Rahmat Yasin ditahan KPK.
|
Namun, keputusan Mendagri itu langsung dikecam sejumlah pihak salah satunya dari seorang pengamat politik anggaran, Uchok Skydafi.
Kenyataan itu menurut Uchok, sangat ironis dan menimbulkan kontroversi karena bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat dan menjadi preseden buruk bagi upaya pemberantasan korpsi di Indonesia, terutama di bawah rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Pemberantasan korupsi dalam pemerintahan Jokowi-JK ini semakin buruk. Baru kali ini pemerintah memberhentikan secara hormat mantan pejabat yang telah terbukti korupsi. Ada apa dengan Mendagri yang memberhentikan Rahmat Yasin dengan hormat?" katanya di Jakarta, Kamis (18/12).
Uchok menilai SK Mendagri itu tidak mengindahkan dasar hukum yang berlaku. Bahkan dirinya mencurigai ada praktik persekongkolan dalam proses penerbitan SK Mendagri tersebut.
"Sebab jelas aturannya di dalam UU No 32/2004 maupun UU 23/2014 tentang Pemda maupun Perppu No1/2014 tentang Pilkada, yang intinya bahwa Kepala Daerah yang ditetapkan sebagai terdakwa tindak pidana korupsi diberhentikan sementara dari jabatan oleh Mendagri. Selanjutnya diberhentikan secara definitif jika terbukti bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht)," paparnya.
Senada dengan Ucok, penggiat anti korupsi dari LBH-UIK Bogor, Achmad Hidayat menegaskan bahwa SK Mendagri tersebut direkayasa dan bertentangan dengan hukum serta rasa keadilan masyarakat. Ia menegaskan akan menggugat Mendagri untuk membatalkan SK tersebut. Bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa saja menelusuri surat yang dikeluarkan Mendagri tersebut.
"Ini sangat memukul masyarakat Bogor di tengah maraknya pemberantasan korupsi dan ketegasan terhadap koruptor, justru Kemendagri mengeluarkan keputusan pemberhentian dengan hormat terhadap koruptor," katanya.
Ia menambahkan, jika diberhentikan secara hormat RY akan tetap mendapatkan fasilitas seperti dana pensiun dan lain-lain. Achmad menilai terdapat intervensi yang kuat kepada Kemendagri dalam mengambil keputusan dan mengeluarkan SK tersebut.
"Ini sangat berbeda perlakuannya terhadap Gubernur Banten dan Gubernur Riau. Apakah kekuatan politik ataukah kekuatan materi yang mengendalikannya. Ini sungguh mencoreng citra Jokowi karena blunder keputusan terkait koruptor," pungkasnya. (Merdeka.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar