Jakarta - WARA - Kementerian
Perindustrian sedang mengembangkan 13 kawasan industri prioritas yang terletak
terutama di wilayah I, II, dan III Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI).
Tiga belas kawasan industri tersebut terletak di Kuala Tanjung (Sumatera Utara), Sei Mangkei (Sumatera Utara), Tanggamus (Lampung), Batulicin (Kalimantan Selatan), Ketapang (Kalimantan Barat), Mandor (Kalimantan Barat), Bitung (Sulawesi Utara), Palu (Sulawesi Tengah), Morowali (Sulawesi Tengah), Konawe (Sulawesi Tenggara), Bantaeng (Sulawesi Selatan), Buli (Halmahera Timur, Maluku Utara), dan Teluk Bintuni (Papua Barat).
"Pengembangan pusat-pusat industri baru ini sekaligus mendukung program tol laut yang diinisiasi oleh Presiden Jokowi, sehingga nanti saat ada kapal yang melintas dari satu tempat ke tempat lain, kapal tersebut selalu ada muatannya," kata Direktur Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah I Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan pengembangan kawasan-kawasan industri di luar Pulau Jawa ini perlu dibarengi dengan adanya pengelola, infrastruktur pendukung yang lengkap, dan tenaga kerja yang memadai.
Mengenai tenaga kerja, katanya, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian dan Kementerian Ketenagakerjaan harus turun tangan dengan membangun akademi komunitas atau pusat-pusat latihan kerja sehingga tenaga kerja lokal dapat terserap secara maksimal.
Putu memperkirakan nilai investasi di kawasan-kawasan industri baru itu mencapai Rp4 miliar rupiah per hektare. Namun, angka tersebut tidak bisa disamaratakan karena setiap daerah memiliki karakteristiknya sendiri.
Ia pun mendorong percepatan distribusi gas alam melalui pembangunan terminal penerima Liquified Natural Gas (LNG receiving terminal) di 34 provinsi di Indonesia yang dianggapnya akan mengundang lebih banyak investor untuk menjalankan industri.
"Misalnya di kawasan Sei Mangkei yang selama 30 tahun terakhir hanya memproduksi CPO (minyak mentah dari kelapa sawit), industri semacam itu jelas membutuhkan gas dalam jumlah besar untuk memproduksi produk turunan dari CPO seperti makanan, kosmetik, farmasi, dan bio diesel," katanya.
Sebelumnya Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengusulkan pembangunan LNG receiving terminal di 34 provinsi di Indonesia mengingat kebutuhan LNG dalam negeri yang semakin meningkat, pada tahun 2014 diperkirakan mencapai 10 juta metric ton atau separuh dari LNG yang diekspor.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pemberdayaan Daerah/Bulog Natsir Mansyur memperkirakan pembangunan 34 LNG receiving terminal tersebut memiliki nilai investasi sekitar 8-10 miliar dolar Amerika dengan klasifikasi besar atau kecilnya terminal disesuaikan menurut kondisi geografis setiap daerah. (Antara)
Tiga belas kawasan industri tersebut terletak di Kuala Tanjung (Sumatera Utara), Sei Mangkei (Sumatera Utara), Tanggamus (Lampung), Batulicin (Kalimantan Selatan), Ketapang (Kalimantan Barat), Mandor (Kalimantan Barat), Bitung (Sulawesi Utara), Palu (Sulawesi Tengah), Morowali (Sulawesi Tengah), Konawe (Sulawesi Tenggara), Bantaeng (Sulawesi Selatan), Buli (Halmahera Timur, Maluku Utara), dan Teluk Bintuni (Papua Barat).
"Pengembangan pusat-pusat industri baru ini sekaligus mendukung program tol laut yang diinisiasi oleh Presiden Jokowi, sehingga nanti saat ada kapal yang melintas dari satu tempat ke tempat lain, kapal tersebut selalu ada muatannya," kata Direktur Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah I Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan pengembangan kawasan-kawasan industri di luar Pulau Jawa ini perlu dibarengi dengan adanya pengelola, infrastruktur pendukung yang lengkap, dan tenaga kerja yang memadai.
Mengenai tenaga kerja, katanya, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian dan Kementerian Ketenagakerjaan harus turun tangan dengan membangun akademi komunitas atau pusat-pusat latihan kerja sehingga tenaga kerja lokal dapat terserap secara maksimal.
Putu memperkirakan nilai investasi di kawasan-kawasan industri baru itu mencapai Rp4 miliar rupiah per hektare. Namun, angka tersebut tidak bisa disamaratakan karena setiap daerah memiliki karakteristiknya sendiri.
Ia pun mendorong percepatan distribusi gas alam melalui pembangunan terminal penerima Liquified Natural Gas (LNG receiving terminal) di 34 provinsi di Indonesia yang dianggapnya akan mengundang lebih banyak investor untuk menjalankan industri.
"Misalnya di kawasan Sei Mangkei yang selama 30 tahun terakhir hanya memproduksi CPO (minyak mentah dari kelapa sawit), industri semacam itu jelas membutuhkan gas dalam jumlah besar untuk memproduksi produk turunan dari CPO seperti makanan, kosmetik, farmasi, dan bio diesel," katanya.
Sebelumnya Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengusulkan pembangunan LNG receiving terminal di 34 provinsi di Indonesia mengingat kebutuhan LNG dalam negeri yang semakin meningkat, pada tahun 2014 diperkirakan mencapai 10 juta metric ton atau separuh dari LNG yang diekspor.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pemberdayaan Daerah/Bulog Natsir Mansyur memperkirakan pembangunan 34 LNG receiving terminal tersebut memiliki nilai investasi sekitar 8-10 miliar dolar Amerika dengan klasifikasi besar atau kecilnya terminal disesuaikan menurut kondisi geografis setiap daerah. (Antara)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar