Pernyataan Presiden Joko Widodo tentang
intelejen yang mengawasi media, dinilai tidak tepat. Demikian disampaikan DhIa
Prekasha Yoedha, pendiri Aliansi Jurnalis Independen Indonesia kepada wartawan.
Ilustrasi jurnalis diawasi |
Jakarta – WARA - Pernyataan Presiden Joko Widodo tentang intelejen yang
mengawasi media, dinilai tidak tepat. Demikian disampaikan DhIa Prekasha
Yoedha, pendiri Aliansi Jurnalis Independen Indonesia kepada wartawan, Rabu
(7/1).
Menurut
mantan Ketua Presidium AJI ini, tidak selayaknya Joko Widodo selaku Presiden
berbicara seperti itu, karena bisa menyebabkan dua permasalahan besar, yang
bisa berdampak negatif atas kehidupan berbangsa dan bernegara. Terutama terkait
dengan perspektif yang berkenaan dengan pernyataan presiden, baik sebagai
Kepala Negara, maupun apalagi sebagai Kepala Pemerintahan.
"Pertama meski
pernyataan ini hanya menegaskan salah satu fungsi dan kinerja intelijen dalam
memenuhi tugas keamanan negara, namun pernyataan ini juga bisa ditafsirkan pula
sebagai menggertak pers di Indonesia," ucapnya.
Nah, lanjutnya,
kalau pernyataan itu bertujuan menggertak pers, maka Presiden Jokowi bisa
dianggap telah melanggar Undang-undang, dalam hal ini UU yang menjamin
kebebasan pers dari segala bentuk intervensi maupun intimidasi.
"Kedua, Joko
Widodo juga harus hati-hati dalam membuat pernyataan, terutama yang terkait
dengan tupoksi aparatur keamanan, seperti intelejen. Karena
pernyataan-pernyataan yang bersifat mulltitafsir seperti itu, bisa ditafsirkan
secara keliru atau berlebihan oleh para staf bawahan. Terutama oleh aparat di
lapangan, yang acap kali nya bermodalkan dalih ini perintah atasan. Sehingga
eksesnya malah bisa menghambat kebebasan pers," ucapnya.
Yoedha juga
mengingatkan, selayaknya Joko Widodo selaku "media darling" jangan
sampai bersikap "Bisnis Pahang" (haBIS maNIS sePAH dibuANG). Berkat
pers, Joko Widodo berhasil menjadi gubernur dan bahkan presiden. Namun setelah
pers bersikap kritis mengawalnya, jangan lalu dia merasa risih, dan ingin
mencengkeramnya.
Seperti diketahui,
Presiden Joko Widodo (Jokowi) merasa perlu menganalisis media massa untuk
melihat potret berita yang menyangkut citra pemerintah. Analisis ini dilakukan
dengan menggunakan mesin intelijen yang dimiliki pemerintah.
"Dalam kurun
hampir tiga bulan ini kita menganalisis, (dilakukan) oleh mesin intelijen media
manajemen dari 343 media," ucap Jokowi saat membuka Sidang Kabinet
Paripurna di Kantor Presiden, Komplek Istana Kepresidenan, Jalan Medan Merdeka
Utara, Jakarta Pusat, Rabu (7/1). (Aktual.co)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar