WARA - Kota Salatiga, Jawa Tengah hanyalah
satu titik kecil di dalam peta Republik Indonesia. Namun, dibalik titik itu,
ada keragaman budaya dan beragama yang sangat layak untuk ditiru.
Kamis (25/12) pagi, di kota yang
populasi penduduknya 75 persen Muslim ini ada pemandangan yang berbeda di
lapangan Panca Sila. Ribuan umat Kristiani yang berasal dari sekitar 76 gereja,
berkumpul jadi satu untuk mengikuti ibadah Natal bersama.
Ya, hajat ibadah bersama ini, di
kota Salatiga sudah dirintis sejak tahun 1970 an. Digelar oleh Badan Kerjasama
Gereja- Gereja Salatiga (BKGS), nyaris tiap tanggal 25 Desember pagi tak pernah
sepi. Kendati cuaca kadang tidak begitu ramah, namun di lapangan yang bisa
memuat 10.000 orang ini selalu padat.
“Saya dan anak- anak selalu menyempatkan
untuk hadir,” kata Jumadi (60) pensiunan yang datang bersama 4 orang anaknya.
Ada sisi menarik dibalik gawe besar
ini. Di mana, tepat diseberang sebelah barat lapangan Panca Sila yang berjarak
sekitar 10 meter, terdapat Mesjid Raya. Tiap hari sarat dengan jemaah dengan
segala aktifitasnya. Meski begitu, umat Muslim tak pernah merasa terusik. Begitu
pula dengan hajatan umat Kristiani yang digelar berpuluh- puluh tahun, belum
pernah terganggu oleh insiden apa pun. Semua begitu lancar, semua begitu aman.
Memang, Salatiga sungguh berbeda.
Peran FKUB
Amannya kota Salatiga dalam
beribadah, sebenarnya tak lepas dari peran Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB)
yang dipimpin Drs KH Tamam Qoulani. Kyai sepuh pemilik Ponpes Al Hikmah Al
Islamiah ini memang menjadi perekat umat di kota Salatiga.
Salatiga yang berpenduduk sekitar
180 ribu jiwa, merupakan cermin dari Indonesia mini. Apa pun suku yang ada di
Republik ini, dengan mudahnya bisa ditemukan di kota Salatiga. Kendati awalnya
para pendatang menimba ilmu di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), tetapi
banyak akhirnya berkeluarga dan menetap di sini.
“Saya merasa betah tinggal di
sini bang,” komentar Pieter (40) yang berasal dari Ambon.
Memang, anak- anak mahasiswa yang
berbeda karakter itu terkadang berulah. Tetapi sampai sekarang belum pernah
terjadi keributan besar, karena penyebab utama biasanya hanya sebatas hal- hal
sepele.
”Itu gesekan kecil, diselesaikan di tingkat RT saja sudah selesai,”
kata Wakil Walikota Salatiga M. Haris.
Salatiga memang unik, terletak di
tengah- tengah antara kota Semarang- Surakarta, kota ini sangat jauh dari
bencana. Tak pernah ada gempa, tak kenal banjir dan tak mengenal pula huru
hara. Ibarat kata, BBM tiap bulan naik pun, masyarakatnya tetap damai. Itulah
Salatiga.
Ketika di berbagai kota terjadi
keributan dengan berbagai alasan, Salatiga bergeming. Tetap teduh dan tetap nyaman.
Jadi kalau Indonesia mau tenang, Indonesia mau damai, Indonesia jauh dari
kerusuhan. Tirulah Salatiga. Untuk keragaman budaya, keragaman suku serta
beragama, Salatiga wajib ditiru. Kelemahan kota ini hanya satu, korupsinya
enggan berhenti. Jadi, yang terakhir jangan ditiru. Salam. (City News))
Tidak ada komentar:
Posting Komentar