Budi Gunawan
|
Peneliti Pusat Studi Hukum dan
Kebijakan Indonesia (PHSK) Miko Genting mengatakan Presiden Jokowi harus
menarik surat pengajuan nama Komjen Budi Gunawan. Apabila tidak, maka harapan
publik akan berada di tangan DPR.
"DPR seharusnya tidak begitu
saja menerima usulan calon Kapolri yang diajukan oleh Presiden. Sesuai dengan
Pasal 11 ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI, dalam waktu 20
(dua puluh) hari, DPR dapat menyetujui atau tidak menyetujui usulan calon
Kapolri dari Presiden."
Oleh sebab itu, pihaknya mendorong
DPR melakukan uji kepatutan dan kelayakan secara optimal. Terutama dengan
melakukan penelusuran secara mendalam kepada mantan ajudan Presiden ke-5
Megawati Soekarnoputri ini.
"Penelusuran tersebut harus
memberikan penekanan pada sisi integritas, independensi, dan harta kekayaan
calon. Untuk itu, pelibatan KPK dan PPATK menjadi penting dan mendesak. Ini
adalah waktu yang tepat bagi DPR untuk menunjukkan komitmennya terhadap masa
depan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi," ujar dia.
Soal tidak melibatkan KPK dan PPATK,
kata Miko, Presiden Jokowi telah menyampingkan prinsip kehati-hatian dan
pertimbangan integritas dalam pemilihan calon Kapolri. Menurut dia, Jokowi
harus mampu memegang komitmennya dalam memilih Jaksa Agung dan Kapolri yang bersih,
kompeten, anti korupsi, dan komit pada penegakan hukum.
"Proses pemilihan yang
berintegritas, termasuk pelibatan KPK dan PPATK, menjadi penting sebagai bentuk
nyata penerjemahan visi-misi tersebut," katanya.
Lebih lanjut, pihaknya
mempertanyakan peningkatan harta kekayaan Komjen Budi Gunawan yang tercantum
dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara menjadi Rp 22,6 miliar.
"Proses pemilihan yang
akuntabel dan berintegritas baik sangatlah penting. Masih ada banyak pertanyaan
terhadap figur calon Kapolri yang diajukan Presiden. Besarnya peningkatan harta
kekayaan Budi Gunawan menimbulkan pertanyaan dan dugaan publik mengenai
keterlibatannya dalam kasus rekening gendut." (Merdeka.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar