Pimpinan KPK sikapi penangkapan Bambang Widjojanto |
Pengumuman status tersangka Abraham Samad hanya satu hari setelah putusan praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan vs KPK. Dalam putusannya, hakim mengabulkan gugatan Komjen Budi Gunawan dan menyatakan penetapan status tersangka oleh KPK kepada calon Kapolri itu tak sah alias ilegal.
Kabag Penum Mabes Polri Kombes Pol Rikwanto mengakui penetapan status tersangka kepada Abraham Samad sudah dilakukan penyidik Polda Sulselbar sejak satu pekan lalu. Abraham Samad menjadi tersangka turut serta dugaan pemalsuan dokumen Kartu Keluarga dan paspor Feriyani Lim. Penetapan status tersangka dilakukan setelah penyidik memeriksa 23 orang saksi dan sejumlah barang bukti.
Kabid Humas Polda Sulselbar Kombes Pol Endi Sutendi mengaku pihak penyidik sudah melayangkan surat panggilan pemeriksaan kemarin. Abraham Samad disangkakan Pasal 264 Ayat 1 Sub 266 Ayat 1 jo Pasal 55,56 KUHP atau Pasal 93 UU RI No 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan yang telah diperbaharui dengan UU RI No 24 tahun 2013 dengan ancaman hukuman 8 tahun penjara.
Dijadwalkan pemeriksaan akan dilakukan pada 20 Februari 2015. Namun demikian, jika nantinya Abraham tak memenuhi panggilan, pihaknya akan kembali melayangkan panggilan.
"Kami percaya yang bersangkutan adalah seorang penegak hukum tentu mengetahui aturan hukum yang berlaku. Kita tentu berharap yang bersangkutan memenuhi panggilan agar proses penyidikan tidak ada hambatan," katanya, Selasa (17/2).
Abraham Samad tak tinggal diam. Dia langsung menunjuk Nursyahbani Katjasungkana dan puluhan advokat lainnya menjadi kuasa hukumnya.
Kuasa hukum Samad lantas mengkritik penetapan status tersangka terhadap ketua KPK itu. Berikut tangkisan kuasa hukum Abraham Samad dijadikan tersangka oleh polisi;
Kuasa
hukum sebut kasus Abraham Samad bentuk kriminalisasi
Salah satu kuasa hukum Samad,
Nursyahbani Katjasungkana, tidak yakin dengan kasus membelit kliennya. Dia
menyatakan perkara itu cuma direkayasa.
"Kita anggap ini bagian dari kriminalisasi. Kalau kita lihat dari konteks politik bagian dari kriminalisasi," kata Nursyahbani kepada para pewarta di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (17/2).
Nusyahbani mengaku Samad sudah menunjuknya dan puluhan kuasa hukum lain buat membelanya. Menurut dia, soal taktik pembelaan dia masih mendiskusikannya.
"Pak AS sudah memberikan kuasa kepada kami dan teman-teman, tim kuasa antikriminalisasi. Kita akan mendiskusikannya karena kita belum tahu pasal yang dituduhkan termasuk penentuan dokumen," ujar Nursyahbani.
"Kita anggap ini bagian dari kriminalisasi. Kalau kita lihat dari konteks politik bagian dari kriminalisasi," kata Nursyahbani kepada para pewarta di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (17/2).
Nusyahbani mengaku Samad sudah menunjuknya dan puluhan kuasa hukum lain buat membelanya. Menurut dia, soal taktik pembelaan dia masih mendiskusikannya.
"Pak AS sudah memberikan kuasa kepada kami dan teman-teman, tim kuasa antikriminalisasi. Kita akan mendiskusikannya karena kita belum tahu pasal yang dituduhkan termasuk penentuan dokumen," ujar Nursyahbani.
Surat
panggilan pemeriksaan dari polisi tidak lengkap
Salah satu kuasa hukum Samad,
Nursyahbani Katjasungkana menyarankan kliennya tidak memenuhi panggilan
pemeriksaan sebagai tersangka pada Jumat pekan ini. Alasannya, surat panggilan
pemeriksaan dari polisi tidak lengkap.
Menurut Nursyahbani, kelemahan dalam surat panggilan Samad adalah polisi tidak mencantumkan surat perintah penyidikan dan surat penetapan tersangka. Dia melanjutkan, polisi juga tidak merinci waktu terjadinya tindak pidana (tempus delicti) yang disangkakan kepada Samad.
"Oleh karena itu saya sebagai kuasa hukum yang sudah diberikan surat kuasa sejak kemarin, menyarankan untuk tidak dulu menghadiri panggilan sebelum ada kejelasan dan memenuhi syarat-syarat sebagai surat panggilan yang benar," kata Nursyahbani kepada para pewarta selepas menemui Samad di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (17/2).
"Surat panggilan ini kan tidak hanya, apalagi penetapan tersangka, itu harus menyebutkan tidak hanya laporan polisi tapi juga sprindik dan penetapan tersangkanya," ujar Nursyahbani.
Menurut Nursyahbani, kelemahan dalam surat panggilan Samad adalah polisi tidak mencantumkan surat perintah penyidikan dan surat penetapan tersangka. Dia melanjutkan, polisi juga tidak merinci waktu terjadinya tindak pidana (tempus delicti) yang disangkakan kepada Samad.
"Oleh karena itu saya sebagai kuasa hukum yang sudah diberikan surat kuasa sejak kemarin, menyarankan untuk tidak dulu menghadiri panggilan sebelum ada kejelasan dan memenuhi syarat-syarat sebagai surat panggilan yang benar," kata Nursyahbani kepada para pewarta selepas menemui Samad di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (17/2).
"Surat panggilan ini kan tidak hanya, apalagi penetapan tersangka, itu harus menyebutkan tidak hanya laporan polisi tapi juga sprindik dan penetapan tersangkanya," ujar Nursyahbani.
Kuasa
hukum sebut pasal yang disangkakan polisi ke Samad tidak jelas
Salah satu kuasa hukum Samad,
Nursjahbani Katjasungkana, menganggap sangkaan polisi kepada kliennya tidak
jelas. Menurut dia hal itu terbukti dari pasal dituduhkan polisi kepada
kliennya.
"Pasal sangkaannya adalah pasal 264 ayat 1 subsider pasal 266 ayat 1 KUHPidana atau, enggak boleh ini pakai atau, pasal 93 UU 23/2006 yang telah diperbaharui UU Nomor 24/2013. Ini kan tidak jelas tahun berapa-berapanya, kan enggak tahu," kata Nursjahbani kepada para pewarta selepas menemui Samad di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (17/2).
Nursjahbani memaparkan, Samad mengaku sama sekali tidak pernah mengenal Feriyani Lim. Apalagi di dalam kartu keluarga Samad dipakai sebagai salah satu bukti tidak ditemukan nama itu.
"Kalau dari surat KK yang dimiliki sekarang, itu tidak ada nama Feriyani. Kemudian juga kalau melihat berta-berita itu juga kan, katanya alamatnya justru di ruko. Padahal itu kan ruko bukan tempat tinggal, dan ruko itu sudah lama dijual," ujar Nursjahbani.
"Pasal sangkaannya adalah pasal 264 ayat 1 subsider pasal 266 ayat 1 KUHPidana atau, enggak boleh ini pakai atau, pasal 93 UU 23/2006 yang telah diperbaharui UU Nomor 24/2013. Ini kan tidak jelas tahun berapa-berapanya, kan enggak tahu," kata Nursjahbani kepada para pewarta selepas menemui Samad di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (17/2).
Nursjahbani memaparkan, Samad mengaku sama sekali tidak pernah mengenal Feriyani Lim. Apalagi di dalam kartu keluarga Samad dipakai sebagai salah satu bukti tidak ditemukan nama itu.
"Kalau dari surat KK yang dimiliki sekarang, itu tidak ada nama Feriyani. Kemudian juga kalau melihat berta-berita itu juga kan, katanya alamatnya justru di ruko. Padahal itu kan ruko bukan tempat tinggal, dan ruko itu sudah lama dijual," ujar Nursjahbani.
Pengacara
sebut kasus Abraham Samad dibuat-buat
Salah satu kuasa hukum Samad,
Nursyahbani Katjasungkana, mempertanyakan konstruksi hukum dibangun polisi buat
menjerat kliennya. Sebab dia mencium kasus ini sengaja dibuat-buat.
"Ya gini ya, kalian itu bisa toh menemukan jutaan orang memalsukan KTP dan KK, tapi kenapa enggak diperiksa oleh polisi?" kata Nursyahbani kepada para pewarta selepas menemui Samad di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (17/2).
Nursyahbani menilai perkara yang disangkakan kepada kliennya cuma masalah sepele dan tidak berimbas kepada orang lain. Dia merasa perkara seperti ini sudah sering terjadi.
"Ini hanya menyangkut tindak pidana administrasi. Karena ini masalah kecil. Tuduhannya terkait dengan pemalsuan surat tindak pidana administrasi kependudukan dan berdasarkan Undang-undang Kependudukan Nomor 23 tahun 2006 yang sudah diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2013," ujar Nursyahbani. (Meredeka.com)
"Ya gini ya, kalian itu bisa toh menemukan jutaan orang memalsukan KTP dan KK, tapi kenapa enggak diperiksa oleh polisi?" kata Nursyahbani kepada para pewarta selepas menemui Samad di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (17/2).
Nursyahbani menilai perkara yang disangkakan kepada kliennya cuma masalah sepele dan tidak berimbas kepada orang lain. Dia merasa perkara seperti ini sudah sering terjadi.
"Ini hanya menyangkut tindak pidana administrasi. Karena ini masalah kecil. Tuduhannya terkait dengan pemalsuan surat tindak pidana administrasi kependudukan dan berdasarkan Undang-undang Kependudukan Nomor 23 tahun 2006 yang sudah diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2013," ujar Nursyahbani. (Meredeka.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar