Jakarta - WARA -
Mantan Ketua DPR RI, Marzuki Alie menyayangkan pemerintah tidak
cepat tanggap menyesuaikan harga BBM dalam negeri terhadap penurunan harga BBM
internasional yang saat ini di kisaran 60 dollar AS/barrel, jauh dari patokan
harga yang ditetapkan APBN 105 dollar AS/barrel.
“Kalau
melihat harga minyak dunia saat ini yang sudah mencapai kisaran 60-65 dollar
AS/ per barrel, maka seharusnya harga harga BBM
bersubsidi maupun non subsidi sudah turun dari harga pasar di Indonesia saat
ini. Aneh jika harga BBM non subsidi saat ini tidak turun dan BBM bersubsidi
tidak diturunkan, ada apa ini?” ujar Marzuki kepada wartawan di Jakarta, Kamis
(4/12/2014).
Dia
mencontohkan ketika harga minyak dunia mencapai titik tertinggi yaitu pada
kisaran 190 dollar AS/barrel, harga jual BBM
non subsidi tertinggi saat itu tidak pernah diatas Rp 13.000/liter.
”Kalau
sekarang harga BBM hanya kisaran 60 dollar AS, maka seharusnya harga BBM
di Indonesia turun drastis. Sekarang itu faktanya harga Pertamax dan sejenisnya
saja tidak turun, apalagi premium yang dipatok oleh pemerintah," ujarnya.
Menurutnya,
cuma di Indonesia, rakyatnya tidak merasakan turunnya harga BBM
dunia. Di seluruh dunia harga BBM sudah
diturunkan. Kalaupun ada di negara-negara yang harga BBM-nya
tidak turun drastis, itu karena pemerintahnya menaikkan pajak BBM.
Jadi
sekarang ini kalau melihat faktanya bukan Negara yang mensubsidi rakyat, tapi
rakyat yang mensubsidi pemerintah. "Bahkan kalau pakai bahasa yang lebih
keras lagi, pemerintah dan perusahaan migas di Indonesia sedang merampok rakyat
Indonesia," katanya.
Dia
pun menyayangkan sikap pemerintah seperti ini dan para pengamat neolib yang
hanya berbicara untuk menyesuaikan harga BBM
dengan harga international ketika harga BBM
dunia naik, tapi tidak mau bicara penurunan harga BBM
di Indonesia ketika harga minyak dunia turun seperti saat ini.
Marzuki
mengingatkan yang paling berbahaya dari kondisi ini adalah keuntungan dari
turunnya harga dunia dan tidak turunnya harga BBM
dalam negeri akan turut dinikmati mafia migas, karena Pemerintahan Jokowi masih
meneruskan sistem tata niaga migas seperti masa lalu, yang dikritiknya saat
berkampanye.
“Harusnya
sistem tata niaga ini dulu yang diperbaiki, agar tidak ada ruang mafia migas
untuk bermain,” ujar Politisi Senior Partai Demokrat ini.
Marzuki
pun mengkritik langkah pemerintahan Jokowi yang lebih sibuk membagi-bagikan
kartu daripada menyelesaikan permasalahan yang menyangkut hajat hidup orang
banyak. Dia pun mengkritik Jokowi dan para pembantunya yang lebih mementingkan
blusukan tanpa konsep yang jelas. Blusukan hanya untuk mengecek setelah sistem
terbangun.
”Migas
menyangkut hajat hidup orang banyak, harusnya evaluasi dilakukan lebih cepat
daripada sibuk bagi-bagi kartu, yang bisa dilakukan oleh para pembantunya/para
menterinya. Hal-hal yang strategis seperti mengurus Migas jauh lebih penting
daripada blusukan tanpa konsep yang jelas. Silakan blusukan kalau sistem sudah
dibangun, untuk mengecek apakah sistemnya sudah berjalan atau tidak,” katanya.
(Tribunnews.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar