Pedagang poster foto Presiden Joko
Widodo di Pasar Baru, Jakarta Pusat
|
"Secara keseluruhan, iya
(Jokowi tak diakui)," kata Hariadi saat dihubungi Republika, Rabu
(3/12).
Menurutnya, tak dipasangnya foto
presiden justru menunjukan adanya sentimen Koalisi Merah Putih (KMP) terhadap
pemerintah.
Lazimnya, foto presiden dan wapres
selalu dipasang sebagai simbol pemerintah yang sah. Dalam tradisi pun, foto
presiden dan wapres selalu dipasang di instansi publik. Termasuk DPR yang
merupakan instansi kenegaraan.
"Pada dasarnya foto merupakan
simbol kekuasaan pemerintaan RI yang sah. Itu lazim dipasang di instansi
publik, kantor DPR itu pada dasarnya merupakan instansi kenegaraan. Tidak
memasang simbol kekuasaan pemerintahan itu penghinaan," tegasnya.
Meskipun begitu, ia mengatakan tak
ada kewajiban yang mengharuskan foto presiden dan wapres dipasang di gedung
parlemen. Namun, dengan adanya foto presiden di instansi publik dan kenegaraan
merupakan bentuk pengenalan publik terhadap pemimpin Indonesia serta menjadi
pendidikan politik bangsa.
Menurutnya, tindakan itu justru
menunjukan anggota DPR tak memiliki komitmen untuk membela kepentingan rakyat.
Anggota DPR justru terlihat lebih mementingkan politik dan partainya.
Untuk menghentikan kisruh internal
DPR yang tak kunjung selesai ini, Hariadi menilai, rakyat perlu melakukan
gerakan untuk menggugat para anggota dewan.
"Ini bisa diatasi oleh satu
cara, gerakan menggugat anggota dewan," ucapnya.
Protes terhadap anggota dewan ini,
tambahnya, perlu dilakukan guna menghentikan tingkah anggota dewan yang dinilai
hanya menuruti kemauan pemimpin partai. (REPUBLIKA.CO.ID)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar