Jakarta -
WARA - Jokowi dikelilingi ‘orang-orang kuat’ yang punya banyak kepentingan
politik.
Baru saja
tadi saya telah melakukan pertemuan dengan Wakil Presiden, Menko Polhukam,
Jaksa Agung dan beberapa menteri serta dengan Ketua KPK dan Wakapolri.
Dan saya
sampaikan kepada Ketua KPK, Wakapolri, sebagai kepala negara, saya meminta
kepada institusi Polri dan KPK, memastikan proses hukum yang ada harus obyektif
dan sesuai Peraturan Undang-undang yang ada.
Tadi saya
meminta sebagai kepala negara, agar institusi Polri dan KPK tidak terjadi
gesekan dalam menjalankan tugas masing-masing.
Dua hal
itu tadi yang saya sampaikan. Dan kita berharap semua juga media terutama,
menyampaikan hal-hal yang obyektif. Saya kira itu yang bisa saya sampaikan.
Demikian isi pidato yang disampaikan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) di halaman Istana Bogor, Jumat (23/01/2015) siang.
Pidato ini disampaikan untuk menyikapi penangkapan Wakil Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto oleh petugas Bareskrim Polri.
Saat menyampaikan pidato, Jokowi didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menko
Polhukam Tedjo Edhy Purdjianto, Sekretaris Kabinet Andi
Widjajanto, Plt Kapolri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti, dan Ketua KPK
Abraham Samad.
Tak kurang lima menit pidato itu
disampaikan Jokowi. Setelah itu, sejumlah karyawan di tetangga kantor saya
berteriak,”Huuu…” Saya juga mendapat laporan, banyak masyarakat yang kecewa
atas sikap presiden kita ini. Bahkan, seorang karyawan sempat mengajak saya
membuat buku berjudul “Mati Kecewa Ala
Indonesia”. Barangkali, ini hanya umpatan kekesalan dia saja pada sikap
Jokowi.
Tak hanya karyawan dan masyarakat
pinggiran, Relawan Salam 2 Jari, salah satu mesin utama Jokowi-JK pada Pilpres
2014, juga merasakan hal sama. Mereka menilai, Jokowi tak tegas menyikapi
penangkapan Bambang Widjajanto. "Sikap
Presiden Jokowi dalam masalah Polri-KPK mengecewakan," kicau musisi
Addie MS lewat akun twitter @addiems.
"Yuk Tagih Janji Kampanye @jokowi_do2 yang akan memilih orang baik dan
anti Korupsi" #SaveKPK #KriminalisasiKPK #DukungKPK," demikian
Charles Bonar Sirait, Relawan Salam 2 Jari lainnya dalam kicauan di twitternya.
Charles yakin, penangkapan BW (Bambang Widjajanto) terkait kasus Komjen Budi
Gunawan.
Seperti halnya mereka, praktisi
hukum dan pengacara kondang, Todung Mulya Lubis menilai pernyataan Jokowi
sangat mengecewakan. "Saya kecewa terhadap pernyataan presiden. Presiden
Jokowi seharusnya mengambil tanggung jawab, mengamankan KPK dari semua
intervensi campur tangan," kata Todung.
"Pernyataan Jokowi tidak lebih
tegas dari seorang Ketua Rukun Tetangga. Kita butuh seorang presiden, bukan
petugas partai,” ujar Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah.
"Pernyataan Jokowi tidak mencerminkan seorang kepala negara yang berpihak
terhadap upaya pemberantasan korupsi."
Pendek kata, masyarakat dari
berbagai macam profesi kecewa atas sikap Jokowi. Mereka menganggap sang
presiden telah menodai janji sendiri saat kampanye untuk menciptakan
pemerintahan yang bersih.
Sebenarnya, kekecewaan masyarakat
mulai muncul saat mereka mengetahui bahwa Kabinet Kerja yang dipimpin Jokowi
kebanyakan diisi oleh orang-orang yang punya kaitan dengan PDI Perjuangan,
partai politik dan kelompok-kelompok pendukungnya.
Kekecewaan masyarakat semakin
bertambah ketika Jokowi menunjuk HM Prasetyo sebagai Jaksa Agung. Meskipun
Prasetyo seorang mantan jaksa, namun dia adalah kader Partai NasDem, koalisi
pendukung Jokowi.
Seperti tak mendengar kejengkelan
publik, Jokowi—entah bergerak sendiri atau digerakkan pihak lain—terus
mengambil langkah kontroversi. Tanggal 9 Januari 2015, ia menunjuk Komisaris
Jenderal Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri. Penunjukkan ini
menimbulkan penolakan dari berbagai kalangan, termasuk dari para pendukungnya.
Sebab, Budi adalah salah satu nama yang mendapat “rapor merah” dalam daftar
calon menteri Presiden Jokowi yang diserahkan oleh KPK beberapa waktu lalu.
Apalagi tercium kabar, penunjukkan Budi sebagai calon Kapolri tak lepas dari
peran Megawati Sukarnoputeri, Ketua Umum PDI Perjuangan.
Jokowi memang dikelilingi oleh
‘orang-orang kuat’, seperti Megawati (Ketua Umum PDI Perjuangan), Surya Paloh
(Ketua Umum Partai NasDem), atau Jusuf Kalla, yang masih memiliki kekuatan
cukup besar di Partai Golkar. Inilah yang dinilai banyak kalangan membuat
Jokowi tak dapat bekerja secara leluasa, karena banyak politik kepentingan yang
bermain. Jangan-jangan benar apa yang disampaikan Megawati saat menjadi juru
kampanye Pilpres 2014 di Stadion Trikoyo, Klaten, Jawa Tengah, 5 April 2014
bahwa Jokowi adalah ‘petugas partai’.
Maka, jangan terlalu heran, kalau
hasil survei Pusat Studi Sosial dan Politik (Puspol) Indonesia beberapa hari
lalu menyebutkan, sebanyak 74,60% responden merasa tidak puas atas kepemimpinan
Jokowi-JK.
Teman-teman saya, yang mengetahui
soal ini lalu menelepon saya tadi malam. “Saatnya kita tinggalkan Jokowi, Mas,”
kata mereka. Padahal, mereka dulu adalah pendukung fanatik Jokowi dan mencoblos
lelaki asal Solo ini menjadi Presiden RI ketujuh. (indonesianreview.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar