Presiden Brasil Dilma Roussef |
WARA - Pemerintah Brasil dan Belanda memanggil pulang Duta Besar mereka ke negara masing-masing usai warganya dieksekusi mati oleh regu tembak di Pulau Nusakambangan dini hari tadi. Padahal, sebelumnya Pemerintah Belanda dan Brasil memohon agar Indonesia membatalkan eksekusi mati tersebut.
Kantor berita
Reuters, Minggu, 18 Januari 2015 melansir Dubes Brasil untuk Indonesia,
Paulo Alberto Da Silveira Soares, ditarik pulang untuk berkonsultasi dengan
pemerintah. Mereka mengatakan eksekusi mati terhadap Marco Archer Cardoso
Moreira jelas akan berdampak ke hubungan bilateral kedua negara.
"Pemberlakuan
hukuman mati, yang dikecam oleh masyarakat dunia, jelas sangat mempengaruhi
hubungan dengan negara kami," ujar Presiden Dilma Roussef dalam sebuah
pernyataan yang dikeluarkan oleh kantor berita Brasil.
Sementara,
Pemerintah Belanda menarik Dubes Tjeerd de Zwaan, karena pemerintah tetap
mengeksekusi warga mereka, Ang Kiem Soei.
"Ini merupakan
sebuah hukuman yang kejam dan tidak berperikemanusiaan yang menolak martabat
dan integritas manusia," ujar Menteri Luar Negeri, Bert Koenders.
Sebelum dieksekusi,
pengacara Soei, berkicau di media sosial, bahwa kliennya berterima kasih atas
upaya Pemerintah Belanda untuk melobi Indonesia, kendati gagal. Soei pun
memilih untuk tetap dieksekusi dalam keadaan mata tidak ditutup.
Selain warga asal
Belanda dan Brasil, Indonesia turut mengeksekusi mati terpidana narkoba asal
Malawi, Nigeria dan Vietnam. Presiden Joko Widodo telah merestui eksekusi
hukuman mati setelah menolak grasi yang diajukan oleh para napi itu.
Ini merupakan
eksekusi pertama dan terbanyak setelah kali terakhir dilakukan pada 5 tahun
lalu. Penghidupan kembali hukuman mati dikecam oleh banyak pihak termasuk
organisasi Amnesti Internasional dan Uni Eropa.
"Ini merupakan
sebuah negara yang beberapa tahun lalu telah mengambil langkah positif untuk
menjauhi hukuman mati. Tetapi otoritas yang saat ini berkuasa sepertinya malah
mengambil langkah yang berbeda," ungkap Direktur Amnesti Internasional
kawasan Asia Tenggara, Rupert Abbott.
Sementara UE
beranggapan hukuman mati yang masih berlaku di Indonesia dianggap kejam dan
tidak manusiawi. (Viva)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar