Ada sekitar 100 orang WNI yang bergabung dengan kelompok militan ISIS di Suriah dan Irak.
Pemerintah Malaysia akan
memperketat undang-undang antiterorisme setelah puluhan warganya dilaporkan
kembali dari Irak dan Suriah dan bergabung dengan kelompok yang menyebut diri
Negara Islam atau ISIS.
Sementara warga Indonesia yang
dilaporkan bergabung dengan ISIS sekitar 100 orang, namun kepolisian mengatakan
tidak dapat mengambil tindakan hukum terhadap mereka karena keterbatasan
undang-undang.
Seorang pengamat meminta agar
Pemerintah Indonesia diminta bersikap lebih tegas terhadap warganya yang
mendukung dan menjadi anggota ISIS.
Selain memperkuat undang-undang
antiterorisme, pemerintah Indonesia dapat mencabut status kewarganegaraan WNI
yang terlibat aksi kekerasan ISIS di Suriah atau Irak, kata pengamat masalah
terorisme dari Universitas Paramadina, Najamudin.
“Saya setuju jika status
kewarganegaraannya dicabut. Ini bukan terkait isu, misalnya hak asasi manusia
dalam kebebasan beragama. Tetapi ketegasan negara dalam menjaga teritorialnya,”
kata Najamudin kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, Kamis (27/11)
siang.
Tidak
Dapat Menangkap
Walaupun mengakui ISIS sebagai
ancaman yang berbahaya, kepolisian Indonesia tidak dapat menangkap beberapa WNI
pendukung ISIS yang telah kembali ke Indonesia dari Irak dan Suriah, karena
tidak ada dasar hukumnya.
Juru bicara kepolisian Indonesia,
Ronny Sompie mengatakan, selama tidak ada penguatan undang-undang anti
terorisme, pihaknya tidak dapat menangkap pendukung ISIS.
Indonesia mengaku tidak memiliki payung untuk melakukan upaya hukum terhadap WNI yang mendukung ISIS. |
“Kepolisian membutuhkan payung
hukum untuk melakukan upaya paksa yang betul-betul diarahkan untuk mencegah
terjadinya kasus-kasus teror di Indonesia,” kata Ronny kepada BBC Indonesia.
Seperti yang dialami Malaysia,
Indonesia juga menganggap ISIS sebagai ancaman yang berbahaya.
Keterangan resmi menyebutkan ada
sekitar 100 orang WNI yang ikut terlibat dalam aksi perang kelompok militan
Negara Islam atasu ISIS di Irak dan Suriah, dan sebagian diantaranya telah
kembali ke Indonesia.
Namun demikian, lanjut Ronny
Sompie, pihaknya terus mengawasi orang-orang WNI yang telah kembali tersebut.
“Karena apabila yang bersangkutan
melakukan pidana di luar kegiatan ISIS itu, kita bisa memprosesnya (hukum),”
kata Ronny.
Ancaman
Malaysia
Sementara itu, Perdana Menteri
Malaysia, Najib Razak telah mengajukan rancangan undang-undang anti terorisme
yang baru kepada parlemen negara itu.
Upaya ini dilakukan karena
undang-undang yang lama dianggap tidak memadai dalam mengatasi ancaman kelompok
militan Negara Islam atau ISIS di negara itu.
“Pemerintah Malaysia bimbang
karena mereka (warga Malaysia) yang mendapat latihan di Suriah dan Irak itu
pulang dan melakukan teror di Indonesia. Saya kira ini usaha preventif,” kata
wartawan senior Malaysia, Fati Aris Omar, saat dihubungi melalui telepon dari
Jakarta.
Malaysia memperkuat UU anti-terorisme untuk mencegah sepak terjang ISIS di negara itu. |
Sebanyak 39 warga Malaysia telah
bergabung dengan kelompok militan Negara Islam di Irak dan Suriah.
Pemerintah Indonesia sendiri
telah menolak ideologi kelompok militan Negara Islamalias ISIS dan melarang
pengembangan ideologinya di Indonesia.
Tetapi sejauh ini tidak ada upaya
hukum terhadap pengusung dan anggota kelompok ini karena tidak ada payung
hukumnya. (BBC)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar