terjadi setiap hari. Terlebih setelah Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto ditangkap polisi dan dijadikan tersangka terkait kasus memerintahkan kesaksian palsu di pengadilan, pimpinan KPK lain pun ikut dilaporkan ke polisi. Dalam proses itulah sejumlah pegawai struktural KPK ikut dipanggil polisi.
Saat ketegangan semakin meningkat dan makin susah dikendalikan, KPK pun membentuk tim krisis. Tim krisis ini pula yang coba memberikan bantuan kepada para pegawai yang mendapatkan teror, antara lain dengan menyiapkan tim pengawalan bagi pegawai KPK yang harus pulang malam atau dini hari.
Pembunuhan
KPK merasa teror dan intimidasi terhadap para pegawai dan keluarga mereka sejak penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka makin mengkhawatirkan. Bentuk teror bahkan sampai berupa ancaman pembunuhan.
”Sebagai pimpinan KPK, kami ingin mengonfirmasi, benar telah terjadi dan ada ancaman yang sangat serius terhadap penyidik kami, terhadap struktural kami, dan staf kami. Ancaman ini sungguh-sungguh sangat serius,” ujar Bambang.
Tim independen yang dibentuk oleh Presiden Joko Widodo untuk memberikan masukan terkait kekisruhan KPK dengan Polri pasca-penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka, kemarin, datang ke KPK untuk mendengarkan langsung keluhan para pegawai KPK yang mendapatkan teror dan intimidasi.
Bagi para pegawai KPK, jika teror dan ancaman itu langsung ditujukan kepada mereka, hal tersebut tak terlalu berarti karena bagian dari risiko pekerjaan selama ini. Namun, ketika teror itu juga mulai merembet ke anggota keluarga, istri, dan anak-anak, mereka menjadi tidak nyaman.
”Rupanya ada perasaan dari staf KPK yang tidak nyaman dengan situasi sekarang ini, termasuk ada yang merasa diteror, diancam, diintimidasi sehingga kegalauan staf ini menjadi concern. Nah, sebagian staf tadi curhat juga,” kata Jimly Asshiddiqie dari tim independen.
Kini, semua bergantung kepada Presiden Joko Widodo. Kecepatan, ketegasan, dan keberanian Presiden dalam mengatasi masalah ini dan menyelamatkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia pada umumnya ditunggu tidak hanya oleh para pegawai KPK, tetapi juga seluruh rakyat Indonesia. Sejarah akan mencatat langkah Presiden dalam menangani kasus ini. (Kompas.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar