Merdeka.com - Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Agus Hermanto terus melakukan kritik terhadap Presiden Jokowi. Baik sebagai politisi maupun wakil ketua DPR, Agus kerap menyampaikan kritik terhadap kebijakan dan aksi Jokowi dalam memimpin pemerintahannya.
Agus yang juga adik Ipar istri Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Ani Yudhoyono ini menyebut jika dalam kepemimpinannya Jokowi hanya kerap melakukan pencitraan saja. Termasuk saat wacana pemerintah untuk menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi sebagai kado tahun baru.
Tidak hanya soal kebijakan politik, Agus juga menyindir Jokowi dalam kasus jatuhnya pesawat AirAsia QZ 8501 di Pangkalanbun, Kalimantan Tengah. Menurut dia, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) justru lebih sigap dalam menanggapi insiden tersebut.
Berikut kritikan Agus Hermanto kepada Jokowi mulai dari wacana menurunkan harga BBM sampai insiden jatuhnya AirAsia seperti dihimpun merdeka.com, Rabu (31/12):
Mau turunkan BBM, Jokowi kerjanya pencitraan saja
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil memastikan, pemerintah sudah menetapkan harga baru untuk bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi per 1 Januari 2015. Keputusan ini setelah adanya perubahan kebijakan dalam pemberian subsidi BBM.Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Agus Hermanto mengatakan, sebaiknya Presiden Jokowi berhenti melakukan pencitraan-pencitraan dalam upaya menarik simpati publik. Menurut Agus, tidak etis rasanya bila pemerintah menaikkan harga BBM di tengah-tengah harga minyak dunia sedang mengalami penurunan.
"Kita tunggu saja, kita sudah bosen dengan kabar-kabar. Yang jelas, pada saat itu pemerintahan Jokowi menaikkan BBM betul-betul melukai hati masyarakat," kata Agus kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/12).
Wakil Ketua DPR itu menambahkan, sekarang ini rakyat sudah banyak menanggung beban besar. Mulai dari kenaikan TDL (tarif dasar listrik), gas dan kemudian ditambah kenaikan harga BBM di tengah harga minyak dunia mengalami penurunan.
Oleh sebab itu, tegas Agus, pemerintah tidak usah basa-basi dan mengumbar janji semata. Pemerintah Presiden Jokowi dituntut memberikan bukti-bukti atas janji-janji kampanyenya dibandingkan menebar janji kembali.
"Pencitraan saja yang dilaksanakan, sekarang memberi sinyal BBM akan turun, kita tunggu saja. Kemarin mewacanakan menghilangkan premium," ketusnya.
JK lebih sigap cari AirAsia ketimbang Jokowi
Wakil Ketua DPR Agus Hermanto mengapresiasi langkah Wakil Presiden Jusuf Kalla bergerak cepat dalam penanganan pencarian pesawat AirAsia QZ 8501. Pesawat itu hilang sejak Minggu (28/12) lalu."Saya melihat bahwa Pak JK sudah improv terus, sehingga itu sesuatu yang cukup baik, pun PM Malaysia sudah sewajarnya karena juga AirAsia ini sentralnya ada di Malaysia, dan ada juga penduduk Malaysia yang terkena musibah. Sehingga, sudah pada selayaknya seperti itu," kata Agus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/12).
Atas insiden nahas itu, Jusuf Kalla lebih cepat menyampaikan rasa prihatin dan simpatinya dibandingkan Presiden Joko Widodo. JK langsung berkoordinasi dengan Basarnas untuk segera melakukan pencarian dan menemui keluarga penumpang pesawat di Surabaya.
"Memang yang terbaik kalau presiden langsung (mengucapkan turut prihatin) jauh lebih baik. Tapi secara perwakilan pemerintah, saya melihat Pak Jk sudah melaksanakan itu," jelasnya.
Rupiah melemah, Tim Jokowi sangat lemah
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Agus Hermanto kembali menuding bila tim ekonomi pemerintahan Presiden Joko Widodo lemah. Menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar dalam beberapa hari terakhir ini karena disebabkan intervensi Bank Indonesia (BI)."Tim ekonominya Pak Jokowi kan lemah. Dolar turun rupiah naik, ini intervensi BI prestasinya," kata Agus kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (24/12).
Oleh sebab itu, tegas Agus, pemerintahan Presiden Jokowi sebaiknya tidak mengkambinghitamkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar.
"Kami melihat memang sekali lagi tim ekonomi Pak Jokowi sangat lemah. Ini perlu banyak belajar, perlu banyak juga mengetahui kelemahan-kelemahan itu," jelasnya.
Wakil Ketua DPR itu menjelaskan, sewaktu SBY menjabat sebagai presiden, nilai tukar rupiah terhadap dolar stabil. Tidak separah ketika Presiden Jokowi baru menjabat.
"Timnya Pak Jokowi lemah, jangan menyalahkan pemerintahan sebelumnya. Tim ekonomi ini tak punya kemampuan betul, rupiah menguat itu kan karena BI," tegasnya.
Jokowi tenggelamkan perahu kecil, bukan kapal
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Agus Hermanto mengkritik keras kebijakan Presiden Joko Widodo dalam menyikapi kapal-kapal asing yang mencuri ikan di perairan Indonesia. Menurut Agus, pengeboman dan penenggelaman kapal asing tersebut hanya sebagai upaya pencitraan besar-besaran yang dilakukan pemerintahan Jokowi."Memang putusannya orang itu bersalah, sehingga kapalnya itu dibom padahal kalau menurut saya itu bukan kapal, perahu mungkin barang kali," kata Agus dengan nada menyindir, Jakarta, Rabu (24/12).
Agus menambahkan, yang ditenggelamkan dan dibom oleh pemerintah sebetulnya bukan kategori kapal. Tetapi hanya perahu kecil yang diketahui sudah tidak beroperasi.
"Sehingga kita negara ini beli alutsista mahal-mahal hanya untuk mengebom perahu, bisa dibayangkan ini kebijakan yang mana yang bagus," jelas Agus yang juga menjabat sebagai wakil ketua DPR ini.
"Jadi kebijakan pencitraan yang tidak benar lah seperti ini hanya pencitraan wah Indonesia sekarang berani mengebom kapal, kapal dongkrong ditarik ke tengah laut kemudian di bom, ini kan hanya berani beranian enggak pada tempatnya," imbuhnya.
Diakui Agus, memang perahu-perahu yang dibom itu sudah selesai untuk semua urusannya. Perahu itu melanggar, sudah ditangkap, ikannya sudah dilelang kemudian orangnya sudah disuruh turun dan sudah di proses hukum.
"Apa sekarang hubungan kita dengan negara lain menjadi lebih baik? kan tidak. Apa sekarang pencuri ikan menjadi lebih takut? apakah dengan ngebom itu tidak merusak biota laut? biota lautnya juga rusak, sehingga proses berani berani ini proses berani yang tidak benar ini," jelas Agus.
"Sehingga ini perlu dikoreksi, sehingga kebijakan seperti ini kebijakan pencitraan yang tidak bagus," tandasnya. (Merdeka.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar