Ketua Komisi Fatwa MUI Kabupaten Jember, Jawa Timur, Abdul Haris, memberikan penjelasan seputar polemik tes keperawanan dan keperjakaan, Senin (9/2/2015). |
Jember
- WARA - Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Kabupaten Jember, Jawa Timur, menyatakan bahwa tes keperawanan
dan keperjakaan sebagay syarat kelulusan siswa tidak memungkinkan dilaksanakan.
“Hasil kajian kami sementara, dalam pandangan Islam, tes keperawanan dan keperjakaan tidak memungkinkan, tetapi ini hasil kajian sementara kami. Insyallah Sabtu (14/2/2015) depan, fatwa resmi akan kami keluarkan terkait tes keperawanan dan keperjakaan,” ujar Ketua Komisi Fatwa MUI Jember, Abdul Haris, Senin (9/2/2015).
Menurut Haris, di dalam ajaran Islam yang bersumber dari Al Quran, Al Hadist dan keputusan ulama, wajib bagi orang untuk menutup aibnya orang lain.
“Jadi wajib bagi seorang muslim untuk menutup rapat- rapat aibnya seseorang, terkecuali untuk kepentingan yang lebih besar,” tegasnya.
Apalagi, kata dia, dalam sebuah hadist, Nabi Muhammad menegaskan bahwa barang siapa yang menutup aurat sesama muslim, maka Allah akan menutup aurat yang bersangkutan.
“Dalam konteks tes keperawanan dan keperjakaan akan berpotensi membongkar aib seseorang. Misalnya, ada seorang anak pintar tetapi kemudian tidak lulus, sehingga orang pasti akan mengira tes keperawanannnya tidak lulus. Otomatis akan menjadi bahan gunjingan orang lain, sehingga yang perlu dipikirkan adalah dampak selanjutnya,” tegas dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jember ini.
Meski demikian, Haris mengaku tetap mengapresiasi semangat anggota dewan tersebut.
“Semangatnya saya pikir sangat positif, karena ingin menyelamatkan generasi penerus bangsa. Tetapi perlu kita pikirkan bagaimana solusi yang sesuai dengan koridor Agama Islam,” katanya.
Sebelumnya, di Kabupaten Jember muncul ide dari salah satu anggota DPRD setempat untuk melakukan tes keperawanan dan keperjakaan bagi siswa SMP dan SMA. Bahkan, tes tersebut akan dijadikan syarat kelulusan siswa, dan rencananya akan dimasukkan ke rancangan peraturan daerah (perda) Akhlakul Karimah. (Kompas.com)
“Hasil kajian kami sementara, dalam pandangan Islam, tes keperawanan dan keperjakaan tidak memungkinkan, tetapi ini hasil kajian sementara kami. Insyallah Sabtu (14/2/2015) depan, fatwa resmi akan kami keluarkan terkait tes keperawanan dan keperjakaan,” ujar Ketua Komisi Fatwa MUI Jember, Abdul Haris, Senin (9/2/2015).
Menurut Haris, di dalam ajaran Islam yang bersumber dari Al Quran, Al Hadist dan keputusan ulama, wajib bagi orang untuk menutup aibnya orang lain.
“Jadi wajib bagi seorang muslim untuk menutup rapat- rapat aibnya seseorang, terkecuali untuk kepentingan yang lebih besar,” tegasnya.
Apalagi, kata dia, dalam sebuah hadist, Nabi Muhammad menegaskan bahwa barang siapa yang menutup aurat sesama muslim, maka Allah akan menutup aurat yang bersangkutan.
“Dalam konteks tes keperawanan dan keperjakaan akan berpotensi membongkar aib seseorang. Misalnya, ada seorang anak pintar tetapi kemudian tidak lulus, sehingga orang pasti akan mengira tes keperawanannnya tidak lulus. Otomatis akan menjadi bahan gunjingan orang lain, sehingga yang perlu dipikirkan adalah dampak selanjutnya,” tegas dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jember ini.
Meski demikian, Haris mengaku tetap mengapresiasi semangat anggota dewan tersebut.
“Semangatnya saya pikir sangat positif, karena ingin menyelamatkan generasi penerus bangsa. Tetapi perlu kita pikirkan bagaimana solusi yang sesuai dengan koridor Agama Islam,” katanya.
Sebelumnya, di Kabupaten Jember muncul ide dari salah satu anggota DPRD setempat untuk melakukan tes keperawanan dan keperjakaan bagi siswa SMP dan SMA. Bahkan, tes tersebut akan dijadikan syarat kelulusan siswa, dan rencananya akan dimasukkan ke rancangan peraturan daerah (perda) Akhlakul Karimah. (Kompas.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar