Gubernur
DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa
di Silang Monas dalam acara Hari Kesetiakawanan Sosial Tingkat DKI Jakarta
Sabtu (13/12/2014)
|
Sengaja
pria yang akrab disapa Ahok tersebut bercerita kepada Khofifah tentang
bapak yang dianggapnya cerdas meskipun salah. Dikatakannya karena mengeluh
sering kebanjiran akibat meluapnya Sungai Ciliwung di Kampung Pulo, akhirnya
Pemprov DKI merelokasi sejumlah warga ke Rumah Susun (Rusun) termasuk bapak
berusia 67 tahun tersebut.
"Dipindahkan
dari sungai kasih rumah susun, eh ada yang mau beli Rp 50 juta, dia jual Rp 50
juta rusun itu," ungkap Ahok.
Ia
menjelaskan uang hasil penjualan Rusun tersebut digunakan sang bapak, Rp 5 juta
untuk menyogok aparat supaya bisa balik nama. Dikatakan Mantan Bupati Belitung
Timur ini untuk biaya balik nama harus membayar sejumlah uang Rp 2,5 sampai Rp
8 juta.
"Itu
di dinas perumahan ada oknum yang main itu," ucapnya.
Masih
tersisa Rp 45 juta dari hasil penjualan Rusun. Kemudian bapak yang tidak
disebutkan namanya tersebut menggunakan uang sisa Rp 10 juta kembali ke sungai
membuat rumah beton. Lebih mengherankan lagi PLN yang selama ini sering
mengeluh kekurangan daya justru memberikan fasilitas listrik untuk orang yang
kembali ke sungai tersebut.
"PLN
katanya kekurangan daya tapi yang miskin-miskin gitu dikasih juga, mungkin ada
oknum-oknum juga. Disambungkan listrik alasan kekurangan daya sementara satu
pihak PLN selalu kebet-kebet alasannya kurang daya tapi yang minta begitu
dikasih, PAM kasih juga," ungkapnya.
Setelah
membangun rumah, sang bapak menggunakan uang Rp 5 jutanya untuk membuka counter
pulsa handphone. Sehingga sisanya dikatakan Ahok
tinggal Rp 30 juta.
"Masih
sisa 30 juta kan? Nah bapak usia 67 tahun, lalu saya tanya kenapa bapak
lakukan?" tanya Ahok saat itu.
Sang
bapak itu justru menjawabnya enteng.
"Saya
dari lahir sampai 67 tahun saya miskin, bapak kasih saya Rusun untuk apa? Tetap
miskin toh. Kalau saya jual lalu balik ke sungai saya punya uang Rp 30 juta,
mungkin dia kawin lagi punya Rp 30 juta. Manusiawi kan? Kapan lagi 67 tahun
mungkin dapet orang lebih muda," ungkapnya.
Dengan
cerita tersebut bisa diambil sebuah ilustrasi untuk memaknai hari
kesetiakawanan sosial.
"Kita
bersatu bukan peduli tapi kita harus merasa kesetiakawanan sosial di sini, ini
keadilan sosial, tugas pejabat mengadministrasi keadilan sosial, kalau ini
dibiarkan atas nama orang miskin, ini yang dirugikan orang miskin,"
ujarnya. (Tribun)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar