Sabtu, 31 Januari 2015
Pengamat: Dukungan Parpol terhadap Jokowi Berhenti saat Situasi Makin Rumit
Jakarta - WARA - Direktur Eksekutif Polcomm Institute Heri Budianto menilai dukungan partai politik terhadap Presiden Joko Widodo kian surut ketika kondisi negara semakin panas. Terlebih lagi dengan penunjukan Komisaris Jenderal (Pol) Budi Gunawan sebagai calon kepala Polri yang ditentang berbagai pihak non-elite.
Menurut Heri, saat ini partai politik pendukung Jokowi terkesan cari aman dan seolah meninggalkan Jokowi sendirian untuk menutupi bahwa mereka berpengaruh dalam penunjukan Budi Gunawan. "Mungkin back up-nya berhenti ketika suasana makin rumit. Mereka tidak akan berani muncul karena risiko politiknya pasti akan ditemui," ujar Heri saat dihubungi, Kamis (29/1/2015).
Heri menilai, elite partai menyadari bahwa jika mereka membela Jokowi, maka terlihat jelas intervensi mereka terhadap keputusannya memilih Budi. Hal tersebut akan berdampak pada penilaian masyarakat terhadap parpol karena terlihat kepentingan politiknya.
"Tapi saat ini Jokowi belum sepenuhnya ditinggalkan kekuatan politiknya. Mereka masih menunggu Jokowi karena dia punya hak prerogatif," kata Heri.
Namun, hal tersebut berdampak pada posisi Jokowi yang dianggapnya berada di persimpangan jalan. DPR telah meloloskan Budi sebagai calon Kapolri dan masih menunggu dilantik hingga saat ini. Di sisi jalan lain, kata Heri, Jokowi juga harus mengambil sikap atas surat pengunduran diri Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Bambang Widjojanto, yang ditetapkan sebagai tersangka setelah Budi ditersangkakan KPK.
"Jokowi lagi di persimpangan jalan. Semuanya melempar 'bola panas' ke Jokowi. Itu yang bikin Jokowi tambah bingung mengambil keputusan," ujar dia.
Sebelumnya, ketua tim independen untuk penyelesaian konflik Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian RI, Syafii Maarif, membuka fakta di balik pencalonan Budi Gunawan sebagai calon tunggal kepala Polri. Menurut dia, Jokowi tidak pernah berinisiatif mengajukan nama mantan ajudan Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri itu.
"Jujur, itu sebetulnya pengajuan BG bukan inisiatif Presiden," kata Syafii seusai bertemu Jokowi di Istana Kepresidenan, Rabu (28/1/2015).
Mantan Ketua PP Muhammadiyah itu menyatakan, informasi yang didapatnya ini cukup valid. Namun, saat didesak untuk mengungkap siapa yang mengusulkan nama Budi, pria yang akrab disapa "Buya" itu mengelak. (KOMPAS.com)
Dua Hari di RSHS, Pasien Jamkesmas “Dirawat” di Tepi Taman
Sudah dua hari Yuansih, pasien Jamkesmas asal Sukabumi ditunggui suami dan anaknya di tepi taman di RSHS, Rabu (28/1/2015). |
Pria yang juga suami Yuansih (53) ini mengaku sudah tidak tahan lagi melihat penderitaan istrinya. Apalagi jika sedang kambuh dan merasakan sakitnya, Yuansih bisa teriak-teriak.
Pelayanan di Rumah Sakit Hasan Sadikin ternyata jauh dari apa yang selama ini ia bayangkan.
Ditemui Rabu (28/1/2015), perempuan malang itu terbaring lemah di atas brankar di salah satu lorong yang terbuka di rumah sakit itu. Parasnya pucat. Kain samping batik menutupi tubuhnya yang ringkih.
Lorong tempat Yuansih terbaring berada tepat di tepi taman. Pada siang hari, lorong ini ramai dilalui orang-orang. Taman dan tempat Yuansih “dirawat” hanya dibatasi gorong-gorong terbuka.
Siang hari saja, di musim hujan angin berembus sangat dingin.
“Sudah dua hari kami di sini,” ujar Saeful (31), anak Yuansih. (Tribun)
Jika Dua Kali Mangkir Tanpa Alasan Patut, Budi Gunawan Terancam Dijemput Paksa
Jakarta - WARA - Komisaris Jenderal
Budi Gunawan memastikan tidak akan hadir dalam pemeriksaan pertama sebagai tersangka
kasus dugaan gratifikasi di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Jumat
(30/1/2015). Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi Komisi Pemberantasan
Korupsi Priharsa Nugraha mengatakan, jika Budi tidak memenuhi dua kali
panggilan pemeriksaan, KPK berwenang melakukan jemput paksa.
"Jemput paksa akan dilakukan jika dua kali, dan dua-duanya tidak patut, maka ada kemungkinan dijemput paksa," ujar Priharsa di Gedung KPK, Jakarta.
Priharsa mengatakan, tindakan jemput paksa itu berhak dilakukan penyidik karena tertera dalam KUH Pidana.
Sedianya, Budi akan diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait jabatannya hari ini. Namun, melalui kuasa hukumnya, Razman Arif Nasution, Budi memastikan tidak memenuhi panggilan KPK dengan sejumlah alasan.
Pertama, sejak ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 12 Januari 2015, calon kepala Polri tersebut mengaku tidak pernah mendapatkan surat penetapan sebagai tersangka.
Selain itu, pihak Budi protes terhadap mekanisme penyerahan surat pemanggilan Budi oleh KPK. Surat tersebut, menurut Razman, hanya ditaruh begitu saja di kediaman dinas Budi tanpa surat pengantar dan tanda terima. Razman melanjutkan, pada surat berkop KPK itu, memang tertera pemanggilan atas Budi. Namun, ada beberapa bagian yang tidak diisi, yakni tanggal pengiriman surat, siapa yang menerima, dan siapa yang menyerahkan.
Alasan ketiga, pemanggilan itu dianggap telah mencederai proses praperadilan yang tengah ditempuh pihak Budi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pemanggilan kliennya, kata dia, adalah persoalan serius sehingga proses pemeriksaannya pun harus sesuai aturan dan etika.
KPK menjerat Budi dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b, Pasal 5 ayat 2, serta Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Budi terancam hukuman maksimal penjara seumur hidup jika terbukti melanggar pasal-pasal itu. (KOMPAS.com )
"Jemput paksa akan dilakukan jika dua kali, dan dua-duanya tidak patut, maka ada kemungkinan dijemput paksa," ujar Priharsa di Gedung KPK, Jakarta.
Priharsa mengatakan, tindakan jemput paksa itu berhak dilakukan penyidik karena tertera dalam KUH Pidana.
Sedianya, Budi akan diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait jabatannya hari ini. Namun, melalui kuasa hukumnya, Razman Arif Nasution, Budi memastikan tidak memenuhi panggilan KPK dengan sejumlah alasan.
Pertama, sejak ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 12 Januari 2015, calon kepala Polri tersebut mengaku tidak pernah mendapatkan surat penetapan sebagai tersangka.
Selain itu, pihak Budi protes terhadap mekanisme penyerahan surat pemanggilan Budi oleh KPK. Surat tersebut, menurut Razman, hanya ditaruh begitu saja di kediaman dinas Budi tanpa surat pengantar dan tanda terima. Razman melanjutkan, pada surat berkop KPK itu, memang tertera pemanggilan atas Budi. Namun, ada beberapa bagian yang tidak diisi, yakni tanggal pengiriman surat, siapa yang menerima, dan siapa yang menyerahkan.
Alasan ketiga, pemanggilan itu dianggap telah mencederai proses praperadilan yang tengah ditempuh pihak Budi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pemanggilan kliennya, kata dia, adalah persoalan serius sehingga proses pemeriksaannya pun harus sesuai aturan dan etika.
KPK menjerat Budi dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b, Pasal 5 ayat 2, serta Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Budi terancam hukuman maksimal penjara seumur hidup jika terbukti melanggar pasal-pasal itu. (KOMPAS.com )
Kebijakannya Ditentang Pemda, Menteri Susi Duga Ada Kepentingan Bisnis
Menteri Kelautan
dan Perikanan Susi Pudjiastuti
|
Jakarta - WARA - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti merasa kebijakannya tak dukung sepenuhnya oleh Pemerintah Daerah (Pemda). Susi menduga banyak kepentingan bisnis dibalik para pejabat daerah.
"Pemerintah daerah ini malah jadi aktor bukannya regulator. Banyak pejabat daerah yang menjadi pemilik kapal penangkap ikan dengan trawl," ujar Susi di kantor KKP, Jumat (30/1/2015).
Ia menjalaskan, seharusnya pemerintah daerah menjadi regulator sektor kelautan dan perikanan. Namun, ia justru banyak mendapati pemerintah daerah malah bermain sebagai aktor. Oleh karena itu, Susi pun meminta media melakukan reportase khusus untuk membongkar praktik-praktik bisnis Pemeribtah Daerah yang malah menentang kebijakan pemerintah pusat.
"Kalau regulator sudah ikut bermain. Di Sibolga dan Tapanuli Tengah itu menolak. Media silakan bongkar dan investigasi," kata dia.
Bahkan, Susi mengancam akan memberhentikan Dana Alokasi Khusus (DAK) kepada daerah yang menghambat semangat perbaikan sektor kelautan dan perikanan. "Alokasinya akan dievaluasi," ucap menteri asal Pangandaran, Jawa Barat itu. (KOMPAS.com)
Alasan Singkatnya Proses Penetapan Tersangka BW
Kabareskrim Irjen Pol.Budi Waseso
|
Budi Waseso mengatakan di Kantor
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Jakarta, Jumat (30/1), bahwa
penetapan tersangka dan penangkapan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) Bambang Widjojanto yang hanya berselang tiga hari sejak berkas laporan
diterima dikarenakan sudah cukup bukti.
"Ya kalau namanya proses itu
bisa satu hari bisa seminggu bisa sebulan, tergantung penilaian penyidik, kasus
itu sudah cukup atau belum (untuk) ditindaklanjuti, itu saja," kata
Kabareskrim.
Budi juga mengatakan bahwa tidak ada
kepentingan tersendiri dalam kasus Bambang Widjojanto. "Oh, ndak.
Semua (kasus) penting," kata Budi.
Lebih lanjut Budi juga menyangkal
apabila mengesampingkan enam perkara lain yang serupa dengan kasus Bambang
Widjojanto dan tidak ditindaklanjuti oleh penyidik Bareskrim.
"Bukan, karena ini alat
buktinya (perkara Bambang Widjojanto) sudah sangat cukup," kata dia.
Ia juga mengatakan bahwa Bareskrim
Polri akan tetap melanjutkan proses hukum Bambang Widjojanto.
Namun sampai saat ini penyidik belum
melaporkan terkait perkembangan perkara Bambang. "Oh iya iya, laporan
perkembangan-perkembangan itu pasti (penyidik akan) laporan. Ya, penyidiknya
belum (laporan)," ujar dia.
Budi mengatakan yang bertugas untuk
menjadwalkan pemeriksaan Bambang Widjojanto adalah tim penyidik, bukan dirinya.
"Pasti sekarang penyidik akan
membuat jadwal semua pemeriksaan berikutnya. Saya kira pasti nanti penyidik,
bukan saya Kabareskrim yang menentukan, pasti akan dilakukan
(pemeriksaan)," kata dia.
Budi juga meyakini apa yang ia
lakukan terhadap penangkapan Bambang Widjojanto tidak melanggar
peraturan-peraturan ataupun hak asasi manusia.
"Saya yakin seyakin-yakinnya
bahwa yang saya lakukan dasar-dasarnya Undang-Undang. Saya ini kan delapan
tahun di Propam (Profesi dan Pengamanan Polisi) itu. Jadi saya tidak akan
melanggar peraturan itu," kata dia.
Pada hari ini Budi Waseso memenuhi
panggilan Komnas HAM untuk dimintai keterangan terkait penangkapan dan
penetapan tersangka Bambang Widjojanto.
Budi memberikan keterangannya pada
delapan komisioner Komnas HAM yang berlangsung selama tiga jam. (BS)
Wantimpres: Koruptor Punya Kuasa Kendalikan Pejabat Negara
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), KH Hasyim
Muzadi mendatangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin
(26/01/2015).
|
Jakarta - WARA - Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Hasyim Muzadi, menyambangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat 30 Januari 2015. Hasyim mengaku bertemu dengan Ketua KPK, Abraham Samad untuk membahas banyak hal. Termasuk ketegangan antara KPK dengan Polri.
Mantan Ketua Umum Nahdlatul Ulama itu mengatakan bahwa ketegangan yang saat ini terjadi harus segera diredakan, karena berpotensi membuat suasana kenegaraan menjadi kacau.
"Jadi, niat saya, kemelut yang ada di negeri kita harus pelan-pelan segera diredakan. Karena kalau tidak, maka akan merambah ke mana-mana. Bukan hanya masalah Polri, masalah KPK, tapi masalah tata kenegaraan serta suasana kenegaraan kita bisa kacau balau," kata Hasyim.
Selain itu, Hasyim juga memperingatkan semua pihak untuk mewaspadai ketegangan antara KPK-Polri ini agar tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab. Dia pun menyebut para koruptor masih mempunyai kekuatan cukup besar untuk mengendalikan suasana.
"Kita harus sadar bahwa koruptor di Indonesia masih [punya] cukup kekuatan untuk menggerakkan jaring-jaring pelaksana negara," kata Hasyim.
Hasyim akan berkeliling untuk silaturahmi dengan sejumlah tokoh membahas hal ini. Setelah bertemu Samad, rencananya Hasyim juga akan mengunjungi Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri.
"Mudah-mudahan dengan pendekatan-pendekatan kultural lebih tepat, daripada perdebatan-perdebatan politik yang sangat sarat dengan muatan kepentingan," kata dia. (Viva)
Langganan:
Postingan (Atom)