Minggu, 30 November 2014

Mahfud MD Sebut Ada Potensi Krisis Konstitusional yang Mengerikan




Jakarta - WARA  - Inilah peringatan pakar hukum tata negara Mahfud MD. Dia mengingatkan agar konflik antara Presiden dengan DPR segera diakhiri, tidak malah berlarut-larut hingga menjadi pertentangan yang mendalam.

“Maka itu hindari konflik yang terlalu dalam antara Presiden dan DPR agar tak sampai terjadi krisis konstitusional. Mengerikan kalo itu terjadi,” papar Mahfud MD melalui akun twitternya, @mohmahfudmd, Sabtu (29/11/2014).

Mahfud mengaku ngeri karena jika konflik antara Presiden dengan DPR menjurus terjadinya krisis konstitusionalitas maka tidak ada lembaga yang secara konstitusi bisa menyelesaikan. Satu-satunya penyelesaian hanya adu kekuatan politik!

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indoesia (UII) Yogyakarta ini mengingatkan menurut Pasal 7c UUD, Presiden tidak bisa membubarkan DPR. Sehingga, kendati DPR mogok, Presiden tak bisa apa-apa termasuk mengeluarkan dekrit pembubaran sekalipun.

Sebaliknya, DPR bisa melakukan impeachment terhadap Presiden, kendati syarat-syaratnya sangat sulit untuk bisa dipenuhi. Ketentuan impeachment ini tercantum dalam Pasal 7b UUD. Pasal inilah yang diikuti pasal 7c mengunci Presiden tak bisa membekukan atau membubarkan DPR.

Kekhawatiran Mahfud tak berlebihan. Pasalnya, ketegangan antara Presiden (pemerintah) dengan DPR hingga saat ini belum sepenuhnya ada solusi yang tuntas. DPR belum bisa bekerja normal akibat konflik kubu KMP dengan KIH belum juga berakhir.

Situasi menjadi semakin runyam karena sejumlah Menteri masih enggan memenuhi panggilan Komisi di DPR. Bahkan sempat memanas akibat munculnya surat Sekretaris Kabinet yang melarang para Menteri memenuhi undangan DPR.

Mahfud mengapresiasi langkah Presiden Jokowi yang tak melarang para Menteri memenuhi undangan DPR. “Lega juga mendengar Presiden tak larang menterinya hadiri ke DPR. Sebab kalo DPR membalas tak mau sidang bisa terjadi krisis konstitusional,” papar Mahfud MD. (TEROPONGSENAYAN)

Hadir di Munas Golkar, Prabowo Peluk Titiek Soeharto



Jakarta - WARA - Peristiwa menarik terjadi saat pembukaan Musyawarah Nasional (Munas) Golkar IX di Hotel Westin, Bali, Minggu (30/11/2013), malam. 

Saat itu Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang hadir dalam Munas itu menyalami satu persatu elite partai politik yang duduk di baris terdepan.

Kemudian tiba giliran Prabowo Subianto bertemu dengan mantan istrinya yang juga Ketua DPP Golkar Siti Hediati Hariyadi. 

Sejumlah kader Golkar serta elite partai politik sempat tersenyum melihat pemandangan itu.
Akhirnya, Prabowo tidak jadi menyalami perempuan yang akrab dipanggil Titiek Soeharto itu. Namun, Mantan Danjen Kopassus itu memberi hormat kemudian memeluk Titiek Soeharto

Alhasil, suara riuh memenuhi ruang Mangunpura Hall tempat Munas berlangsung.

Prabowo terlihat mengenakan kemeja putih dengan celana berbahan krem. Sedangkan Titiek Soeharto mengenakan baju kuning warna khas Golkar. 

Selain Prabowo, elite partai di luar Golkar yang hadir antara lain Ketua Umum PBB MS Kaban, Ketua Harian Demokrat Syarief Hassan, Ketua Umum PPP versi Muktamar Jakarta Djan Faridz,  Mantan Ketua Umum PPP Suryadharma Alie,  Pendiri PAN Amien Rais,  Ketua Umum PAN Hatta Rajasa,  Presiden PKS Anis Matta, Ketua MPR Zulkifli Hasan,  Mantan Panglima TNI Djoko Santoso dan Ketua DPP PKS Aboebakar Al Habsy.

Lalu ada juga Sekjen PAN Taufik Kurniawan, Waketum Demokrat Agus Hermanto, Anggota Fraksi PPP Dimyati Natakusumah,  Anggota Fraksi PPP Syaifullah Tamliha, Sekjen Gerindra Ahmad Muzani,  Ketua Fraksi PAN DPR Tjatur Sapto Edi, dan lainnya.

Acara itu dipandu oleh juru bicara Golkar Tantowi Yahya. Terlihat sekitar seribuan kader Golkar memenuhi arena Munas. (TRIBUNNEWS.COM)

Munir Tewas & Pollycarpus Bebas Saat PDIP Berkuasa



Jakarta - WARA - LSM KontraS menyoroti pembebasan bersyarat terpidana kasus tewasnya aktivis HAM Munir Said Thalib, Pollycarpus Budihari Priyanto saat PDIP berkuasa.
 
Pasalnya, pembunuhan terhadap Munir terjadi juga saat PDIP berkuasa pada 2004. Saat itu, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menjadi Presiden. Pollycarpus bebas bersyarat pada Jumat 28 November, saat kader PDIP Joko Widodo menjadi orang nomor satu di Negeri ini.

Wakil Koordinator KontraS, Chris Biantoro, menjelaskan PK Pollycarpus sudah dibatalkan pada 2014, namun nyatanya dia dibebaskan.

"Ini jadi menarik karena peristiwa pembunuhan Munir dilakukan ketika PDIP berkuasa, dan Polly juga dibebaskan diawal berkuasanya PDIP," kata Chris di Kantor KontraS, Jakarta, Minggu (30/11/2014).
Lanjut Chris, novum yang diajukan Polly secara berulang-ulang menjadi preseden buruk penegakan hukum di Indonesia. "Mahkamah Agung (MA) tidak ada iktikad baik, bahkan kasus ini tidak bisa diakses di MA," pungkasnya.

Jokowi didesak usut tuntas kasus Munir
Mantan pilot senior maskapai penerbangan Garuda Indonesia ini keluar dari Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung setelah menjalani masa tahanan delapan tahun penjara.

Dia dinyatakan terbukti bersalah dalam kasus meninggalnya Munir di atas pesawat Garuda Indonesia pada 7 September 2004 silam.

Pria kelahiran Surakarta, Jawa Tengah, 26 Januari 1961 ini, ditetapkan sebagai tersangka pada Sabtu, 19 Maret 2004. Pembunuhan tersebut diduga dilakukan dengan cara memberikan racun arsenik dengan jumlah dosis yang fatal dalam penerbangan menuju Amsterdam.

Pollycarpus berada dalam satu pesawat dengan Munir. Polisi menduga bahwa ia bukanlah tersangka utama tetapi hanya berperan sebagai fasilitator.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menuntut Pollycarpus dengan hukuman penjara seumur hidup karena terbukti terlibat dan merencanakan pembunuhan Munir. Namun, ia divonis hukuman penjara selama 14 tahun oleh majelis hakim. (okezone)

Wartawan Papua Dikeroyok Saat Liput Perkelahian Warga


Ilustrasi kekerasan terhadap jurnalis.(foto-Tribun) 
Jayapura – WARA – Tindak kekerasan terhadap wartawan saat melakukan peliputan kembali terjadi di Papua. Melky, wartawan Harian Papua Timika, dikeroyok belasan orang saat meliput perkelahian dua kelompok warga di Jalan Budi Utomo, Timika, Jumat (21/11/2014) dini hari.

Informasi yang dihimpun Kompas.com di Timika, kejadian berlangsung sekitar pukul 02.00 WIT. Saat itu, sekelompok wartawan meliput perkelahian antara belasan anggota SPSI PT Freeport Indonesia dengan sekelompok pemuda di Jalan Budi Utomo, tak jauh dari Sekretariat Pengurus Unit Kerja (PUK) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) PT Freeport Indonesia.

Saldi, wartawan Harian Salam Papua, mengaku saat itu mereka mengikuti patroli Polres Mimika yang hendak melerai dua kelompok warga yang terlibat perkelahian di Jalan Budi Utomo. Tiba di lokasi kejadian, anggota patroli langsung mengejar kelompok pemuda kabur melihat kedatangan anggota polisi.

Menurut Saldi, ketika wartawan lain mengikuti polisi melakukan pengejaran, Melky tetap di lokasi kejadian. Menduga bagian dari kelompok pemuda yang menyerang mereka, Melky lalu dikeroyok belasan anggota SPSI.

“Melky berusaha menenangkan penyerang dengan menyebut identitasnya sebagai wartawan tapi tak dihiraukan. Setelah beberapa kali berteriak mengaku wartawan, pengeroyok mulai mundur dan dimanfaatkan Melky untuk melarikan diri ke Kantor Satuan Lalu Lintas Polres Mimika, yang berjarak sekitar 500 meter dari lokasi kejadian,” jelas Saldi.

Akibat pengeroyokan tersebut, Melky mengalami luka lebam di wajah dan sempat trauma dengan kejadian yang menimpanya.

Didampingi Pemimpin Redaksi Harian Papua, Hadmarus Waka, bersama sejumlah rekannya, Melky kemudian diantar ke RSUD Mimika untuk menjalani visum dan selanjutnya melaporkan kejadian penganiayaan tersebut ke Mapolsek Mimika Baru, Jumat sore.

Kepada para wartawan, Kapolsek Mimika Baru, AKP I Gede Putra berjanji akan mengusut tuntas dan menangkap pelaku pengeroyokan tersebut. Kasus penyerangan terhadap wartawan saat melakukan kegiatan peliputan merupakan kejadian kesekian di Papua.

Sebelumnya, pada Jumat 10 Oktober lalu, wartawan Jaya TV, Findi Rakmeni, ditikam oknum anggota Satpol PP Kota Jayapura saat meliput kecelakaan lalu lintas di Entrop, Distrik Jayapura Selatan. Saat ini, oknum anggota Satpol PP tersebut sudah meringkuk di tahanan Mapolsek Jayapura Selatan.(Kompas)