Jakarta
- WARA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang
Widjojanto mengatakan, KPK telah melakukan kajian dan koordinasi dengan Satuan
Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) terkait
kasus dugaan suap jual beli gas alam di Bangkalan, Jawa Timur. Hasilnya, KPK
mendapatkan informasi bahwa ada ketentuan bagi perusahaan pengeksplor sumber daya
alam untuk memberikan "jatah" kepada pemerintah daerah.
"Ternyata di semua daerah yang ada eksplorasinya, ada semacam 'jatah' ke Pemda yang diberikan anak perusahaan yang melakukan eksplorasi itu," ujar Bambang, di Gedung KPK, Jakarta, Senin (29/12/2014).
Lebih lanjut, Bambang mengatakan, ada ketentuan SKK Migas mengenai "jatah" tersebut. Menurut dia, adanya sejumlah uang yang masuk ke Pemda, entah sebagai pajak atau hal lainnya, berpotensi menjadi permasalahan, termasuk korupsi.
Bambang menyebutkan, ada empat pihak yang perlu diawasi atas pemberian sejumlah uang dalam kegiatan ekplorasi tambang itu. Pertama, perusahaan yang melakukan eksplorasi harus diawasi sebagai pihak pemberi uang ke Pemda; lalu pemerintah daerah yang mendapatkan "jatah" eksplorasi; kemudian apakah ada Badan Usaha Milik Daerah yang terlibat; dan terakhir yaitu kemungkinan adanya korporasi lain yang terlibat.
"Dan kelima, itu disalurkan ke mana? Itu semuanya lima circle itu yang menjadi potensi masalah," kata Bambang.
Oleh karena itu, Bambang menilai, ketentuan SKK Migas tersebut perlu dikaji ulang. Bambang meminta SKK Migas mengkaji sejauh mana potensi masalah muncul dalam sistem itu.
"Masalah itu kan berpengaruh ke ketahanan pangan kita dan macem-macem. Ini yang kami minta kaji. Hasil kajian kami, kontrak bisnis tersebut akan didalami oleh SKK Migas untuk di-review," ujar Bambang. (KOMPAS.com)
"Ternyata di semua daerah yang ada eksplorasinya, ada semacam 'jatah' ke Pemda yang diberikan anak perusahaan yang melakukan eksplorasi itu," ujar Bambang, di Gedung KPK, Jakarta, Senin (29/12/2014).
Lebih lanjut, Bambang mengatakan, ada ketentuan SKK Migas mengenai "jatah" tersebut. Menurut dia, adanya sejumlah uang yang masuk ke Pemda, entah sebagai pajak atau hal lainnya, berpotensi menjadi permasalahan, termasuk korupsi.
Bambang menyebutkan, ada empat pihak yang perlu diawasi atas pemberian sejumlah uang dalam kegiatan ekplorasi tambang itu. Pertama, perusahaan yang melakukan eksplorasi harus diawasi sebagai pihak pemberi uang ke Pemda; lalu pemerintah daerah yang mendapatkan "jatah" eksplorasi; kemudian apakah ada Badan Usaha Milik Daerah yang terlibat; dan terakhir yaitu kemungkinan adanya korporasi lain yang terlibat.
"Dan kelima, itu disalurkan ke mana? Itu semuanya lima circle itu yang menjadi potensi masalah," kata Bambang.
Oleh karena itu, Bambang menilai, ketentuan SKK Migas tersebut perlu dikaji ulang. Bambang meminta SKK Migas mengkaji sejauh mana potensi masalah muncul dalam sistem itu.
"Masalah itu kan berpengaruh ke ketahanan pangan kita dan macem-macem. Ini yang kami minta kaji. Hasil kajian kami, kontrak bisnis tersebut akan didalami oleh SKK Migas untuk di-review," ujar Bambang. (KOMPAS.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar