Jakarta - WARA
- Pemerintah mengantisipasi kemungkinan harga mintak dunia tiba-tiba
melambung tinggi setelah dicabutnya pemberian subsidi per 1 Januari 2015.
Karena itu, upaya dilakukan dengan menetapkan batas atas harga bahan bakar
minyak (BBM) Premium.
Saat ini, mekanismenya
masih digodok. Penetapan batas atas penting diberlakukan supaya bahan bakar RON
88 itu tidak terlampau mahal saat harga minyak dunia rebound.
Pelaksana Tugas
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Naryanto Wagimin mengatakan, opsi yang batas atas adalah Rp 9.500 per liter.
Jadi, saat minyak dunia kembali naik, dan harga keekonomiannya mencapai Rp
9.500 per liter, pemerintah harus intervensi.
"Kalau harga minyak
dunia rendah, itu nggak masalah. Tapi kalau naik, harganya akan tinggi. Pak
Menko (Menko Perekonomian Sofyan Djalil) ingin harga Premium maksimal Rp 9.500
per liter," ujarnya.
Lebih lanjut dia
menjelaskan, intervensi yang bisa diberikan pemerintah saat harga naik adalah
pemberian subsidi lagi. Kalau saat ini subsidi hanya untuk Solar dengan besaran
Rp 1.000, kebijakan yang sama bisa diberikan untuk Premium. "Kalau sampai
lebih dari Rp 9.500, pemerintah harus beri subsidi," jelasnya.
Pemerintah, katanya,
saat ini sedang mengkaji besaran yang pas untuk batas atas. Termasuk, memantau
perkembangan naik dan turunnya harga minya yang kini menjadi BBM dalam negeri.
Semangat pemerintah, tidak ingin daya beli masyarakat jadi tertekan saat harga
naik.
Pengamatan itu juga
menjadi bagian bagi pemerintah untuk mempertimbangkan turunnya harga BBM pada
Februari nanti. Namun, soal berapa besaran penurunan itu masih belum bisa
disampaikan saat ini. "Nilainya masih dihitung," jelas Naryanto.
Direktur Pemasaran dan
Niaga PT Pertamina (Persero) Ahmad Bambang mengatakan, tidak ada masalah dengan
konsep pemberian subsidi di batas atas. Pertamina siap menjalankan mekanisme
tersebut saat harga minyak dunia rebound tinggi. Yang penting, pemberian
subsidi itu tidak menyalahi aturan yang berlaku.
Namun, dia memprediksi
harga Rp 9.500 masih lama terjadi. Untuk tahun ini, dia memperkirakan
pergerakan harga minyak mentah dunia tidak akan lebih dari USD 70 per barel.
"Efeknya ke naiknya harga BBM tidak banyak, hanya Rp 1.000 per liter,"
jelasnya.
Artinya, dia
memprediksi kenaikan harga BBM di tahun ini tidak lebih dari Rp 8.600 per
liter. Hasil pengamatannya, kenaikan bahan bakar mulai terjadi pada akhir
triwulan pertama 2015. Kenaikan itu berdampak pada naiknya Premium, Solar,
sampai Pertamax.
Secara kasar, setiap
perubahan harga minyak senilai USD 1 per barel, berdampak pada perubahan harga
BBM di SPBU Rp 50-75 per liter. Menurut Bambang, hitungan itu tidak bisa
terlalu dipegang karena ada kurs yang ikut memberi pengaruh.
"Misal dolarnya masih Rp 12.500, kenaikan atau penurunan harga BBM Rp 50 per liter. Kalau dolarnya Rp 13 ribu, turun atau naiknya Rp 75 per liter," terangnya.
Soal prediksi harga,
terjadi ketika negara-negara pengekspor minyak anggota OPEC mematok anggaran
negara dengan asumsi harga minyak senilai USD 70 per barel. Jadi, mereka
cenderung menjual minyak di angkat tersebut.
"Arab Saudi
sebagai anggota OPEC terbesar memakai hitungan USD 60-70 per barel,"
terangnya.
Bagaimana dengan
penurunan harga BBM pada Februari ini? sepanjang harga MoPS sama seperti
kemarin atau terus turun, Ahmad Bambang menyebut harga baru Premium nanti bisa
Rp 6 ribu per liter. Menurutnya, penurunan tidak bisa terelakkan karena harga
minyak sekarang sudah di bawah USD 50 per barel.
"Penurunannya
lebih dari Rp 1.000 per liter, jadi sekitar Rp 6.000 per liter,"
terangnya. Soal kepastian harga baru bensin masih perlu menunggu waktu. Sebab,
dalam mekanisme baru kebijakan BBM menyebutkan bahwa harga baru diumumkan tiap
akhir bulan. (jpnn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar