Jakarta - WARA - Ketua
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menepis foto-foto mesranya
dengan Putri Indonesia 2014, Elvira Devinamira Wirayanti yang sejak malam
beredar. Menurut dia, hal itu sebagai serangan balik dari kubu calon Kapolri
Komjen Polisi Budi Gunawan selepas dia ditetapkan menjadi tersangka kemarin.
"Kemungkinan besar demikian," tulis Samad melalui pesan singkat kepada awak media, Rabu (14/1).
Samad meyakini foto-foto itu adalah fitnah. Dia merasa tidak pernah hal-hal itu. "Itu fitnah semua," lanjut Samad.
Sebelumnya, foto-foto mesra Samad dan Elvira disebarkan surat elektronik beralamat wijayantiandini@yahoo.co.id kepada awak media sejak pagi tadi. Entah apakah hal ini memang ada hubungannya dengan penetapan status tersangka Komjen Budi atau tidak. Yang pasti, Samad sangat geram soal foto-foto itu. Dia bahkan balik menuding hal itu sebagai upaya kriminalisasi terhadapnya.
"Ini gosip yang sengaja disebarkan untuk menghancurkan diri saya dan mengkriminalisasi saya," sambung Samad.
Kemarin KPK menetapkan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi. Hal itu dilakukan selepas pimpinan dan penyidik melakukan gelar perkara pada 12 Januari 2014.
Menurut Samad, proses penyelidikan terhadap transaksi mencurigakan Budi dilakukan saat mereka menerima laporan masyarakat, dan bukan dari Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan. Sebab, PPATK hanya pernah mengirim surat kepada Badan Reserse Kriminal Polri pada 26 Maret 2010 supaya menyelidiki hal itu. Sedangkan pada 18 Juni 2010, Bareskrim melaporkan akan mengusut soal. Tetapi sampai KPK menetapkan Budi sebagai tersangka, Bareskrim tidak pernah menjelaskan hasil kajian mereka. Saat itu, Budi masih berpangkat Inspektur Jenderal.
Atas laporan itu, KPK mulai mengkaji serta mengumpulkan bahan dan keterangan terkait Budi sejak Juni sampai Agustus 2010. Dua tahun kemudian hasil kajiannya diperiksa kembali. Lantas pada Juli 2013, Samad memimpin gelar perkara pertama. Saat itulah diputuskan memang perlu menaikkan kajian ke tahap penyelidikan. Tetapi hal itu baru terlaksana pada Juli 2014. Setelah sekian lama, akhirnya pada 12 Januari KPK resmi menetapkan mantan ajudan Presiden RI Megawati Soekarnoputri itu sebagai tersangka.
Menurut Samad, Budi disangkakan menerima suap dan gratifikasi saat masih menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Mabes Polri 2003-2006 dan jabatan-jabatan lain di Mabes Polri. Jabatan pernah diembannya antara lain Kepala Sekolah Lanjutan Perwira Lembaga Pendidikan Pelatihan Polri (2006-2008), Kapolda Jambi (2008-2009), Kepala Divisi Pembinaan Hukum Polri (2009-2010), Kadiv Profesi dan Pengamanan Polri (2010-2012), Kapolda Bali (2012), dan terakhir Kalemdikpol (sejak 2012).
Budi disangkakan melanggar empat pasal. Yakni Pasal 12 huruf (a) atau huruf (b), Pasal 5 ayat 2, pasal 11, atau pasal 12 B Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (Merdeka.com)
"Kemungkinan besar demikian," tulis Samad melalui pesan singkat kepada awak media, Rabu (14/1).
Samad meyakini foto-foto itu adalah fitnah. Dia merasa tidak pernah hal-hal itu. "Itu fitnah semua," lanjut Samad.
Sebelumnya, foto-foto mesra Samad dan Elvira disebarkan surat elektronik beralamat wijayantiandini@yahoo.co.id kepada awak media sejak pagi tadi. Entah apakah hal ini memang ada hubungannya dengan penetapan status tersangka Komjen Budi atau tidak. Yang pasti, Samad sangat geram soal foto-foto itu. Dia bahkan balik menuding hal itu sebagai upaya kriminalisasi terhadapnya.
"Ini gosip yang sengaja disebarkan untuk menghancurkan diri saya dan mengkriminalisasi saya," sambung Samad.
Kemarin KPK menetapkan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi. Hal itu dilakukan selepas pimpinan dan penyidik melakukan gelar perkara pada 12 Januari 2014.
Menurut Samad, proses penyelidikan terhadap transaksi mencurigakan Budi dilakukan saat mereka menerima laporan masyarakat, dan bukan dari Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan. Sebab, PPATK hanya pernah mengirim surat kepada Badan Reserse Kriminal Polri pada 26 Maret 2010 supaya menyelidiki hal itu. Sedangkan pada 18 Juni 2010, Bareskrim melaporkan akan mengusut soal. Tetapi sampai KPK menetapkan Budi sebagai tersangka, Bareskrim tidak pernah menjelaskan hasil kajian mereka. Saat itu, Budi masih berpangkat Inspektur Jenderal.
Atas laporan itu, KPK mulai mengkaji serta mengumpulkan bahan dan keterangan terkait Budi sejak Juni sampai Agustus 2010. Dua tahun kemudian hasil kajiannya diperiksa kembali. Lantas pada Juli 2013, Samad memimpin gelar perkara pertama. Saat itulah diputuskan memang perlu menaikkan kajian ke tahap penyelidikan. Tetapi hal itu baru terlaksana pada Juli 2014. Setelah sekian lama, akhirnya pada 12 Januari KPK resmi menetapkan mantan ajudan Presiden RI Megawati Soekarnoputri itu sebagai tersangka.
Menurut Samad, Budi disangkakan menerima suap dan gratifikasi saat masih menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Mabes Polri 2003-2006 dan jabatan-jabatan lain di Mabes Polri. Jabatan pernah diembannya antara lain Kepala Sekolah Lanjutan Perwira Lembaga Pendidikan Pelatihan Polri (2006-2008), Kapolda Jambi (2008-2009), Kepala Divisi Pembinaan Hukum Polri (2009-2010), Kadiv Profesi dan Pengamanan Polri (2010-2012), Kapolda Bali (2012), dan terakhir Kalemdikpol (sejak 2012).
Budi disangkakan melanggar empat pasal. Yakni Pasal 12 huruf (a) atau huruf (b), Pasal 5 ayat 2, pasal 11, atau pasal 12 B Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (Merdeka.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar