Jakarta
- WARA - Sepanjang
2014, Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap ramai dikunjungi
'pasien'. Mereka yang berasal dari beragam latar belakang dan profesi silih
berganti dipanggil ke gedung di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan
itu untuk diperiksa sebagai tersangka korupsi, bahkan langsung ditahan.
Dari banyak nama yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka korupsi, yang paling mencolok adalah mereka yang menjadi pejabat publik sekaligus politisi dari partai politik besar. Mereka bisa seorang bupati, walikota, atau gubernur. Bahkan, pembantu presiden sekelas menteri yang ternyata tak malu melakukan perbuatan tercela tersebut.
Pengalaman selama ini membuktikan bahwa antara politik dan korupsi memang sulit untuk dipisahkan. Sudah tak terbilang jumlah pelaku korupsi yang berlatar belakang politisi yang ditangkap KPK. Namun, partai politik sendiri menyikapi perilaku koruptif kadernya dengan cara yang berbeda.
Partai Gerindra, misalnya, tak mau menunggu berlama-lama. Ketika seorang kader dinyatakan sebagai tersangka, vonis pemecatan langsung dijatuhkan oleh pimpinan tertinggi partai. Lain lagi dengan Partai Demokrat, kader yang menjadi tersangka korupsi secara otomatis langsung keluar dari partai karena ketentuan itu sudah tercantum dalam Pakta Integritas yang ditandatangani semua kader.
Namun, langkah berbeda dianut Partai Golkar yang merasa tidak perlu terburu-buru memberhentikan kader yang baru menjadi tersangka korupsi. Prinsip yang kurang lebih sama juga dianut PDIP. Intinya, cara parpol memperlakukan kadernya yang terlibat korupsi tidaklah sama, meski bisa dipastikan usai di KPK mereka pastilah bernasib sama, yaitu dipenjara.
Di penghujung 2014, kami rangkum 7 politisi yang menjadi tersangka korupsi di KPK. Jelas, tidak hanya 7 politisi ini yang berhasil dijerat KPK sepanjang 2014. Namun, 7 nama ini adalah mereka yang mencuri perhatian dibandingkan nama lainnya, mungkin karena jabatan mereka atau karena latar belakang partai politiknya.
Dari banyak nama yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka korupsi, yang paling mencolok adalah mereka yang menjadi pejabat publik sekaligus politisi dari partai politik besar. Mereka bisa seorang bupati, walikota, atau gubernur. Bahkan, pembantu presiden sekelas menteri yang ternyata tak malu melakukan perbuatan tercela tersebut.
Pengalaman selama ini membuktikan bahwa antara politik dan korupsi memang sulit untuk dipisahkan. Sudah tak terbilang jumlah pelaku korupsi yang berlatar belakang politisi yang ditangkap KPK. Namun, partai politik sendiri menyikapi perilaku koruptif kadernya dengan cara yang berbeda.
Partai Gerindra, misalnya, tak mau menunggu berlama-lama. Ketika seorang kader dinyatakan sebagai tersangka, vonis pemecatan langsung dijatuhkan oleh pimpinan tertinggi partai. Lain lagi dengan Partai Demokrat, kader yang menjadi tersangka korupsi secara otomatis langsung keluar dari partai karena ketentuan itu sudah tercantum dalam Pakta Integritas yang ditandatangani semua kader.
Namun, langkah berbeda dianut Partai Golkar yang merasa tidak perlu terburu-buru memberhentikan kader yang baru menjadi tersangka korupsi. Prinsip yang kurang lebih sama juga dianut PDIP. Intinya, cara parpol memperlakukan kadernya yang terlibat korupsi tidaklah sama, meski bisa dipastikan usai di KPK mereka pastilah bernasib sama, yaitu dipenjara.
Di penghujung 2014, kami rangkum 7 politisi yang menjadi tersangka korupsi di KPK. Jelas, tidak hanya 7 politisi ini yang berhasil dijerat KPK sepanjang 2014. Namun, 7 nama ini adalah mereka yang mencuri perhatian dibandingkan nama lainnya, mungkin karena jabatan mereka atau karena latar belakang partai politiknya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ketua Komisi VII DPR Sutan Bhatoegana sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). "Dugaan tindak pidana korupsi terkait dengan pembahasan anggaran APBNP 2013 di kementerian ESDM dengan tersangka SB, Ketua Komisi VII DPR," ujar Juru bicara KPK Johan Budi SP, Rabu 14 Mei 2014.
Peran Sutan jika dilihat dari pasal yang disangkakan, menerima hadiah atau janji terkait fungsinya sebagai Ketua Komisi VII atau anggota DPR RI. Berdasarkan surat dakwaan mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini, disebutkan Sutan menerima uang US$ 200 ribu pada 26 Juli 2013 dari beberapa pihak, salah satunya Widodo Ratanachaitong, Bos PT Kernel Oil Singapura dan Fossus Energy Ltd.
Sementara di Partai Demokrat, nasib Sutan semakin jelas dengan penetapan tersangka tersebut, yaitu dinonaktifkan. "Secara otomatis, dengan penetapan tersangka itu dinonaktifkan dari partai. Di partai kami seperti itu peraturannya," ujar Juru Bicara Partai Demokrat, Ruhut Sitompul kepada Liputan6.com.
KPK menetapkan Menteri Agama Suryadharma Ali (SDA) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama tahun anggaran 2012-2013. Laporan PPATK mengindikasikan terjadi penyimpangan dalam pengelolaan BPIH sepanjang 2004-2012. "Sudah naik penyidikan. Dengan SDA (Suryadharma Ali) dkk sebagai tersangka," ujar Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas di Jakarta, Kamis 22 Mei 2014.
Modus penyalahgunaan wewenang yang diduga dilakukan Ketua Umum PPP itu antara lain dengan memanfaatkan dana setoran awal haji milik masyarakat untuk membayari keluarga, pejabat, dan tokoh masyarakat pergi naik haji. Selain keluarga SDA, di antara yang ikut diongkosi naik haji adalah para istri pejabat Kemenag. Sepekan setelah penetapan dirinya sebagai tersangka, SDA menyerahkan surat pengunduran diri dari kabinet kepada Presiden SBY.
Di PPP, SDA yang kemudian 'dipaksa' untuk melepaskan posisinya sebagai Ketua Umum PPP, meninggalkan partai itu dalam kondisi 'babak belur'. Perpecahan yang sebenarnya sudah ada sejak SDA masih memimpin PPP, makin terlihat ketika ada 2 kubu yang mengklaim sebagai PPP yang sah. SDA sendiri menetapkan pilihan untuk mendukung kubu PPP Djan Faridz dan menolak mengakui kubu PPP Romahurmuziy.
KPK menangkap Bupati Bogor Rachmat Yasin saat menggeledah kediaman Bupati Bogor, Rabu 7 Mei malam. Sehari kemudian, KPK menetapkan Rachmat Yasin dan Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor Muhammad Zairin sebagai tersangka penyuapan dalam kasus konversi lahan. "Telah terjadi tindak pidana korupsi berupa penyuapan. Melibatkan RY selaku Bupati Bogor," ujar Ketua KPK Abraham Samad di kantornya.
Tak cuma posisinya sebagai kepala daerah yang tamat, Rachmat Yasin yang juga Ketua DPW PPP Jawa Barat juga berakhir kariernya di partai berlambang Kabah itu. "Pada Rapat 9 September, nggak cuma SDA yang diberhentikan tapi Rahmat Yasin juga, karena status hukumnya sama. Pak Rahmat punya sikap yang menerima, berbeda dengan yang satunya," kata Sekjen PPP Romahurmuziy di Jakarta, Minggu 14 September 2014.
Di persidangan, Rachmat Yasin akhirnya divonis bersalah dan dijatuhi hukuman penjara selama 5 tahun 6 bulan dan denda Rp 300 juta subsidair 3 bulan penjara oleh Majelis Hakim dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Bandung, Kamis 27 November 2014.
KPK menetapkan Walikota Palembang Romi Herton sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK). KPK juga menetapkan Masitoh, istri Romi, sebagai tersangka pada kasus yang sama. Penetapan ini terkait pengembangan kasus dugaan suap yang menjerat mantan Ketua MK Akil Mochtar.
Dalam dakwaan Akil Mochtar, Walikota Palembang Romi Herton dan wakilnya Harno Joyo disebut memberi suap kepada Akil sebesar Rp 20 miliar. Suap diberikan terkait sengketa Pilkada Kota Palembang 2013 yang tengah bersengketa di MK. Total penerimaan Akil dalam penanganan sengketa Pilkada Palembang ini senilai Rp 19.866.092.800.
Masuknya Romi sebagai 'pasien' KPK juga membuat gerah PDIP atas apa yang menimpa Ketua DPC PDIP Kota Palembang tersebut. Ketua DPD PDIP Sumsel Eddy Santana Putra memastikan mencopot jabatan Romi usai digelarnya Pilpres 2014. "Sekarang Romi masih menjabat sebagai Ketua PDIP Palembang, tetapi kemungkinan besar akan diganti. Nantilah, selesaikan dulu pilpres, baru kita ambil langkah selanjutnya kasus Romi," tegas Eddy, Rabu 16 Juli 2014.
KPK menangkap Gubernur Riau Annas Maamun dalam sebuah operasi tangkap tangan di daerah Cibubur, Jakarta Timur. Selain politisi Partai Golkar itu, KPK juga menangkap 8 orang lainnya dalam operasi yang digelar pada Kamis malam, 25 September 2014. KPK kemudian menetapkan mantan Bupati Rokan Hilir itu sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengurusan alih fungsi lahan kelapa sawit di Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau.
Kendati sudah menjadi tahanan KPK, posisi Annas sebagai Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Riau masih aman. Dia masih bisa mengelola partai dari dalam tahanan. Kendati DPP Partai Golkar menyebut akan memecat Annas, tapi mereka tak mau buru-buru. "Saat ini kami fokus kepada pelantikan presiden terpilih," ujar Ketua Koordinator Wilayah DPP Partai Golkar untuk Riau dan Kepulauan Riau, Firman Subagyo
Annas baru dicopot dari posisinya oleh DPP Partai Golkar pada awal November 2014 melalui Surat Keputusan DPP Golkar No. Kep-373/DPP/Golkar/XI/2014 yang sekaligus mengangkat Arsyadjuliandi Rahman yang tak lain Plt Gubernur Riau sebagai pengganti Annas memimpin DPD Golkar Riau. Annas Maamun dan Andi Rachman merupakan pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Riau yang dilantik pada Februari 2014.
KPK menetapkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik sebagai tersangka terkait indikasi penyimpangan dana di Kementerian ESDM dan kasus dugaan pemerasan di kementerian itu tahun 2011-2012. Pada hari yang sama saat ditetapkan sebagai tersangka pada 3 September 2014, KPK juga melarang anggota DPR terpilih dari Partai Demokrat itu bepergian ke luar negeri.
Tidak cuma itu, kariernya di partai sebagai Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat habis sudah. Menurut Wakil Ketua Umum Demokrat Max Sopacua, Jero secara otomatis telah dicopot dari posisi tersebut. "Kalau ada salah satu kader yang terlibat masalah hukum, gugur dari jabatan dia. Kami tidak lagi mengirim surat untuk meminta dia mundur, karena itu otomatis dengan adanya pakta integritas," kata dia.
Hal yang sama juga disampaikan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Ahmad Mubarok. "Kalau ada kader yang terkena kasus korupsi dan jadi tersangka, maka kader tersebut harus langsung mengundurkan diri dari jabatannya di partai. Kita berbeda dengan Golkar di mana kadernya baru dipecat setelah jadi terdakwa," kata Mubarok.
KPK menahan Ketua DPRD Bangkalan, Jawa Timur, periode 2014-2019, Fuad Amin Imron dalam sebuah operasi tangkap tangan di kediamannya di Bangkalan, Senin malam 1 Desember 2014. Fuad ditangkap terkait penyuapan yang dilakukan oleh swasta dalam hal suplai gas. Tim KPK turut menyita ratusan lembar uang pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu senilai Rp 4 miliar.
Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja mengatakan, saking banyaknya uang yang ditemukan di rumah Fuad, KPK sampai harus mengirim tim untuk yang kedua kali. Tujuannya untuk menelusuri kemungkinan penemuan lain. "Sekarang masih berkembang, karena di rumah dia banyak temuan uang," ucapnya. Uang-uang tersebut lalu dibawa tim ke KPK menggunakan 3 koper besar. Penghitungannya sendiri harus dilakukan menggunakan mesin penghitung uang.
Penangkapan Fuad yang juga Ketua DPC Partai Gerindra Kabupaten Bangkalan itu membuat geram Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Dia pun langsung bertindak cepat dengan memberhentikan Fuad, meski baru dalam proses penetapan tersangka di KPK. "Setiap kader Gerindra yang korupsi, langsung saya pecat. Saya juga akan evaluasi pembinaan partai terhadap yang bersangkutan," ujar Pranbowo melalui akun Twitter pribadinya @Prabowo08. (Liputan6.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar