Kudus
- WARA -
Sosok pemimpin yang baik, tak bisa dipisahkan dari pendidikan karakter yang
baik pula. Namun demikian, seorang pemimpin yang baik, juga tak bisa dilepaskan
dari bakat alamiahnya.
"Bakat
alami seorang pemimpin, harus diasah dan dididik. Sehingga ia menjadi cerdas, memiliki
daya ingat bagus, dan punya metode penyelesaian masalah yang mumpuni,"
kata Romo A Setyo Wibowo, dalam diskusi dan bedah buku karyanya, 'Mendidik
Pemimpin dan Negarawan, Dialektika Filsafat Pendidikan Politik Platon dari
Yunani hingga Indonesia', di Gedung Rektorat Universitas Muria Kudus (UMK), Kamis (4/12/2014).
Disampaikan
dia, pemimpin tak bisa dilepaskan dari kekuasaan. Menurut dia, setidaknya
terdapat tiga hal mengapa orang ingin berkuasa. "Uang, kehormatan, dan
juga hukuman," ujar dia.
Dijelaskan,
hukuman di sini dalam arti, dia dihukum menjadi pemimpin lantaran tak ada orang
lain yang lebih bagus. "Fenomenanya, di Indonesia didominasi oleh pemimpin
yang ingin berkuasa karena uang dan kehormatan," lanjut Romo Setyo.
Turut
hadir dalam diskusi tersebut, anggota DPR RI dari PDIP Budiman Sudjatmiko, dan pengamat sejarah di Kudus Edy Supratno.
Dalam
uraiannya, Budiman mengatakan penguasa lahir dari proses politik. Namun,
menurutnya, harus dibedakan antara politisi dan manusia politik.
"Pemimpin
yang baik haruslah seorang manusia politik, bukan politisi," ujarnya.
Seorang
manusia politik, jelasnya, adalah orang yang mencintai dan mereproduksi ide,
punya empati yang besar terhadap rakyat jelata, punya tradisi berorganisasi,
dan punya hasrat berkuasa.
"Sementara
politisi, hanya punya hasrat berkuasa tanpa dibarengi oleh reproduksi ide dan
empati kepada rakyat," jelasnya.
Sementara
itu, Edy Supratno, mengatakan dunia politik Indonesia masih sebatas memenuhi
kebutuhan banal, epithometikum atau unsur bawah.
"Masih
sekitar urusan makan, minum, kesenangan dan seks. Sehingga, tak heran iklim
demokrasi di Indonesia sangat kental akan nuansa politik uang," ujar dia.
(Tribunnews)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar