Plt.Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), saat tiba di gedung DPRD DKI Jakarta, Jumat (14/11) |
Jakarta - WARA - Kisruh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI
Jakarta 2015 terus berlanjut. Kalau kemarin, Gubernur DKI Jakarta, Basuki
Tjahaja Purnama mengaku telah menghilangkan anggaran siluman sebesar Rp 8,8
triliun dalam APBD DKI 2015.
Kini, giliran Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) DKI mengaku Pemprov DKI mencoba menyuap DPRD DKI dengan
memberikan anggaran sebesar Rp 12 triliun untuk dimasukkan ke dalam APBD DKI
2015. Tujuannya, DPRD DKI mengegolkan APBD DKI 2015.
Anggota Badan Anggaran (Banggar)
DPRD DKI, Bestari Barus mengatakan tujuan Pemprov DKI mencoba menyuap seluruh
anggota dewan yang berjumlah 106 anggota, supaya program pembangunan yang telah
disusun semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) DKI tidak diutak-atik atau
diubah.
“Dalam pembahasan anggaran di
tingkat komisi, kita membahasnya hingga ke satuan tiga atau lebih mendetail dan
rinci. Nah supaya, program anggaran tersebut disetujui dan tidak banyak yang
dihilangkan atau dicoret, maka Pemprov DKI melalui Tim Anggaran Pemerintah
Daerah (TAPD) menyogok kami dengan memberikan anggaran sebesar Rp 12 triliun,”
kata Bestari di gedung DPRD DKI, Jakarta, Senin (9/2).
Anggaran sebesar itu, lanjutnya,
bebas digunakan DPRD DKI untuk mengusulkan program pokok pikiran (pokir)
anggota dewan. Beberapa usulan program yang diusulkan dalam anggaran sebesar Rp
12 triliun adalah pembelian tanah tanpa menyebutkan lokasi yang jelas serta
pembelian banyak alat berat seperti eskavator.
“Tentu kami menolak sogokan itu.
Bagi kami, kepentingan Jakarta bukan soal membeli lahan dan eskavator saja.
Banyak persoalan lain. Kalau terima sogokan itu, sama saja menyerahkan kami
semua ke LP Cipinang (penjara). Selain itu ini di luar pembahasan,” ungkap
Ketua Fraksi Nasional Demokrat DPRD DKI ini.
Dia menuding TAPD DKI yang diketuai
Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta, Saefullah tak mungkin melakukan praktik
penyuapan tanpa disetujui dan ada tekanan dari pimpinannya. Dengan kata lain,
Bestari yakin, penyuapan yang dilakukan TAPD itu mendapat persetujuan dari Gubernur
DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama.
“Tak mungkin ini dilakukan tanpa ada
paksaan dari pimpinannya,” ujar Bestari.
Pengakuan ini dilontarkan Bestari
untuk menanggapi tuduhan Basuki mengenai anggaran siluman yang dimasukkan DPRD
senilai Rp 8,8 triliun. Puncak kekesalan DPRD ketika Pemprov DKI menyerahkan
dokumen APBD ke Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) yang tak sesuai dengan
kesepakatan bersama.
“Setelah kami cek ternyata isinya
kegiatannya bukan hasil pembahasan di Dewan," ungkapnya.
Misal, Barus mencontohkan, eksekutif
dan legislatif sepakat menganggarkan sejumlah dana untuk pembelian pesawat Lion
Air. Namun, kegiatan yang diserahkan ke Kementerian ternyata: pembelian pesawat
Silk Air dengan jumlah anggaran sama. "Anggarannya sama tapi kontennya
beda," tukasnya.
Karena melihat konten APBD DKI 2015
berbeda, maka DPRD DKI segera mengirimkan surat kepada Kemdagri pada pekan
lalu. Isi suratnya menyatakan APBD DKI 2015 yang dikirim Pemprov DKI adalah
ilegal.
Anggota Banggar DPRD, Fahmi Zulfikar
menegaskan tuduhan yang dinyatakan Basuki mengenai anggaran siluman Rp8,8
triliun adalah tidak benar. Tidak ada bukti otentik sama sekali yang dapat
membuktikan DPRD DKI mengalokasikan anggaran siluman.
“Tidak ada dana siluman Rp 8,8 triliun. Coba, sampai sekarang, Ahok (Basuki) tidak bisa menunjukkan bukti otentiknya. Mana?” tegasnya.
Justru yang melakukan praktik tindak
pidana korupsi adalah Basuki sendiri. Yaitu mencoba menyogok bukan dalam bentuk
uang, namun dalam bentuk kegiatan sebesar Rp 12 triliun. Kegiatan yang
diberikan oleh TAPD masih dalam kegiatan gelondongan. "Kami disuruh isi
sendiri," ujarnya.
Setelah ditelisik, paparnya,
ternyata sebagian besar kegiatan telah dimasukkan ke dalam e-budgeting
yang tidak bisa diutak-atik lagi. Kegiatan tersebut dimasukkan ke dalam sistem
jauh sebelum pembahasan di Banggar. Padahal, menurut dia, seharusnya kegiatan
baru dimasukkan ke dalam e-budgeting setelah mendapat koreksi dari
Kementerian Dalam Negeri. Ia mafhum kenapa TAPD berani menyuap sampai Rp 12
triliun. (BS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar