Anies Baswedan dan M. Nuh
|
"Kalau ada masalah teknis,
mestinya dicarikan solusi perbaikannya, bukan balik ke belakang sebab KTSP
secara substansi ada kekurangan dan secara teknis juga perlu penyiapan
lagi," kata Nuh di Surabaya, Minggu (7/12/2014), seperti dikutip Antara.
Nuh menjelaskan, bukti Kurikulum
2013 tidak ada masalah secara substansi adalah dengan tetap diberlakukannya
untuk 6.221 sekolah. Jika ada masalah, kata dia, maka tentu tidak akan dipakai
sama sekali.
"Untuk itu, mestinya,
alternatifnya ya penerapannya tidak langsung 'dibajak' dengan dibatasi pada
6.221 sekolah itu, melainkan sekolah mana saja yang siap, ya dipersilakan
menerapkannya, apakah siap secara mandiri atau siap berdasarkan penilaian
pemerintah," katanya.
Selanjutnya, untuk sekolah-sekolah
yang tidak siap akan "disiapkan" oleh pemerintah melalui pendampingan
dan pelatihan sampai benar-benar siap. Penyiapan guru dan buku itu merupakan
tugas pemerintah.
"Kalau kembali pada Kurikulum
2006 atau KTSP itu justru mundur, karena secara substansi belum tentu lebih
baik, lalu butuh waktu lagi untuk melatih guru lagi (dengan KTSP) dan bahkan
orang tua harus membeli buku KTSP," kata Nuh.
Menurut dia, Kemendikbud sudah pernah
mengadakan UKG (uji kompetensi guru) untuk mengevaluasi penguasaan guru
terhadap KTSP itu pada 2012. Ternyata, kata dia, nilai rata-rata adalah 45.
Padahal Kurikulum 2006 itu sudah enam tahun berlaku.
"Jadi, kita perlu pelatihan
guru lagi, padahal kita sudah melatih guru untuk Kurikulum 2013 dengan nilai
UKG pada Kurikulum 2013 itu mencapai 71, meski tentu nilai 40 masih ada, tapi
guru dengan nilai di atas 80 juga ada," katanya.
Oleh karena itu, ukuran penguasaan
guru terhadap substansi dan metodologi Kurikulum 2013 juga masih lebih baik
daripada penguasaan terhadap Kurikulum 2006 (KTSP). Saat itu, UKG dilakukan
pada 1,3 juta guru.
"Kita juga sudah merancang
solusi untuk penyiapan guru yang nilai UKG-nya tidak bagus atau 40, yakni
pendampingan dan klinik konsultasi bagi guru yang mengalami kesulitan itu.
Bahkan kita juga sudah merekomendasikan reformasi LPTK sebagai 'pabrik
guru'," katanya.
Selain itu, jika kembali pada
Kurikulum 2006 (KTSP), ujar Nuh, hal itu akan mengharuskan orang tua untuk
membeli buku baru. Padahal, buku-buku Kurikulum 2013 selama ini sudah
digratiskan.
"Nanti, mafia buku akan
merepotkan masyarakat lagi," katanya.
Ia mengakui bahwa buku Kurikulum
2013 memang ada yang terlambat, tapi pemenuhan atas keterlambatan itu menjadi
tugas pemerintah.
"Itu tugas pemerintah, bukan
justru dengan cara 'membajak' Kurikulum 2013. Saya kira itu tidak etis secara
akademis. Tapi, kalau game politik, ya nggak tahu-lah," kata Nuh.
Ditanya tentang keberatan guru
terhadap sistem penilaian Kurkulum 2013 yang naratif atau deskriptif, ia
mengatakan, hal itu hanya soal pembiasaan karena hal baru memang membutuhkan
pembiasaan.
"Yang penting, penilaian
numerik disertai narasi itu lebih objektif karena banyak negara maju atau
banyak sekolah berkualitas yang memakai cara itu, sehingga dua anak yang
sama-sama memiliki nilai 7 akan diketahui perbedaan dari kekurangan keduanya.
Nilainya bisa sama, tapi kekurangannya beda," katanya.
Nuh menambahkan, Kurikulum 2006
(KTSP) juga bukan tanpa masalah, di antaranya pelajaran sejarah untuk SMK tidak
ada, jam pelajaran Bahasa Inggris lebih banyak dua kali lipat daripada Bahasa
Indonesia, tidak adanya mata pelajaran yang mendorong analisa data (survei
TIMMS/PISA), dan sebagainya.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Anies Baswedan sebelumnya menginstruksikan sekolah yang belum menggunakan Kurikulum
2013 selama tiga semester untuk kembali ke Kurikulum 2006.
Sementara itu, sekolah yang telah
menjalankan selama tiga semester diminta tetap menggunakan kurikulum tersebut
sembari menunggu evaluasi dari pihak berwenang.
"Dengan memperhatikan
rekomendasi tim evaluasi implementasi kurikulum, maka Kurikulum 2013 dihentikan,"
kata Anies di Jakarta, Jumat (5/12/2014).
Anies mengatakan, saat ini ada 6.221
sekolah yang sudah pakai Kurikulum 2013 selama tiga semester lebih.
"Mereka akan jadi contoh bagi
sekolah yang belum siap," tambah Anies.
Mantan Rektor Universitas Paramadina
ini kembali menyinggung soal pelaksanaan Kurikulum 2013 yang dinilai terlalu
cepat. Anies pun berharap agar pelaksanaannya yang sudah dievaluasi kali ini
bisa berjalan setahap demi setahap.
Sekolah yang dijadikan contoh pun
nantinya akan jadi model dalam pelaksanaan Kurikulum 2013 yang ideal bagi
sekolah-sekolah lain. (TRIBUNNEWS.COM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar