Biereum - WARA - Target Pendapatan Asli Daerah (PAD) APBK Bireuen 2015 naik menjadi Rp 168 miliar atau meningkat 5,36 persen dari jumlah target PAD 2014, Rp 159 miliar. Ironisnya, realisasi PAD 2014 hanya 85,89%. Benarkah hanya untuk penuhi Dana Tunjangan Penunjang Operasional Kepala Daerah?
Pemerintah Kabupaten Bireuen boleh berbangga hati, pengesahan APBK 2015, bias dilakukan tepat waktu, Sabtu, 20 Desember 2014. Sebelumnya banyak pihak pesimis, wakil rakyat di sana mampu ketuk palu anggaran secepat itu. Sebab, eksekutif baru menyerahkan RAPBK untuk dibahas dewan sepuluh hari sebelumnya.
“Sangat aneh jika target PAD terus meningkat, padahal realisasinya PAD 2014 hanya Rp137,2 miliar. Jauh di bawah target PAD 2014 yaitu Rp 159 miliar. Kami menduga, ini hanya akal-akalan Bupati dan DPRK untuk mendapatkan dana tunjangan operasional lebih besar,” ungkap Ketua Lembaga Pematau Penyelenggara Negara Republik Indonesia (LPPNRI), AKP Purn. Ridwan Ismail, Rabu, 30 Desember 2014, tahun lalu.
Jika dugaan ini benar, maka sangat tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Lihat saja Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2000, tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.Pasal 9 ayat 2 disebutkan, besarnya biaya penunjang operasional Kepala Daerah Kabupaten/Kota, ditetapkan berdasarkan klasifikasi Pendapatan Asli Daerah.
Misal, PAD sampai dengan Rp 5 miliar dan paling rendah Rp 125 juta dan PAD di atas Rp 5 miliar sampai dengan Rp 10 miliar, paling rendah Rp 150 juta serta PAD di atas Rp 10 miliar hingga Rp Rp 20 miliar dan paling rendah Rp 200 juta. Lalu, di atas Rp 20 miliar hingga Rp 50 miliar dan paling rendah Rp 300 juta. Termasuk PAD di atas Rp 50 miliar sampai dengan Rp 150 miliar hingga paling rendah Rp 400 juta dan PAD di atas Rp 150 miliar dan paling rendah Rp 600 juta.
Nah, realisasi PAD Bireuen 2014 paling banyak bersumber dari Badan Layanan Umum (BLU) Rumah Sakit Umum dr Fauziah yaitu, Rp 87,7 miliar. Begitu juga dengan Dinas Pengelolaan Keuangan Dan Kekayaan Daerah, yang terealiasasi Rp 13,9 miliar atau 127% dari target PAD.
Sementara, sejumlah SKPK lainnya tidak mencapai target. Seperti halnya Dinas Pertanian dan Peternakan hanya terealisasi Rp 208 juta atau 69% dari target. Begitu juga dengan Dinas Kelautan Dan Perikanan, realisasi PAD hanya Rp 63 juta atau 83% dari target sebelumnya.
“Pada dasarnya alasan-alasan yang dapat menaikkan target PAD jika realiasi PAD tahun sebelumnya diatas 100%, seharusnya target PAD dalam APBK dibuat secara rasional, kalaupun nanti dalam APBK murni target PAD underestimated (dianggarkan terlalu rendah), maka dapat dinaikkan dalam APBK Perubahan untuk kemudian digunakan sebagai dasar mengalokasikan pengeluaran yang baru untuk belanja kegiatan dalam APBK-P,” kata AKP Purn Ridwan Ismail.
Penambahan target PAD ini dapat diartikan sebagai hasil evaluasi atas keberhasilan belanja modal dalam mengungkit PAD, khususnya yang terealiasai dan tercapai outcome pada tahun anggaran sebelumnya, sebut AKP Purn Ridwan Ismail, itu sebabnya, Akp Purn Ridwan Ismail meragukan kualitas APBK Bireuen 2015 yang telah disahkan oleh anggota DPRK Bireun beberapa waktu lalu. Maklum, pembahannya hanya sepuluh hari terhitung sejak diserahkan RAPBK oleh Bupati.
Walaupun, sekitar satu bulan sebelumnya Bupati telah menyerahkan Rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA PPAS) 2015 kepada Ketua DPRK Bireuen Ridwan Muhammad, SE MSi, pada rapat paripurna dengan agenda penetapan alat kelengkapan dewan, Senin, 3 November 2014.
Nah, muncul kesan kemudian, ketuk palu APBK secara tepat waktu, terkesan ada sesuatu yang dipaksakan untuk menghindari hukuman penalty. Karena, merujuk pada Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 (revisi dari UU Nomor: 32 2004), tentang pemerintahan daerah memuat pasal kemungkinan dikenakan penalti atau hukuman atas keterlambatan pembahasan APBK.
Sesuai Pasal 311 UU,Nomor: 23 tahun 2014 ditegaskan, pengesahan APBK paling lambat disahkan DPRK dan pemerintah daerah satu bulan sebelum tahun anggaran baru. Dalam ayat 2 itu juga dikatakan, jika tidak tuntas pembahasannya atau belum disetujui, sanksi akan berlaku berupa tidak dibayar hak-hak keuangan selama enam bulan tahun anggaran.
Pembahasan RAPBK dalam waktu terbatas, dikhawatirkan akan terjadinya “main mata” antara eksekutif dengan legeslatif.Misal, adanya proyek-proyek yang dapat ditunjuk langsung oleh dewan.
Dugaan itu juga disampaikan Suhaimi Hamid dari Fraksi PNA saat pandangan umum terhadap RAPBK 2015, Jumat, 19 Desember 2014 tahun lalu. Kata dia, masih banyak sorotan seperti sejumlah pos pendapatan daerah khususnya pada dinas-dinas dan kantor yang mengelola jenis retribusi (PAD). Karena, realisasinya sangat rendah dari target yang diharapkan, dan masih banyak pos anggaran yang tidak sesuai.
Untuk itu,Fraksi Partai Nasional Aceh DPRK Bireuen menanggapi soal Pendapatan Asli Daerah dan butuh penjelasan dari Pemkab Bireuen, mengenai sebab musabah PAD daerah ini belum mencapai sesuai dengan yang diharapkan.
Kritikan pedas lain, karena masih ada sejumlah kejanggalan seperti biaya pengawasan dan perencanaan proyek lebih besar serta tidak ada kejelasan dimana akan dilakukan proyek tersebut.Termasuk biaya hororarium dan operasional aparatur lebih banyak daridana kegiatan itu sendiri.
Lihat saja, pembangunan infrastruktur pertanian dalam APBK Bireuen masih parsial dan upaya pemborosan anggaran dengan membuat program asal jadi serta rentan terhadap penyelewengan.
Ambil contoh, pembangunan saluran cacing yang dikhawatirkan akan terjadi tumpang tindih dengan pembangunan BKPG. Fraksi PNA juga mempertanyakan tidak dianggarkan Dana Tunjangan Umum untuk CPNS sebelum mendapatkan tunjangan structural maupun fungsional tahun 2008 dan 2009. Tunggakan dana tunjangan umum kepada guru dan tenaga medis Rp 180 ribu/orang/bulan, sehingga total semuanya Rp 4,3 miliar. Termasuk pembayaran dana ini sudah menjadi hutang yang wajib dibayar Pemkab Bireuen.
Kepala Bapedda Bireuen Ir. Ibrahim Ahmad, M.Si yang dihubungi tim LPPNRI Bireuen, Jumat, 2 Januari 2015, tidak ada jawaban dan nomor hp tidak aktif. Sementara Kepala DPKKD, Drs. Tarmidi, M.Si yang dihubungi media ini pada hari yang sama, juga tidak berada di kantor. Saat dihubungi melalui telepon seluler tidak aktif. (deddi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar