Todung Mulya Lubis |
Denpasar – WARA - Terpidana mati
Bali Nine, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan akan mengajukan gugatan ke
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta atas keputusan Presiden Jokowi
menolak permohonan grasi mereka.
Hal itu disampaikan pengacara kedua
terpidana mati, Todung Mulya Lubis, dalam wawancara dengan ABC. Gugatan
itu rencananya akan didaftarkan pekan ini.
Sukumaran dan Chan, divonis sebagai
otak percobaan penyelundupan heroin dari Bali ke Australia, telah ditolak
permohonan grasinya oleh Presiden Jokowi.
Menurut Todung Mulya Lubis, tidak
ada peluang lagi untuk menyelamatkan kliennya, selain mengajukan gugatan ke
PTUN atas keputusan penolakan grasi tersebut.
Upaya menggugat keputusan grasi
Presiden ke PTUN selama ini, tidak banyak dilakukan oleh para terpidana mati
yang permohonannya ditolak presiden.
"Kami telah melakukan hampir
semuanya dan sekarang kami akan mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta,"
katanya.
Chan dan Sukumaran sebelumnya telah
mengajukan dalil, termasuk ke MA, bahwa mereka menyesali perbuatannya dan telah
mengalami rehabilitasi.
Keduanya menggunakan aktivitas mereka
di penjara dalam menolong narapidana lainnya sebagai dalih mengapa mereka perlu
mendapat pengampunan dari eksekusi mati.
Dalam menyampaikan penolakan
permohonan grasi ini, Presiden Jokowi menyatakan Indonesia berada dalam keadaan
darurat narkoba, sehingga pihaknya tidak akan memberi pengampunan bagi
pelaksanaan eksekusi para terpidana mati.
Menurut Todung, atas dasar itulah
pihaknya akan menggugat ke PTUN.
"Menurut kami, presiden tidak
bisa menolak permohonan grasi seseorang hanya berdasarkan atas situasi darurat
narkoba," katanya.
"Presiden seharusnya melihat
kasus per kasus. Tidak bisa hanya membaca surat-surat lalu membuat keputusan
menolak," tambah Todung.
"Bukan begitu caranya, karena
kita ini bicara tentang nyawa manusia," ujarnya menambahkan.
Sah Di Indonesia
Sebelumnya di tahun 2008, Todung
juga mengajukan gugatan konstitusionalitas hukuman mati, namun pengadilan
menyatakan hukuman mati tetap sah di Indonesia.
"Indonesia adalah negara yang
berdasarkan atas hukum, dan kita juga telah meratifikasi banyak instrumen HAM
sehingga kita harus menghargai HAM tersebut," katanya.
"Salah satu hak mendasar
manusia adalah hak untuk hidup, jadi saat menerima permohonan grasi, presiden
seharusnya mempertimbangkan hak hidup pemohon," jelas Todung.
Meskipun demikian, ia menyatakan
sangat berharap adanya keajaiban dalam kasus ini.
Dikatakan, pihak Kejaksaan Agung
tidak boleh melaksanakan proses eksekusi selama kasus ini masih diperiksa di
PTUN.
Pihak keluarga kedua terpidana mati
ini kabarnya berangkat ke Jakarta untuk bertemu dengan berbagai pihak, termasuk
Komnas HAM, dalam upaya untuk menghindari pelaksanaan eksekusi.
Australia selama ini tidak lagi
mengenal sistem hukuman mati, terhitung sejak tahun 1985. Terpidana mati yang
terakhir kali dieksekusi di Australia adalah Ronald Joseph Ryan di Melbourne
tanggal 3 Februari 1967.
Pemerintah Australia juga mengajukan
keberatan atas rencana pelaksanaan hukuman mati ini dengan alasan kedua
terpidana Bali Nine itu terbukti telah mengalami rehabilitasi, dan perlu diberi
kesempatan kedua untuk hidup. (SP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar