"Pihak TNI harus berhenti memberikan kabar bohong tentang kondisi faktual di lapangan. Ini bantahan bahwa tidak ada OPM," kata Otto kepada CNN Indonesia, Jumat petang (12/12).
Menurutnya,
bantahan ini perlu dipaparkan lantaran pihak TNI kerap menjadikan OPM sebagai kambing
hitam dalam kasus penembakan oleh aparat. Hal tersebut menjadi skenario yang
lazim dijabarkan sebagai dalih TNI.
Lebih jauh Otto menambahkan, pemetaan aktor sudah dilakukan. "Pelaku penembakan dari pihak aparat TNI, Tim Khusus Batalyon 753," ujarnya. Kendati demikian dia belum dapat menjelaskan detil identitas tiap pelaku, baik yang terlibat dalam penganiayaan yang terjadi Minggu (7/12) malam, ataupun pada penembakan, Senin (8/12) pagi.
Setelah menggelar kajian dengan Dewan Adat Paniai dan Polda Papua pekan ini, Otto menyebut, pihak aparat TNI sengaja menembak dengan menggunakan senjata. "Penembakan dari depan dan jarak dekat," katanya.
Dari data yang dia temukan, pihaknya juga menyangkal pernyataan Kepala Pusat Penerangan TNI Fuad Basya, yang dilontarkan pada Kamis (11/12) lalu, di Mabes TNI, Cilangkap. Kala itu, Fuad menyebut adanya penembakan dari atas gunung dan dari arah kerumunan massa. "Tidak ada, gunungnya jauh. Sekalipun pakai senapan laras panjang, tidak akan bisa," kata Otto.
Sebelumnya, penembakan oleh aparat terjadi pada Senin pagi (8/12) di lapangan, di depan kantor Koramil, Enrotolli, Painai. Penembakan menewaskan lima orang remaja, yakni Simo Degei (18), Octianus Gobai (18), Alfius Youw (17), Yulian Yeimo (17) dan Abia Gobay. Tak hanya itu, belasan anak-anak di bawah umur ikut terluka dan dirawat di rumah sakit.
"Empat orang meninggal di tempat, satu di rumah sakit. Ada 17 anak lainnya juga yang dibawa ke rumah sakit," ujarnya.
Menurut hasil investigasi Otto, penembakan dipicu kejadian pada malam sebelumnya, ketika dua orang aparat sedang mengendarai mobil Toyota Rush berwarna hitam dan merah di sebuah jalan. Lantaran tak menyalakan lampu sorot, empat orang remaja memberhentikan mobil dan meminta pengemudi untuk menyalakan lampu.
Tak terima, aparat tersebut malah melakukan ancaman dan mengajak kawannya kembali ke pos tempat remaja berkumpul. "Mereka kembali lagi dengan jumlah yang banyak, ada sekitar tujuh sampai delapan orang, membawa senjata semua. Di situ, tinggal satu orang remaja SMA yang disiksa dari malam sampai dini hari," ujarnya.
Pada pagi harinya, masa berkumpul di lapangan di depan Koramil. "Ketika massa berkumpul, aparat TNI dan Polri mengepung masa, lalu di situ terjadi penembakan terhadap massa," kata Otto.
Mulanya, jelas Otto, aparat menembak ke arah udara sebagai tembakan peringatan. Namun, mendengar adanya ancaman penembakan, warga justru menarikan sebuah tarian adat. Warga tak kunjung bubar hingga akhirnya terjadi penembakan yang menewaskan satu orang remaja lainnya. (CNN Indonesia)
Lebih jauh Otto menambahkan, pemetaan aktor sudah dilakukan. "Pelaku penembakan dari pihak aparat TNI, Tim Khusus Batalyon 753," ujarnya. Kendati demikian dia belum dapat menjelaskan detil identitas tiap pelaku, baik yang terlibat dalam penganiayaan yang terjadi Minggu (7/12) malam, ataupun pada penembakan, Senin (8/12) pagi.
Setelah menggelar kajian dengan Dewan Adat Paniai dan Polda Papua pekan ini, Otto menyebut, pihak aparat TNI sengaja menembak dengan menggunakan senjata. "Penembakan dari depan dan jarak dekat," katanya.
Dari data yang dia temukan, pihaknya juga menyangkal pernyataan Kepala Pusat Penerangan TNI Fuad Basya, yang dilontarkan pada Kamis (11/12) lalu, di Mabes TNI, Cilangkap. Kala itu, Fuad menyebut adanya penembakan dari atas gunung dan dari arah kerumunan massa. "Tidak ada, gunungnya jauh. Sekalipun pakai senapan laras panjang, tidak akan bisa," kata Otto.
Sebelumnya, penembakan oleh aparat terjadi pada Senin pagi (8/12) di lapangan, di depan kantor Koramil, Enrotolli, Painai. Penembakan menewaskan lima orang remaja, yakni Simo Degei (18), Octianus Gobai (18), Alfius Youw (17), Yulian Yeimo (17) dan Abia Gobay. Tak hanya itu, belasan anak-anak di bawah umur ikut terluka dan dirawat di rumah sakit.
"Empat orang meninggal di tempat, satu di rumah sakit. Ada 17 anak lainnya juga yang dibawa ke rumah sakit," ujarnya.
Menurut hasil investigasi Otto, penembakan dipicu kejadian pada malam sebelumnya, ketika dua orang aparat sedang mengendarai mobil Toyota Rush berwarna hitam dan merah di sebuah jalan. Lantaran tak menyalakan lampu sorot, empat orang remaja memberhentikan mobil dan meminta pengemudi untuk menyalakan lampu.
Tak terima, aparat tersebut malah melakukan ancaman dan mengajak kawannya kembali ke pos tempat remaja berkumpul. "Mereka kembali lagi dengan jumlah yang banyak, ada sekitar tujuh sampai delapan orang, membawa senjata semua. Di situ, tinggal satu orang remaja SMA yang disiksa dari malam sampai dini hari," ujarnya.
Pada pagi harinya, masa berkumpul di lapangan di depan Koramil. "Ketika massa berkumpul, aparat TNI dan Polri mengepung masa, lalu di situ terjadi penembakan terhadap massa," kata Otto.
Mulanya, jelas Otto, aparat menembak ke arah udara sebagai tembakan peringatan. Namun, mendengar adanya ancaman penembakan, warga justru menarikan sebuah tarian adat. Warga tak kunjung bubar hingga akhirnya terjadi penembakan yang menewaskan satu orang remaja lainnya. (CNN Indonesia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar