Jakarta - WARA - Ketua Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) Abraham Samad
menolak penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) atau
keputusan presiden (kepres) untuk secara sepihak menunjuk wakil ketua KPK oleh
Presiden Joko Widodo.
"Kami menolak jika perppu
dikeluarkan untuk memilih pimpinan secara penunjukan. Itu kan sangat
berbahaya, karena pemerintah menunjuk orang yang diinginkan," katanya di
kompleks parlemen, Jakarta Selatan, Senin (1/12).
Menurut Abraham, tidak ada keadaan
darurat yang menjadi alasan presiden untuk menerbitkan perppu atau kepres.
Selama ini pengambilan keputusan di KPK juga tidak pernah dilakukan lewat voting,
sehingga mutlak dibutuhkan lima pimpinan.
"Selama ini tradisi pengambilan
keputusan selalu musyawarah, tidak dengan voting," imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Bersama Pusat
Studi Antikorupsi dan Good Governance Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW)
Salatiga, Jawa Tengah, Theofransus Litaay, mendesak DPR segera menuntaskan
revisi UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) untuk memberikan legitimasi
kepada Komisi III DPR dalam pemilihan pimpinan KPK.
Menurutnya, legitimasi pemilihan
pimpinan KPK--antara Busyro Muqqodas atau Roby Arya Brata--oleh Komisi III
terancam, apabila hanya dihadiri fraksi-fraksi dari Koalisi Merah Putih (KMP).
"Jika dipaksakan, proses
pemilihan yang hanya dihadiri fraksi-fraksi dari KMP, akan mengalami krisis
legitimasi. Oleh karena itu, pimpinan DPR perlu mempercepat penyelesaian revisi
UU MD3 sesuai dengan isi kesepakatan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan
KMP," katanya. (Suara Pembaruan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar