Endriartono Sutarto saat menyambangi Gedung KPK, Kamis (12/2). |
Jakarta - WARA - Mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia, Jenderal
(Purnawirawan) Endriartono Sutarto, mengakui konflik membelit Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri saat ini lebih pelik. Dia bisa mengatakan
hal itu lantaran berpengalaman menangani soal yang sama beberapa tahun lalu.
Endriartono membandingkan kemelut kedua lembaga penegak hukum itu pada masa lalu. Yakni saat dua Wakil Ketua KPK, Bibit Samad Riyanto dan Chandra Matra Hamzah, ditersangkakan oleh Badan Reserse Kriminal Polri. Keduanya diduga menerima suap dari mantan pemilik PT Masaro Radiokom, Anggoro Widjojo, melalui adiknya, Anggodo Widjojo, supaya menghentikan penyidikan kasus suap pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu di Kementerian Kehutanan pada 2006-2008.
"Yang saya lihat situasi sekarang memang lebih kompleks. Lebih berat," kata Endriartono kepada awak media di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (12/2).
Mantan Kepala Staf Angkatan Darat itu sempat memperbincangkan soal langkah-langkah penyelesaian konflik di masa lalu. Dia juga membandingkan apakah taktik itu masih bisa dipakai saat ini.
"Hanya konsultasi saja karena saya dianggap punya pengalaman dalam kasus cicak-buaya, sehingga apakah langkah-langkah yang kita lakukan waktu itu masih valid atau tidak," ujar Endriartono. (Merdeka.com)
Endriartono membandingkan kemelut kedua lembaga penegak hukum itu pada masa lalu. Yakni saat dua Wakil Ketua KPK, Bibit Samad Riyanto dan Chandra Matra Hamzah, ditersangkakan oleh Badan Reserse Kriminal Polri. Keduanya diduga menerima suap dari mantan pemilik PT Masaro Radiokom, Anggoro Widjojo, melalui adiknya, Anggodo Widjojo, supaya menghentikan penyidikan kasus suap pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu di Kementerian Kehutanan pada 2006-2008.
"Yang saya lihat situasi sekarang memang lebih kompleks. Lebih berat," kata Endriartono kepada awak media di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (12/2).
Mantan Kepala Staf Angkatan Darat itu sempat memperbincangkan soal langkah-langkah penyelesaian konflik di masa lalu. Dia juga membandingkan apakah taktik itu masih bisa dipakai saat ini.
"Hanya konsultasi saja karena saya dianggap punya pengalaman dalam kasus cicak-buaya, sehingga apakah langkah-langkah yang kita lakukan waktu itu masih valid atau tidak," ujar Endriartono. (Merdeka.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar