Seorang pria menunjukkan makam Soheir el-Batea, remaja puteri Mesir yang meninggal setelah menjalani mutilasi kelamin di kota Aga (5/11/2014). |
WARA,
Meski seorang gadis remaja tewas
setelah mutilasi kelamin, pengadilan Mesir hari Kamis (20/11/2014) memutuskan
dokter Raslan Fadl tidak melanggar larangan bagi praktek tersebut.
Pengadilan Mesir membebaskan
seorang dokter laki-laki dituduh melakukan mutilasi kelamin perempuan yang
menewaskan seorang gadis remaja, dalam sidang mutilasi kelamin perempuan yang
pertama kalinya di negara itu.
Pengadilan juga membebaskan ayah
gadis itu yang membawanya ke dokter untuk dioperasi tahun lalu di kota Delta
Nil.
Pengadilan memutuskan dokter
Raslan Fadl dan ayah dari Soheir al-Batea usia 13 tahun tidak melanggar
larangan bagi praktek tersebut, tanpa memberi penjelasan lebih lanjut.
Raslan Fadl diduga melakukan
operasi mutilasi kelamin perempuan atas permintaan ayah gadis itu. Setelah
operasi, Soheir al-Batea meninggal, yang menurut dokter akibat reaksi alergi
penisilin.
Mutilasi kelamin perempuan ditetapkan melanggar hukum di Mesir tahun 2008, tetapi praktek tersebut tetap meluas di negara itu. Para aktivis mengatakan kebanyakan gadis-gadis Mesir masih sering dimutilasi, terutama di klinik-klinik swasta.(VOA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar