Cianjur - WARA - Kuasa Hukum Rani Andriani alias Melisa Aprilia,
terpidana mati kasus narkoba menilai, hukuman mati itu sangat tidak adil
mengingat putusan pengadilan negeri Tanggerang yang memvonis mati itu tidak mempertimbangkan
aspek piskologis Rani.
Selain itu, PN Tanggerang tidak
menghadirkan psikolog untuk menentukan kelayakan vonis hukuman mati terhadap
Rani.
"Waktu kejadian usia Rani di
bawah 20 tahun. Rani juga bisa dikatakan juga dari desa dan terjerat kehidupan
malam di Jakarta. Dan dalam kasus itu ia sebagai kurir bukan dikatakanlah
sebagai bandar. Ini jelas menimbulkan ketidakadilan yang baru. Sementara banyak
bandar-bandar narkoba dalam kasus besar hukumannya di bawah 20 tahun,"
ujar kuasa hukumnya, Yudi J, ketika ditemui, Jumat (16/1/2015).
Seperti diketahui, Rani merupakan
salah satu terpidana mati yang segera dieksekusi Kejaksaan Agung lantaran
grasinya ditolak pada 30 Desember 2014. Adapun Rani akan dieksekusi pada Minggu
18 Januari 2015.
Rani terjerat kasus penyelundupan
3,5 kilogram heroin yang divonis mati Pengadilan Negeri Tanggeran pada 22
Agustus 2000.
Dalam kasus tersebut, Rani ikut
jaringan peredaran narkotika yang dikendalikan sepupunya, Meirika Franola dan
seorang lurah di Rancagoong, Deni Setia Marhawan yang juga masih saudara. (Trb)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar