Jakarta - WARA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan Perum
Bulog mengutamakan stok beras lokal ketimbang beras impor untuk mengendalikan
harga beras di dalam negeri. Hal itu sangat memungkinkan karena stok beras
lokal di gudang Perum Bulog saat ini mencapai 1,4 juta ton. Apalagi pada Maret
sejumlah daerah di Indonesia memasuki masa panen dan April terjadi panen raya.
“Saya tegaskan bahwa pasokan kita
cukup sampai panen berikutnya, stoknya ada 1,4 juta ton. Itu akan disalurkan
melalui operasi pasar (OP) maupun program beras untuk rakyat miskin (raskin),”
kata Jokowi saat meninjau penyaluran serentak raskin dan OP beras 2015 di
Gudang Bulog Divre DKI Jakarta, Rabu (25/2).
Kepala Negara sama sekali tidak
menyinggung rencana pemerintah mengimpor beras. Dengan melihat stok yang masih
melimpah dan datangnya panen bulan depan, peluang impor menjadi minim.
“Mulai
Maret, Indonesia akan memulai masa panen dan mencapai titik kulminasinya pada
April, ada panen raya. Jangan impor (beras), itu harus kita junjung sendiri.
Kalau kita impor, itu tergantung kurs,” tutur Presiden.
Di tempat yang sama, Direktur Utama
Perum Bulog Lenny Sugihat mengatakan, pihaknya tidak akan mengimpor beras dalam
waktu dekat. Impor hanya diperlukan jika pasokan di dalam negeri tidak
mencukupi. Apalagi sebagai BUMN, Bulog harus menjalankan amanat pemerintah sebagai
pemegang sahamKetika pemerintah menginstruksikan tidak impor beras, Bulog harus
menjalankannya.
“Kami tidak bicara impor. Bulog itu off taker. Kembali
lagi kalau produksi nasionalnya melimpah, pengadaan dalam negeri cukup, untuk
apa impor?!” ujar Lenny.
Dalam kesempatan itu, Presiden
Jokowi juga berjanji segera meredam gejolak harga beras di dalam negeri. Saat
ini, stok beras di gudang Bulog masih mampu mencukupi kebutuhan sampai masa
panen Maret hingga April 2015, yakni 1,4 juta ton. Di sisi lain, OP akan terus
dilakukan dan penyaluran beras untuk rakyat miskin akan ditingkatkan volumenya.
Kepala Negara menegaskan, berapa pun
beras yang dibutuhkan akan didorong masuk ke pasar, termasuk Pasar Induk
Cipinang yang merupakan pasar beras terbesar di Tanah Air. Pemerintah siap
menyalurkan beras hingga 300 ribu ton untuk mengendalikan harga beras melalui
OP.
"Jangan ada lagi pikiran kekurangan stok, tidak ada suplai. Suplai
akan terus ada, berapa pun yang diminta. Saya juga sampaikan bahwa stok beras
kita cukup sampai masa panen nanti," tegas dia.
Dalam acara yang dihadiri perwakilan
Bulog dari Bandung, Palembang, Surabaya, dan Bali itu, Presiden Jokowi pun
menginstruksikan mereka segera menyalurkan beras raskin sampai habis, sehingga
kebutuhan masyarakat terpenuhi. “Dengan begitu, suplai dan permintaan bisa
seimbang dan harga bisa normal kembali,” papar dia.
Dalam laporannya kepada Presiden,
Lenny Sugihat mengatakan, pihaknya siap menyalurkan beras raskin dan OP di
seluruh Indonesia. Sejak Januari-Februari 2015 telah disalurkan raskin sebanyak
175 ribu ton dan OP 56 ribu ton. Pada Rabu (25/2) disalurkan 25 ribu ton raskin
dan 2 ribu ton beras OP yang merupakan bagian dari rencana penyaluran 300 ribu
ton. “Dalam OP, kami dibantu TNI yang mengirimkan truknya untuk menyalurkan
beras ke masyarakat,” kata dia.
Lenny mengungkapkan, program
penyaluran raskin secara serentak ini merupakan komitmen pemerintah untuk
menstabilkan harga dan menjaga daya beli masyarakat, sekaligus untuk mengurangi
beban pengeluaran penerima raskin melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan,
khususnya beras. Tahun ini, raskin diberikan kepada 15.530.587 rumah tangga
sasaran (RTS) dengan alokasi 15 kg per RTS per bulan. Sedangkan OP bertujuan
menyediakan beras bagi masyarakat berpendapatan rendah dengan harga jual eceran
tertinggi Rp 7.400 per kg di Pulau Jawa dan Rp 7.500 per kg di luar Jawa.
Dari gudang Bulog Divre DKI Jakarta
siap disalurkan 1.600 ton beras OP untuk menjaga daya beli masyarakat dengan
harga Rp 7.400 per kg. Sedangkan raskin dijual seharga Rp 1.600 per kg. Kepala
Divisi Regional Bulog DKI Jakarta Awaluddin Iqbal mengungkapkan, ada 118 truk
yang diberangkatkan kemarin untuk penyaluran raskin dan beras OP. OP dilakukan
di 12 pasar di Jakarta, yakni Pasar Minggu, Pasar Anyer Bahari, Pasar
Jatinegara, Pasar Jembatan Lima, Pasar Klender, Pasar Kramatjati, Pasar Senen,
Pasar Boplo, Pasar Kebayoran Lama, Pasar Tomang Barat, Pasar Tanah Abang, dan
Pasar Palmerah.
Menteri Perdagangan Rachmat Gobel
mengatakan, pemerintah akan menggelar OP sebanyak 300 ribu ton untuk seluruh
daerah di Indonesia. OP dilakukan Bulog agar harga yang ditentukan pemerintah
bisa sama ketika sampai ke masyarakat. Pemerintah juga menggandeng TNI-Polri
untuk mengawasi OP agar tidak terjadi kebocoran.
"Jika ditemukan menyalurkan
beras atau menahan beras akan ditindak. Kami sudah berikan sinyal, jangan
main-main. Jika tidak diindahkan akan ditindak karena membuat keresahan,"
tandas dia.
Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla
juga memerintahkan Perum Bulog meningkatkan distribusi raskin guna menekan
harga beras yang saat ini tinggi. Kenaikan harga beras lebih disebabkan
berkurangnya pasokan karena jumlah raskin yang seharusnya didistribusikan Bulog
sebanyak 500 ribu ton hanya didistribusikan 140 ribu ton. Akibat tidak optimalnya
distribusi raskin, harga beras di sejumlah daerah mengalami kenaikan.
Kalla menegaskan, walaupun ada
kenaikan harga, saat ini belum perlu dilakukan impor karena stok yang ada di
Bulog masih cukup, yakni 1,4 juta ton. Stok beras akan bertambah mengingat
dalam tiga bulan ke depan terjadi panen dan panen raya.
“Stok beras saat ini
yang mencapai 1,4 juta ton sebenarnya cukup dan jumlah tersebut akan meningkat
mengingat Maret, April, dan Mei akan terjadi panen. Stok dan harga aman. Harga
pasti akan turun, dalam beberapa hari ini harga bisa terkendali lagi dan stok
di masyarakat akan cukup,” tegas dia.
Menurut Wapres, pemerintah juga
tidak menginginkan harga beras terlalu rendah karena hal itu justru akan
merugikan petani. Namun, di sisi lain, harga beras jangan sampai kelewat mahal
karena akan memberatkan masyarakat selaku konsumen.
"Perlu diingat kalau
harga beras terlalu rendah bagaimana petani akan untung. Jangan selalu melihat
dari sisi konsumen yang menginginkan harga murah, kita juga harus pikirkan
petani," ujar dia.
Tekanan Politik
Ketua PBNU yang juga Guru Besar
Sosial Ekonomi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Gadjah Mada (UGM) Mochammad Maksum Machfoedz yang dihubungi Investor Daily
mengungkapkan, produksi beras saat ini cenderung surplus. Konsumsi rutin juga
berlangsung normal. Namun, di lapangan justru harga beras melonjak.
“Ini memang patut dipertanyakan
bahwa ada 'sesuatu' yang terjadi saat ini. Ada semacam tekanan politik yang
dibuat agar impor beras bisa dilakukan. Ada yang memanfaatkan situasi, sebuah
tekanan politik supaya bisa impor,” papar dia.
Menurut Maksum, hal itu wajar
mengingat dengan konsumsi beras nasional sebanyak 31 juta ton per tahun, bisnis
beras sungguh menggiurkan. Dengan harga beras saat ini rata-rata Rp
8.000-10.000 per kg, nilai bisnis beras berkisar Rp 250-300 triliun per tahun.
“Apabila 'dimainkan' 1 persen saja, itu sudah setara dengan keuntungan Rp 2,5
triliun per tahun. Di sinilah ada peluang pihak-pihak tertentu untuk mendorong
impor. Dengan harga beras dari luar negeri Rp 7.000 per kg, sementara di dalam
negeri Rp 10 ribu per kg, ada selisih 30 persen yang merupakan keuntungan
apabila impor. Inilah yang dikejar para pemburu rente,” tegas dia.
Maksum mengungkapkan, pemerintah
jangan membiarkan hal ini terjadi. Beras adalah komoditas strategis yang harus
bisa dikendalikan oleh negara. Produksi harus ditingkatkan dan distribusi harus
dibenahi.
“Adalah tugas negara untuk menyediakan pangan bagi rakyatnya, jangan
sampai negara kalah oleh para pemburu rente. Jangan hanya teriak, tapi harus
bisa ditangkap dan diberi sanksi,” tutur Maksum.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum
Kadin Bidang Pemberdayaan Daerah Tertinggal dan Bulog Natsir Mansyur
menjelaskan, selama suplai lebih sedikit dari permintaan, para spekulan akan
menjadikannya sebagai peluang untuk memainkan harga. Solusinya bukan hanya
menambah beras di pasar melalui OP.
Kegiatan OP ibarat Panadol yang hanya mampu
mengurangi rasa sakit untuk sementara waktu. Apalagi dalam OP saat ini hanya
dialokasikan 300 ribu ton, atau separuh dari kebutuhan. “Harus ada solusi
jangka panjang karena saat ini manajemen perberasan di Indonesia sangat rapuh,”
ujar dia.
Untuk membenahi manajemen perberasan
dan meredam gejolak harga beras, kata Natsir, pemerintah harus memperkuat stok
beras, baik stok beras pemerintah melalui Bulog maupun stok beras di
masyarakat.
Caranya, pemerintah perlu meningkatkan cadangan beras pemerintah
(CBP) dari saat ini yang hanya 500 ribu ton. Sedangkan untuk memperkuat stok
beras rakyat, pemerintah bisa menambah alokasi raskin yang saat ini 15 kg per
bulan per orang (untuk 15 hari) menjadi 30 kg (untuk 30 hari).
“Kalau stok
beras pemerintah melimpah, rakyat punya stok yang cukup, siapa yang mau
memainkan harga? Konsumennya kan tidak ada?!” tandas Natsir. (BS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar