Jakarta - WARA - Tidak hanya menasehati Menteri Kelautan dan Perikanan Susi
Pudjiastuti, Wakil Ketua Komisi IV DPR Titik Soeharto juga mengkritik Susi.
Titiek sependapat dengan Ketua Umum
Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Yusuf Solihin yang menyebut Menteri
Susi otoriter dalam mengambil kebijakan.
Menteri Susi seharusnya berdiskusi
terlebih dulu dengan pelaku usaha di sektor kelautan dan perikanan yaitu
pengusaha dan nelayan, sebelum membuat aturan. Selama ini, mereka seperti tidak
dianggap oleh Susi.
"Jadi sebelum dikeluarkan
disosialisasikan dulu. Jangan mencekik mereka, mau kolaps mau mati semua nanti.
Kalau bisa mereka di lapangan itu panggil juga," ucap Titiek ketika
ditemui usai rapat di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (21/1).
Dalam pandangan Titiek, dalam
membuat aturan Menteri Susi memukul rata semua permasalahan. Padahal setiap
daerah mempunyai budaya dan masalah yang berbeda-beda. "Peraturan itu
digeneralisasi padahal tidak semua seperti itu," tegasnya.
Putri Presiden Soeharto ini mengaku
belum puas dengan kinerja Susi selama ini. Masih banyak keluhan dari nelayan
yang belum diperhatikan. Bahkan Titiek membandingkan kesejahteraan nelayan masa
Presiden Soeharto dengan saat ini.
"Zaman Pak Harto sangat
diperhatikan, lebih baik dari saat ini. Kaya petani nelayan bisa menabung bisa
naik haji. Sekarang ini mencekik sekali. Pak Harto menjadikan petani nelayan
prioritas tulang punggung," ucapnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Himpunan
Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Yusuf Solihin dalam rapat menyampaikan
kekecewannya pada kebijakan Menteri Susi. Menurutnya, Susi dalam mengambil
kebijakan tidak pernah mendengar dan mengajak pengusaha lokal. Hal ini dinilai
tidak demokratis.
"Kami sangat bangga punya
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, ketika membuat gebrakan ilegal
fishing, blusukan tapi ketika membuat kebijakan tertulis berbalik, jadi harapan
kami hadir memperjuangkan kami," ucap Yusuf.
Menurut Yusuf, Menteri Susi dalam
mengambil kebijakan seharusnya melindungi para pengusaha lokal sebagai pelaku.
Kementerian hanya bertugas sebagai regulator, sedangkan di lapangan dirasakan
langsung oleh pengusaha.
"Kebijakan dibicarakan dulu
dengan asosiasi, dan seperti apa dilaksanakan. Karena bukan pemerintah, tapi
kami yang melaksanakan," tuturnya.
Dengan begitu, dia menilai Susi
telah mengesampingkan prinsip demokrasi yang seharusnya menerima aspirasi
masyarakat untuk mengambil kebijakan. "Nampaknya kalau kita sepakat
mengangkat demokrasi, kebijakan harus aspiratif bukan otoritatif atau
otoriter," tutupnya. (Merdeka.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar