Ilustrasi |
Jakarta
- WARA - Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan
mengatakan, DPR akan mendukung program prioritas Jokowi, selama itu mendukung
kesejahteraan rakyat. Namun, soal mobil nasional, masih melihat dulu kasusnya.
Awalnya sulit dipercaya jika Jokowi telah melupakan Esemka yang selama ini ia banggakan, dan apakah Presiden Jokowi juga sudah melupakan iklan Malaysia yang isinya melecehkan TKI Indonesia.
"Saya menduga mobnas ini bisa berubah jadi mobmas (mobil malaysia)," katanya di kesempatan sama.
Menurut Taufik, meskipun konteksnya untuk bisnis tapi, kehadiran Jokowi dengan PM Malaysia, dan bagaimana dengan mobil Esemka yang sudah digadang-gadang. Dan lagi anak didik Indonesia saja sudah mampu membuat pesawat, jadi kalau sekedar buat mobil itu hal yang mudah.
"Isu mobil ini disinggung terus, tapi masalah kapitalisme, dan barrier lisensinya sulit," ujar Sekjend DPP PAN itu.
Oleh karena itu, Taufik menegaskan agar, pemerintah jangan membebani rakyat dengan opini yang seolah-olah melupakan apa yang menjadi prioritas program pemerintahan Jokowi. Ini bukan persoalan apakah Indonesia mampu atau tidak mampu membuat mobil nasional, tapi tergantung pada political will pemerintah.
"Jadi, saya menduga ini (MoU Proton-ACL) merupakan dorongan pihak tertentu atau Presiden Jokowi mudah melupakan Esemka itu," tandasnya.
Di sisi lain, Pengamat Ekonomi dan Politik, Ichsanudin Noorsy berpendapat, Indonesia bisa lepas dari genggaman teknologi mobil Jepang yang telah berkuasa selama 35 tahun. Karena, anak-anak Indonesia sendiri sudah sangat tangkat dalam memodifikasi mobil.
"Bukan hanya modifikasi body, tapi juga sampai engine," kata Noorsy dalam diskusi.
Menurut Noorsy, Indonesia banyak memiliki fakultas teknik dari berbagai universitas, tapi mereka tidak mencoba membangun dan mengembangkan metodologi yang mengarah pada pembuatan mesin. Kalau dilihat, di fakultas tersebut ada jurusan metalurgi yang menjadi dasar pembuatan mesin.
"Tapi persoalannya, karena pemerintah tidak mendukung pembuatan mesin ini," jelasnya.
Oleh karena itu, lanjut Noorsy, Indonesia memiliki ketergantungan teknologi. Dan alasan Presiden Jokowi bekerjasama dengan Proton karena, Malaysia bisa mengidentifikasi nasionalismenya karena, Malaysia punya national pride yakni Proton yang merupakan produk Malaysia.
"Bagaimanapun Malaysia punya national identification," pungkasnya. (Sindo)
Awalnya sulit dipercaya jika Jokowi telah melupakan Esemka yang selama ini ia banggakan, dan apakah Presiden Jokowi juga sudah melupakan iklan Malaysia yang isinya melecehkan TKI Indonesia.
"Saya menduga mobnas ini bisa berubah jadi mobmas (mobil malaysia)," katanya di kesempatan sama.
Menurut Taufik, meskipun konteksnya untuk bisnis tapi, kehadiran Jokowi dengan PM Malaysia, dan bagaimana dengan mobil Esemka yang sudah digadang-gadang. Dan lagi anak didik Indonesia saja sudah mampu membuat pesawat, jadi kalau sekedar buat mobil itu hal yang mudah.
"Isu mobil ini disinggung terus, tapi masalah kapitalisme, dan barrier lisensinya sulit," ujar Sekjend DPP PAN itu.
Oleh karena itu, Taufik menegaskan agar, pemerintah jangan membebani rakyat dengan opini yang seolah-olah melupakan apa yang menjadi prioritas program pemerintahan Jokowi. Ini bukan persoalan apakah Indonesia mampu atau tidak mampu membuat mobil nasional, tapi tergantung pada political will pemerintah.
"Jadi, saya menduga ini (MoU Proton-ACL) merupakan dorongan pihak tertentu atau Presiden Jokowi mudah melupakan Esemka itu," tandasnya.
Di sisi lain, Pengamat Ekonomi dan Politik, Ichsanudin Noorsy berpendapat, Indonesia bisa lepas dari genggaman teknologi mobil Jepang yang telah berkuasa selama 35 tahun. Karena, anak-anak Indonesia sendiri sudah sangat tangkat dalam memodifikasi mobil.
"Bukan hanya modifikasi body, tapi juga sampai engine," kata Noorsy dalam diskusi.
Menurut Noorsy, Indonesia banyak memiliki fakultas teknik dari berbagai universitas, tapi mereka tidak mencoba membangun dan mengembangkan metodologi yang mengarah pada pembuatan mesin. Kalau dilihat, di fakultas tersebut ada jurusan metalurgi yang menjadi dasar pembuatan mesin.
"Tapi persoalannya, karena pemerintah tidak mendukung pembuatan mesin ini," jelasnya.
Oleh karena itu, lanjut Noorsy, Indonesia memiliki ketergantungan teknologi. Dan alasan Presiden Jokowi bekerjasama dengan Proton karena, Malaysia bisa mengidentifikasi nasionalismenya karena, Malaysia punya national pride yakni Proton yang merupakan produk Malaysia.
"Bagaimanapun Malaysia punya national identification," pungkasnya. (Sindo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar