Rabu (19/11/2014) lalu, berlokasi di Kompas TV, lima jurnalis wanita di Perancis mengunjungi Kompas Gramedia Group guna berdiskusi mengetahui gerakan para wanita dalam pembangunan di Indonesia.
Salah satu pembahasan menarik dan
terbilang mengejutkan adalah mengenai gaya berbusana wanita muslim di Perancis.
Ternyata, menurut para jurnalis yang berasal dari kapital mode tersebut, ada
larangan mengenakan atribut keagamaan, tak terkecuali hijab dan kerudung.
Kondisi tersebut tentu sangat
jauh berbeda dengan kondisi Indonesia. Sebab, tren hijab di Tanah Air terus
berkembang dan kaya dengan inovasi busana yang penuh daya pikat. Hal ini tak
hanya diakui oleh para hijabers dalam negeri, tetapi juga dari para hijabers
mancanegara.
Karima Peyronie, seorang jurnalis
yang bekerja di sebuah majalah muslimah Perancis, Magazine Gazelle, mengisahkan
bahwa menjadi seorang wanita Islam di Perancis bukan hal yang mudah.
Sebab, tentu saja karena aturan
yang melarang mengenakan hijab di tempat-tempat umum.
Namun, kenyataan aturan tersebut
tak hanya berlaku di ranah publik, tetapi juga dibatasi di lingkungan rumah
sendiri.
Karima menceritakan, ibu rumah
tangga muslim di Perancis tak diperbolehkan menjemput anaknya di sekolah atau
ikut dalam pertemuan orangtua anak di sekolah jika mengenakan hijab.
Lebih parah, Karima mengatakan
bahwa perawat bayi atau anak di rumahnya sendiri akan melepas hijab apabila
orangtua anak asuhnya memintanya untuk tak memakai hijab.
Julie Dungelhoff, jurnalis wanita
dari stasiun televisi France 24, menambahkan, aturan yang menurutnya paling tak
masuk akal adalah saat Pemerintah Perancis melarang hijab bagi para turis. Pernah
ada suatu kejadian ketika seorang turis asal Dubai mengenakan hijab dan
memasuki suatu obyek wisata. Tiba-tiba, petugas keamanan di obyek wisata
tersebut memintanya untuk keluar apabila masih menggenakan hijab.
Karima mengatakan bahwa dalam
pelaksanaan peraturan tersebut, banyak wanita di Perancis yang merasakan
penolakan.
“Ada sisi wanita muslim di
Perancis dapat menerima hal tersebut. Sebab, sedari awal Perancis memang bukan
negara agama. Namun, ada saat mereka (wanita muslim) tak dapat menerima hal
tersebut,” ujar Karima.
Akhirnya, Karima menjelaskan,
rasa penolakan yang dirasakan oleh wanita muslim ini membuat sebagian wanita
muslim mengisolasikan diri dan pindah ke pinggir daerah suburban, atau
pinggiran kota. Wanita-wanita ini memberontak tak mau bersekolah dan berkumpul
dalam satu komunitas.
“Gawatnya dengan berkumpul dalam
satu lingkungan dan mengisolasi diri dari lingkungan luar, akhirnya
wanita-wanita ini mencuci otak sendiri. Mereka akhirnya pergi ke Suriah
bergabung bersama ISIS,” jelas Karima.
Meskipun kasus tersebut terbilang
sedikit, tetapi tentunya sangat mengkhawatirkan. Julie menambahkan, sebenarnya
bukan hanya kaum muslim yang menjadi minoritas di Perancis, beberapa etnis dari
Afrika yang datang pada abad pertengahan sampai sekarang pun masih kesulitan
berbaur untuk diterima dengan baik di negara yang populer dengan sebutan kiblat
mode dunia tersebut. (TRIBUNNEWS.COM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar