"Ini bukan tindak kejahatan dan kami hanya mengingatkan umat Islam bahwa ikut merayakan Natal itu enggak boleh," kata kata juru bicara JAS Indonesia Ahmad Fatih saat dihubungi, Kamis, 18 Desember 2014.
Polisi sempat mencegah belasan anggota JAS di Kota Mojokerto, Jawa Timur, saat menyebarkan selebaran dan membentangkan spanduk berisi larangan muslim mengucapkan selamat Natal dan menggunakan asesoris khas Natal, Rabu, 17 Desember 2014. Polisi khawatir kegiatan tersebut berpotensi konflik.
Menurut Fatih, meski dilarang, JAS akan tetap melanjutkan kegiatan tersebut sampai perayaan Natal 25 Desember 2014. "Tetap kami lanjutkan sampai Natal nanti," katanya. Fatih juga menganggap pihaknya tidak perlu mengirim surat pemberitahuan kegiatan tersebut ke kepolisian setempat. "Sebab kami bukan unjuk rasa tapi dakwah dan dakwah itu bisa lewat lisan dan tulisan," ujarnya.
Kegiatan tersebut menurut Fatih sudah rutin dilakukan tiap tahun di enam provinsi wilayah JAS antara lain Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara, dan Banten. "Jemaah di kota-kota yang termasuk wilayah kami akan terus menyerukan pada umat Islam," ujarnya. Di Jawa Timur, menurutnya, aksi pelarangan muslim merayakan Natal digelar di sejumlah kota seperti Surabaya, Malang, dan Mojokerto.
JAS merupakan organisasi sempalan Jemaah Ansharut Tauhid (JAT) pimpinan Abu Bakar Baasyir. Dasar JAS melarang muslim mengucapkan selamat Natal dan penggunaan asesoris Natal adalah fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tanggal 7 Maret 1981 yang berisi larangan penggunaan asesoris Natal, ucapan selamat Natal, membantu orang Nasrani dalam perayaan dan pengamanan Natal, serta himbauan agar pengusaha tidak memaksa karyawan muslim menggunakan asesoris Natal.
Kepolisian Resor Mojokerto Kota sempat mencegah belasan aktivis JAS saat mengedarkan selebaran dan membentangkan spanduk berisi larangan muslim mengucapkan selamat Natal dan menggunakan asesoris Natal, Rabu kemarin. Mereka diajak dialog di markas kepolisian setempat. Kepala Kepolisian Resor Mojokerto Kota Ajun Komisaris Besar Wiji Suwartini meminta kegiatan mereka tidak dilanjutkan karena dianggap berpotensi konflik. "Kami khawatir ada gesekan, makanya kami arahkan ke polres dan dialog disana," kata Wiji.
Bahkan Wiji menyarankan agar aspirasi JAS tersebut bisa disampaikan oleh polisi ke masyarakat namun aktivis JAS tetap bersikukuh melanjutkan kegiatan yang mereka sebut bagian dari dakwah. "Kalau melalui kami mungkin akan lebih tepat dan sampai ke masyarakat," katanya. (Tempo.co)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar