Jakarta - WARA – Harga minyak dunia diprediksi akan terus tujun bebas.
Hal ini diungkapkan Kepala Investasi Ayers Alliance Securities Jonathan
Barratt memprediksi harga bisa terjun lagi 40 persen, menjadi sekitar $40 per
barel.
"Ada kemungkinan bahwa jika
perang harga ini menjadi tidak terkendali, kita bisa melihat harga turun ke
sekitar $40 per barel [untuk WTI]," jelas, mengutip CNBC, Senin
(01/12/).
Menanggapi harga minyak dunia yang
kembali turun menjadi USD 67,76 per barel pada Selasa (2/12), Pengamat dari
Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng mengatakan bahwa
Jokowi harus mengakui kesalahannya atas kebijakan menaikkan harga 18 November
lalu.
“Jokowi melawan hukum pasar.
Harusnya pemerintah mengambil momentum penurunan harga minyak ini untuk
meningkatkan gairah perekonomian, bukannya malah menaikkan harga BBM yang menghajar
perekonomian rakyat, bisnis dan industri,” jelasnya.
Ia pun mencontohkan bahwa di Amerika
terjadi peningkatan gairah perekomonian pasca penurunan harga gas.
Menurut Salamuddin Daeng, saat ini
sedang terjadi perang minyak dan kurs. “Kita sudah dipukul dengan kurs rupiah
yang nggak turun-turun dari Rp 12 ribu. Seharusnya turunnya harga minyak dunia,
dijadikan sebagai opportunity untuk menekan cost produksi industri, dan
bisnis-bisnis kerakyatan. Jokowi membuang peluang opportunity ini,” tegasnya.
Kebijakan pemerintah Jokowi
menaikkan harga BBM ditengah merosotnya harga minyak dunia dinilainya tak akan
berpengaruh besar terhadap APBN.
“Penerimnaan dari minyak dan pajak
tak akan naik signifikan, wong harga minyak anjlok,” tambahnya lagi.
Atas kesalahan Jokowi mengambil
kebijakan yang kontroversi, Salamuddin Daeng meminta Jokowi menurunkan harga
BBM dan meminta maaf pada rakyat yang terpukul atas kenaikkan harga BBM
bersubsidi.
“Jokowi harus turunin harga dan
minta maaf karena telah memukul perekonomian rakyat, transportasi, industri dan
bisnis,” pungkasnya.
Menurutnya pemerintahan jangan hanya
melihat unsur-unsur cost produksi BBM saja, tapi juga lihat uinsur
ekonomi secara luas, ongkos produksi industri, transportasi yang memicu
kenaikkan inflasi yang salah satu dampaknya meningakatkan kemiskinan karena
pendapatan tidak naik.
“Bicara BBM bukan hanya soal harga
minyak dunia, tapi menyangkut hajat hidup orang banyak dan perekonomian
negara,” tandasnya. (fastnewsindonesia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar