Jakarta - WARA - Kementrian Ketenagakerjaan mendorong penyaluran tenaga kerja Indonesia ke luar negeri agar masuk pada sektor formal. Sehingga diharapkan tahun 2017 Indonesia sudah tidak lagi mengirim pembantu rumah tangga ke luar negeri.
Hal itu diungkapkan Menaker, M Hanif Dhakiri saat pertemuan bersama pengusaha di Kantor Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang dengan tema ‘Revolusi Mental Untuk Meningkatkan Kinerja’.
“Ke depan, ingin mendorong penempatan tenaga kerja ke luar negeri arahnya ke sektor formal. Kasarannya tidak usah kirim pembantu lagi,” kata Hanif dalam sambutannya, Sabtu (24/1/2015).
Sektor formal yang dimaksud yaitu pekerjaan yang butuh keterampilan misalnya perawat, pramugari, bahkan cleaning service. Menurut Hanif peluang kerja di luar negeri dengan keterampilan sangat terbuka luas.
“Mau jadi perawat silahkan, pramugari silahkan, cleaning service juga silahkan,” tegasnya.
Menaker berharap pihak PJTKI bisa mengarahkan agar pekerja bisa bekerja di sektor formal. Meski demikian Hanif mengakui masih ada PJTKI yang mengatakan pekerja informal lebih mudah karena tidak butuh dilatih.
“Katanya yang formal susah mencarinya. Misal buruh perawat, katanya susah cari perawat. Padahal di NTB itu ribuan perawat menganggur,” ujarnya.
Hanif berharap tahun 2017 Indonesia tidak lagi mengirimkan pembantu rumah tangga namun bekerja di sektor formal sesuai ‘jabatan’. Menurut Hanif pengawasan di sektor informal terutama pembantu rumah tangga cukup sulit karena berhubungan dengan tradisi, kultur, ruang lingkup rumah tangg, dan sistem hukum di negara lain.
“Kita cenderung mendorong penempatan tenaga kerja ke sektor formal dikembangkan, yang informal kita tekan. Mudah-mudahan tahun 2017 tidak perlu kirim pembantu lagi,” tandas Hanif. (detik)
Sementara itu untuk pembantu rumah tangga di sektor domestik, Kemenaker sudah mengeluarkan peraturan untuk melindungi pekerja rumah tangga yaitu Permenaker Nomor 2 Tahun 2015.
“Kita sudah buat Permen 2015 yang mengatur pelindungan pekerja rumah tangga terkait hak normatif soal jamkerja, cuti, dan sebagainya. Kita atur soal lembaga penyalur, hak kewajiban apa, kalau melanggar sanksinya apa. Kita atur agar ada perlindungan PRT,” kata Hanif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar