Jakarta - WARA –
Satu bulan lebih pemerintahan Jokowi-JK, Menteri ESDM membuat gebrakan dengan
membentuk Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang dikepalai oleh Faisal Basri pada
pertengahan November lalu. Tim ini bertugas untuk mengkaji seluruh kebijakan
dan aturan main tata kelola migas dari hulu hingga hilir yang memberi peluang
mafia migas beroperasi secara leluasa. Selain itu menata ulang kelembagaan,
mempercepat revisi UU Migas dan mendorong lahirnya iklim industri migas di
Indonesia yang bebas dari para pemburu rente.
Namun bagaimana dengan produksi
migas nasional, apakah pemerintahan Jokowi-JK mampu mengatasi ancaman sebagai
negara net importer energi yang diperkirakan akan terjadi di tahun 2019?
Saat ini konsumsi minyak Indonesia
mencapai 1,5 juta barel per hari, sementara di tahun 2019 diperkirakan
kebutuhan energi nasional mencapai 6,19 juta barel setara minyak per hari
(boepd) pada 2019. Dan pasokan energi dalam negeri hanya 6,04 juta boepod.
Pengamat energi dari ReforMiner
Institute Komaidi Notonegoro menilai dari kinerja Pemerintahan Jokowi
setelah satu bulan lebih, lebih banyak condong ke aspek formalitas dan
tampilan.
“Banyak hal yang dikerjakan justru lebih kepada upaya memenuhi
keinginan publik seperti memberantas mafia migas, namun hal substansi
atau akar masalahnya belum terlihat. Di sektor migas inti persoalannya adalah
bagaimana meningkatkan cadangan produksi migas dan itu belum ke
sana,” terangnya.
Menurut Komaidi Notonegoro, tema
yang diusung di depan publik oleh pemerintahan Jokowi-JK di sektor migas saat
ini masih sebatas formalitas dan tampilan karena itu yang laku
dijual ke publik. “Sentimennya masih kampanye," ujar Komaidi.
Dengan kondisi ini, kalau tidak
melakukan apapun, Indonesia akan menjadi net energy importer mulai 2019 nanti.
Lukman Mahfoedz, Ketua Indonesia Petroleum Association (IPA) menghitung angka
kebutuhan energi akan menyentuh 7,7 juta boepd sudah termasuk berbagai jenis
energi lain selain minyak dan gas pada 2025.
Pada saat itu, kebutuhan migas
masih cukup besar, yakni sekitar 47 persen atau 3,6 juta boepd. Dengan kondisi
migas saat ini, maka akan ada sekitar 2,4-2,5 juta boepd kekurangan pasokan
yang harus dipikirkan solusinya. (fastnews)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar