Jakarta – WARA - Kepolisian Republik
Indonesia (Polri) dinilai melecehkan atau menghina dirinya sendiri ketika
menetapkan Ketua KPK, Abraham Samad dengan kasus yang levelnya sangat kecil.
Nursjahbani Katjasungkana, kuasa hukum
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad mengatakan, kasus yang
menimpa kliennya tidak rumit, hanya soal poltisasi dan kriminalisasi saja.
"Dari segi kasus enggak rumit.
Ini kasus sepele. Ini bagian dari politisasi dan kriminalisasi pimpinan. Kalau
Pak BW (Bambang Widjojanto) kriminalisasi terhadap advokat. Ini beda
kualitas," kata Nursjahbani Katjasungkana saat mendatangi Gedung KPK,
Selasa (17/2).
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi
(MK), Mahfud MD juga pernah berujar senada.
Menurut
Mahfud, secara hukum, kalau pun AS memalsukan dokumen hal itu bukan pelanggaran
serius, kendati melanggar hal itu tidak membawa dampak kerugian yang besar (mala
prohibita).
Bukan
melanggar aturan resmi serta bertentangan dalam prinsip umum masyarakat yang berdampak
besar (mala inse).
"Seperti
misalnya orang mencantumkan nama orang di KK karena keperluan praktis, misalnya
saya punya pembantu tanpa ada dokumen resmi dari daerah asalnya, saya bawa ke
kantor Kelurahan, tolong ini cantumkan pembantu saya ke dalam keluarga saya.
Itu mungkin dari prosedur salah, tetapi kesalahannya mala prohibita
bukan mala inse," kata Mahfud usai mendatangi Kantor KPK, di
Jakarta, Jumat (6/2).
Mahfud MD
malah mengatakan, kalau diperiksa semua hakim atau pejabat pasti memiliki KTP
lebih dari satu.
"Orang
punya KTP banyak, padahal hakim-hakim, pejabat KTP nya lebih dari satu. Semua
melanggar aturan, tetapi itu mala prohibita bukan mala inse,"
katanya.
Dengan
begitu Mahfud berpandangan, jika kasus AS terus dipaksakan otomatis menimbulkan
kesan kriminalisasi terhadap pimpinan KPK. Apalagi arah kebijakan hukum
nasional adalah restorative justice.
Kasus Ecek-Ecek
Di tempat terpisah, mantan Wakil
Ketua DPD RI, Laode Ida menulis, "seorang teman pewarta menyampaikan ke
saya, bang, kalaupun AS miliki kasus, sebenarnya levelnya masih ecek-ecek dibanding dengan para oknum
pejabat pemiliki rekening gendut". Spontan saya katakan 100 persen sangat
setuju."
Laode mengatakan, dirinya sangat kritis melihat sepak terjang AbrahamSamad, karena kebijakan dan langkah KPK yang lamban dan terkesan tebang pilih, termasuk sekonyong-konyong tetapkan BG jadi tersangka, serta intrik politiknya.
"Tapi saya tetap dalam posisi mendukung gerakan KPK menghabisi koruptor berikut harta haram mereka. Saya sama sekali melawan kriminalisasi terhadap pimpinan dan aparat KPK," katanya.
Apalagi kasus yang disangkakan ke
Samad terbilang sangat kecil dan ini seperti melecehkan dan menghina Polisi itu
sendiri. Pasalnya, masih banyak kasus besar lainnya yang seharusnya menjadi
objek pemeriksaan, tetapi itu tidak dilakukan.
Lihatlah kasus rekening gendut para
pejabat, termasuk rekening gendut Labora Sitorus yang sampai saat ini tidak
pernah tersentuh.
Karena itu, berita tentang akan dijadikannya Abraham Samad tersangka hanya sekadar bluffing dari oknum Polri. Sungguh tak menghrapkanya," katanya.
Laode Ida kemudian menceritakan, ada seorang teman bertanya, begitu beratkah kesalahan Abraham Samad? Mengapa pihak Polri begitu ngotot untuk mentersangkakan hampir semua pimpinan dan penyidik KPK?
"Saya hanya jawab, kita
liat drama ini ke depan," kata Laode. (SP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar