Ketua Presidium IPW, Neta S Pane,
mengatakan, jika terjadi kerusuhan massal di Indonesia, Presiden Joko Widodo mesti
bertanggung jawab karena membiarkan Polri dalam kondisi status quo tanpa
kepemimpinan yang jelas.
"IPW mengingatkan Presiden
Jokowi bahwa mengangkat Plt Kapolri tidak bisa ujug-ujug atau serta merta dan
harus mengacu ke UU Polri," ujar Neta dalam rilis yang diterima
Tribunnews.com, Sabtu (17/1/2015).
Dalam Pasal 11 ayat 5 Undang Undang
No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, imbuh Neta, mewajibkan jika presiden
mengangkat Plt harus meminta persetujuan DPR.
Ironisnya, lanjut Neta, hingga saat
ini Jokowi belum meminta persetujuan DPR. Jika DPR tidak menyetujui
pengangkatan Plt Kapolri, Presiden wajib melantik Kapolri yang sudah mendapat
persetujuan DPR.
IPW prihatin dengan sikap bingung
Presiden Jokowi dalam menyikapi proses suksesi di Polri. Calon Kapolri yang
diusulkannya sudah disetujui DPR tapi kenapa kemudian tidak melantiknya dan
cenderung mengabaikan persetujuan DPR sebagai legitimasi suara rakyat.
"Tragisnya Jokowi larut dalam
suara segelintir orang hingga menunda pelantikan Budi Gunawan sebagai Kapolri,
yang dijadikan tersangka korupsi oleh KPK, yang sebenarnya belum memenuhi
kekuatan hukum dan penuh rekayasa," terang Neta.
Menurut Neta, sikap abu-abu Presiden
ini hanya menghancurkan supremasi hukum. Neta mengatakan Jokowi harus paham
bahwa Plt Kapolri tidak bisa mengeluarkan kebijakan strategis.
"Plt hanya bisa mengeluarkan
kebijaksan rutin, misalnya anggaran untuk gaji. Tapi jika untuk anggaran
operasional, seperti anggaran operasi pemberantasan terorisme Plt Kapolri harus
meminta izin dan persetujuan Presiden sebagai atasan Plt Kapolri," ujar
Neta.
Ini, menurut Neta, termasuk dalam
mengeluarkan keputusan untuk mutasi pejabat Polri, surat keputusannya harus
ditandatangi Presiden sebagai atasan Plt Kapolri. Begitu juga jika kerusuhan
massal, Presiden sebagai atasan Plt Kapolri harus bertanggung jawab. (Trb)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar