Labora Sitorus |
Sorong – WARA - Labora Sitorus, terpidana kasus pencucian uang, penimbunan
bahan bakar minyak, dan pembalakan liar kayu, akhirnya mau bersuara. Untuk
bertemu Labora tidaklah mudah. Kompas harus menunggu selama enam jam,
pukul 11.00-17.00 WIT, di depan pintu gerbang PT Rotua setinggi 4 meter.
Dari upaya pendekatan seorang teman
wartawan media lokal di Kota Sorong, Labora akhirnya mau memberikan keterangan
terkait sejumlah pemberitaan tentang dirinya. Selama satu jam, laki-laki
kelahiran Banjarmasin, 3 November 1961, itu menuturkan sejumlah alasan di balik
keluarnya dirinya dari jeruji besi, selama 12 bulan ini.
Anggota Kepolisian Resor (Polres)
Raja Ampat, Papua Barat, itu telah divonis Mahkamah Agung dengan 15 tahun
penjara dan denda Rp 5 miliar. Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Papua mengajukan
kasasi karena vonis Pengadilan Tinggi Papua hanya 8 tahun penjara.
Berikut ini petikan wawancara Labora
Sitorus dengan beberapa wartawan, termasuk Kompas, di salah satu ruangan
berukuran 8 meter x 6 meter di kediamannya, di kawasan Tampa Garam, Jalan DI
Panjaitan, Kelurahan Rufei, Distrik Sorong Barat, Kota Sorong, Papua Barat,
Kamis (5/2/2015) petang. Tempat itu juga menjadi lokasi PT Rotua milik Labora
yang bergerak di industri pengolahan hasil kayu merbau yang didatangkan dari
sejumlah wilayah di Papua Barat.
Di kompleks rumah Labora, tampak
puluhan karyawan duduk di teras dan berkerumun di bagian lain kompleks rumah
itu. Saat wawancara, Labora didampingi juru bicaranya, Fredy Fakdawer. Di
ruangan itu pun terdapat empat laki-laki lain.
Mengapa Anda melarikan diri dari
Lapas Sorong?
Saya tegaskan bahwa ketiga instansi,
yakni kepolisian, kejaksaan, dan lapas (lembaga pemasyarakatan), telah
melakukan pembohongan publik di media massa. Selama ini, saya hanya berada di
rumah. Karena itu, saya merasa heran mengapa ada di dalam daftar pencarian
orang yang ditetapkan kejaksaan. Padahal, para petinggi dari tiga institusi ini
selalu datang ke rumah untuk bersilaturahim.
Anda tahu bahwa surat bebas hukum
yang dikeluarkan pihak Lapas Sorong itu tidak sah?
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly
di sejumlah media massa sudah menyatakan surat itu tidak sah. Namun, perlu
publik ketahui, pihak lapas yang berinisiatif mengeluarkan surat itu dengan
alasan masa penahanan saya telah berakhir. Sementara itu, kejaksaan belum
mengirimkan surat perpanjangan masa tahanan. Bahkan, mereka sendiri yang
mengantarkan surat itu ke rumah. Apabila terjadi kesalahan dengan surat itu,
pihak lapas yang seharusnya dipidanakan karena membuat surat palsu.
Mengapa Anda tak mau kembali ke
lapas? Padahal, Anda sudah diputus bersalah Mahkamah Agung?
Sampai saat ini, saya tidak menyetujui
putusan Mahkamah Agung. Sebab, saya hanya menjadi tumbal dari permainan
sejumlah oknum petinggi di Markas Besar Polri dan Kepolisian Daerah Papua.
Misalnya, penetapan tersangka dengan berita acara pemeriksaan palsu dan tidak
ditandatangani oleh saya. Masa dalam surat itu saya dinyatakan sebagai pegawai
Pemda Kabupaten Sorong. Selain itu, mereka menyatakan saya berpangkat aiptu
(ajun inspektur satu). Padahal, saya hanya berpangkat brigadir kepala.
Maksudnya?
Apabila saya bersalah, mengapa
kepolisian dan kejaksaan masih menempuh cara persuasif. Saya sudah berkali-kali
mengajukan pengunduran diri. Namun, Mabes Polri tidak menyetujui dan
mengusulkan pensiun dini. Sampai saat ini, saya masih menerima gaji sebagai
anggota Polri. Logikanya, seorang terpidana jika melarikan diri harus segera
ditangkap atau ditembak.
Langkah apa yang akan Anda tempuh
jika memang merasa tidak bersalah?
Intinya, saya tidak akan menjatuhkan
nama institusi karena perbuatan oknum. Saya akan menyampaikan data yang lengkap
terkait segala permainan di balik kasus ini. Namun, saya mohon bantuan dari
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban serta Komnas HAM datang ke sini.
Anda menggunakan karyawan dan warga
setempat untuk menghalangi proses eksekusi?
Saya tak pernah menggunakan massa
untuk suatu kebenaran. Cuma mereka tak ingin kehilangan saya. Sebab, selama ini
saya selalu memperhatikan segala kebutuhan mereka.
Anda siap untuk dieksekusi dalam
waktu dekat?
Saya heran. Sebab, selama ini saya
tidak pernah menghalangi proses eksekusi. Kondisi tubuh saya memang belum sehat
karena masih menjalani terapi setelah terkena stroke ringan. Intinya,
Pemerintah Indonesia masih menggunakan hukum rimba. Para karyawan dan
masyarakat di sini yang mengetahui siapa sebenarnya saya.
Segera dieksekusi
Di Jakarta, Jaksa Agung HM Prasetyo
menyatakan, Kejaksaan Agung menjamin tidak akan membuang waktu untuk segera
mengeksekusi Labora setelah terpidana itu ditangkap.
"Yang penting ditangkap dan
ditahan, maka bisa segera kami mulai eksekusinya. Kesulitan dan halangannya
hanya itu. Makanya, kami berharap, kalau Labora melihat ini, tolong segera
menyerahkan diri," tuturnya.
Prasetyo mengatakan, sejak awal
kejaksaan sudah akan mengeksekusi Labora. Namun, Labora tidak berada di
tahanan. "Itu di luar pengetahuan dan kendali kejaksaan," ujarnya.
Jaksa Agung mengharapkan kepolisian
dan kejaksaan dapat segera menemukan dan menangkap Labora. "Jajaran saya
di bawah, Kejaksaan Negeri Papua, sudah mengadakan kerja sama intensif dengan
Polda Papua Barat. Saya pun sempat bicara singkat dengan Pak Plt Kapolri, juga
Menteri Hukum dan HAM," ujar Prasetyo.
Menurut Kepala Divisi Humas Polri
Inspektur Jenderal (Pol) Ronny F Sompie, kepolisian di Papua telah membentuk
tim untuk membantu pencarian dan penangkapan Labora.
"Pembentukan tim dan koordinasi
antar-institusi yang sedang berlangsung ini sudah dilaporkan kepada Pak
Badrodin (Pelaksana Tugas Kepala Polri/Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal
Badrodin Haiti) oleh Kapolda Papua Barat. Saat ini kami masih berusaha
menangkap Labora," lanjutnya.
Ronny mengatakan belum dapat
mengungkap perkembangan terbaru proses penangkapan. Ia berharap, setelah Labora
ditangkap, kejaksaan dapat segera melakukan eksekusi sesuai kewenangannya. (Kompas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar