Menurutnya, korban yang jatuh di pihak Palestina adalah tragedi.
Presiden Amerika Serikat Barack Obama. (Reuters/Kevin Lamarque)
Warta Nusantara- Presiden
Amerika Serikat (AS) Barack Obama kembali menegaskan bahwa AS berpihak
pada Israel dan tidak bisa mentolerir serangan Hamas ke Israel.
“Sekarang saya akan menegaskan, tak satupun negara yang terima jika
ada roket yang ditembakkan ke arah warga sipilnya. Oleh karena itu, kami
menegaskan bahwa Israel punya hak mempertahankan diri dari apa yang
saya sebut sebagai serangan Hamas yang tidak bisa ditolerir,” ujar
Obama.
Selain itu, Obama mengaku termotivasi oleh usulan Mesir untuk mewujudkan gencatan senjata antara Israel dan Palestina.
“Kami termotivasi oleh usulan yang dibuat Mesir untuk mencapai tujuan
mengembalikan ketenangan. Secara umum, situasi di Gaza mengingatkan
kita lagi bahwa status quo tidak bisa bertahan lama dan satu-satunya
cara mewujudkan keamanan adalah perdamaian abadi antara Israel dan
Palestina,” kata Obama.
Pernyataan itu disampaikan Obama dalam jamuan buka puasa bersama para
diplomat dari negara Arab dan Muslim di Gedung Putih hari Senin
(14/7/2014). Obama mengatakan, tujuan AS adalah untuk mewujudkan
perdamaian dan keamanan bagi warga Israel maupun Palestina.
Obama mengatakan pula bahwa korban yang jatuh di pihak Palestina adalah tragedi.
“Jatuhnya korban tewas dan cedera dari kalangan warga sipil Palestina
adalah tragedi, itulah sebabnya kami menekankan perlunya melindungi
warga sipil, siapapun dan dimanapun mereka tinggal,” tambah Obama.
Obama mengatakan, AS akan melakukan segala upaya untuk mengembalikan
gencatan senjata yang tercipta pada tahun 2012 di antara kedua belah
pihak. (Reuters)
Majalengka-WN,
Adalah Neneng Een Komariah, mantan anggota DPRD fraksi PDI-Perjuangan
Kabupaten Majalengka (wakil rakyat perempuan, sang penyambung lidah aspirasi
kaum petani) dikaki bukit Gunung Ciremai, tepatnya di Desa Tejamulya Kecamatan Argapura
Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Telah menjadi korban atas kesewenangan partai
PDIP, yang memfitnahnya meninggal dunia, sementara dirinya dalam kondisi segar
bugar.
Sungguh sangat aneh tapi benar-benar nyata, mungkin dari sekian banyak para
wakil rakyat atau anggota DPR/DPRD yang ada di Indonesia, tampaknya hanya
Neneng Een Komariah saja yang mengalami nasib tragis dilengserkan oleh partai
PDIP dari jabatannya sebagai anggota DPRD Kabupaten Majalengka Jawa Barat
dengan dasar alasan dinyatakan "telah meninggal dunia" (Pasal 94 ayat
1 huruf a, UU susduk MPR/DPR/DPRD), padahal dengan jelas kondisi Neneng, dalam
keadaan sehat wal 'afiat.
Selain alasan yang sangat biadab tersebut, konon katanya Neneng dianggap
sebagai kader partai yang telah melanggar ketentuan AD/ARD Partai, karena ada
anggota kluarganya yang menjadi anggota partai dan menjadi caleg dari partai
lain.
Hal tersebut membuat hati Neneng merasa sangat terluka atas tuduhan dan
dasar-dasar alasan yg dibuat sangat kental dengan nuansa politis dan sangat
diskriminatif. Terlebih surat ajuan PAW yang terkesan dilakukan secara
sembunyi-sembunyi terbut, tiba-tiba dan tanpa disengaja ditemukan langsung oleh
Neneng di ruangan bagian umum Sekretariat Dewan DPRD Kab. Majalengka Jawa
Barat.
Sebelum mengambil upaya gugatan hukum melalui Pengadilan Negeri Majalengka,
yang kemudian pada akhirnya memilih tidak meneruskan proses gugatan setelah
proses hukum itu sendiri tidak dihormati alias mereka labrak.
Neneng, sebenarnya telah berupaya menanyakan tentang masalah, mengapa
dirinya sampai diperlakukan sedemikian oleh parpol yang konon katanya mempunyai
jargon sebagai partai "wong cilik" dan parpol yang pengusung
demokrasi, dengan berkirim surat secara resmi kepada Ibu Megawati Soekarnoputri,
sebagai Ketua Umum DPP PDI-Perjuangan. Namun sayang, 3 kali surat yang dia
kirimkan, ternyata sampai dengan detik ini pun tak kunjung mendapatkan jawaban.
Neneng mnuturkan, bahwa jika dirinya dianggap telah melanggar ketentuan AD/ART
partai, maka semestinya dirinya terlebih dahulu diberikan teguran melalui surat
peringatan SP1 dan SP2. Dan jika pemberhentian tersebut didasarkan hanya karena
gara-gara ada anggota kluarganya yang menjadi anggota parpol atau menjadi Caleg
dari parpol lain, maka semestinya Ibu Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum
PDI-P, Bapak Sidharto Danu Subroto (Ketua MPR dan Ketua DPP PDIP) dan Bapak
Tjahjo Kumolo (selaku Sekjen DPP PDIP), memperlakukan hal yang sama yaitu memberhentikan
juga Sdr. Maruarar Sirait, anggota DPR RI fraksi PDIP, karena bukankah saudara
atau adik kandungnya sendiri yaitu Batara Immanuel Sirait, menjadi kader parpol
dan caleg dari partai lain, dengan kata lain dari partai yang berbeda.?
Permasalahan diskriminasi politik yang menimpa Neneng, sesungguhnya secara
resmi telah terjadi sejak 6-7 bulan lalu dilaporkan ke lembaga Komnas HAM,
namun sungguh disayangkan Komnas HAM terkesan mandul dan impoten.
Selain itu, Neneng juga pernah menggugat secara resmi melalui hukum Perdata
di kantor Pengadilan Negri Majalengka, ketika putusan awal, sesungguhnya
majelis hakim membrikan putusan menolak jawaban eksepsi dari para tergugat
(DPC, DPD, dan DPP PDI-P), namun karena mereka tak menghormati proses hukum yang
masih sedang berjalan dan belum adanya putusan hukum yang incraht dari lembaga pengadilan,
dan ternyata proses PAW tetap terjadi.
Maka selain karena keterbatasan dana yang dimilikinya, pada proses gugatan tersebut,
akhirnya Neneg memilih tidak meneruskan. Proses hukumnya saja sudah tidak dihormati
dan mereka labrak.
“Ya untuk apa saya melanjutkan gugatan tersebut, dimanakah keadilan itu
berada.? ingatlah, Allah SWT maha mengetahui, mana yang benar dan mana yang
salah. Pasti Allah akan membuat perhitungan atau balasan atas perlakuan
kedhzoliman yang mereka lakukan terhadap saya,” ujar Neneng pasrah.
Kompas.com/SABRINA ASRIL Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Max Sopacua
Jakarta, — Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat, Max Sopacua, mengatakan, alasan Komisi I memanggil Radio Republik Indonesia (RRI) terkait hitung cepat Pemilu Presiden 2014 bukan hanya karena RRI dianggap memihak. Namun, kata Max, RRI
harus mempertanggungjawabkan sumber pendanaan hitung cepat itu karena
menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
"Kalau RRI dipanggil, wajar saja. Selama ini RRI
menggunakan APBN. Untuk siaran bilangnya uang enggak cukup, kok bisa
melakukan survei. Dari mana anggarannya?" kata Max, saat dihubungi pada
Selasa (15/7/2014).
Max mengungkapkan, sumber pendanaan itu
lebih penting untuk diketahui daripada soal memihak atau tidak memihak.
Komisi I, kata Max, ingin mengetahui pos anggaran mana yang dipakai RRI
untuk membiayai kegiatan tersebut. Max mengatakan khawatir bahwa
terjadi penyalahgunaan anggaran untuk melakukan hitung cepat itu.
"Di sisi lain, RRI
ini kan dibuat untuk kepentingan publik, bukan untuk kepentingan
politik. Apalagi RRI pakai uang negara, ini tidak boleh," kata mantan
presenter TVRI itu.
RRI tidak hanya melakukan
hitung cepat saat Pilpres 9 Juli lalu. Pada pemilu legislatif 9 April
lalu, lembaga itu juga melakukan kegiatan yang sama. Lalu, mengapa DPR
baru mempermasalahkannya sekarang? Saat ditanya soal ini, Max berdalih
bahwa Komisi I juga akan menanyakan hitung cepat pileg.
"Itu pileg dan pilpres yang nanti akan ditanyakan, dari mana anggarannya?" kata Max.
Sebelumnya, rencana pemanggilan RRI ini diungkapkan Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq. Menurut Mahfudz, yang juga anggota timses Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, RRI bukan lembaga survei resmi yang dapat melakukan hitung cepat. Selain itu, RRI merupakan lembaga penyiaran publik yang harus dapat menjaga netralitasnya saat pilpres.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin membantahadanya rencana pemanggilan jajaran RRI. Dia menjelaskan, memanggil seseorang atau lembaga ke DPR RI harus dengan persetujuan semua fraksi yang ada di komisi.
Hasil hitung cepat RRImenunjukkan,
pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla unggul dengan perolehan 52,71 persen.
Adapun Prabowo Subianto-Hatta Rajasa memperoleh 47,29 persen. (Sumber : Kompas.com)
Merdeka.com - Calon presiden Prabowo Subianto mengaku pihaknya sudah menahan diri setelah pemilihan umum presiden. Dia menjamin akan tetap menjaga suasana damai setelah KPU resmi mengumumkan hasil pilpres.
Hal
itu diungkapkan Prabowo saat menyambangi Ketua Muhammadiyah di markas
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Selasa (15/7). Dalam acara
tersebut juga dihadiri bos MNC Grup Hary Tanoesoedibjo dan Ketum Partai Golkar Aburizal Bakrie (Ical).
"Semua
peserta adalah putra-putra bangsa. Saya bertekad untuk terus menjaga
suasana yang sebaik-baiknya. Kami pun punya kekuatan besar, tapi kami
menahan. Kami di mana-mana diintimidasi, di Sumedang, kantor rumah Ketua
DPC PKS dibakar. Tapi kami ingin damai sekali, apalagi ini Ramadan," kata Prabowo di lokasi.
Mantan
Danjen Kopassus itu menambahkan, dirinya sangat mengetahui arti dan
makna dalam perang. Maka itu, dia enggan berbuat seperti itu. "Saya
mantan prajurit, tahu artinya perang, makanya saya ingin damai,"
ucapnya.
Di sisi lain, Prabowo menyebut bahwa ada negara asing
yang ingin menghancurkan Indonesia. "Saya khawatir ada negara tertentu
yang ingin Indonesia ramai, kadang-kadang ada negara yang belum puas
kalau Indonesia belum pecah," terangnya.
"Kalau Prabowo yang tanda tangan, sampai mati akan saya ikuti."
Selasa, 15 Juli 2014
Calon presiden nomor urut satu Prabowo
Subianto memberikan sambutan saat menghadiri koalisi permanen Koalisi
Merah Putih, Jakarta, Senin (14/07/2014). (VIVAnews/Anhar Rizki Affandi)
Jakarta, - Calon
presiden Prabowo Subianto menerima piagam Deklarasi Permanen Koalisi
Merah-Putih di Taman Proklamasi, Jakarta, Senin 14 Juli 2014. Piagam
kesepakatan kerjasama di parlemen ini menjadi hal yang penting bagi
pemerintahan ke depan dimana tujuh partai resmi bergabung dalam piagam
ini.
"Saya berterimakasih atas kesepakatan ini. Kalau Prabowo yang tanda
tangan sampai mati akan saya ikuti. Kita bukan orang yang ingkar janji.
Sampai mati saya pegang janji," tegasnya di depan enam ketua partai.
Parabowo mengatakan dengan deklarasi ini kekuatan di parlemen
semakin membuatnya yakin untuk memimpin Indonesia. Ia mengatakan sungguh
dirinya memang membutukan dukungan parlemen untuk memimpin roda
pemerintahan yang efektif dan efisien.
"Dengan penandatanganan ini kekuatan kita di parlemen semakin
tegas. Kita mempunyai kekuatan 2/3 dari parlemen. Di mana parlemen saat
ini diisi oleh 10 partai," jelasnya.
Meski kemenangan sudah di depan mata ketua dewan pembina partai
Gerindra ini meminta semua pendukungnya tidak eforia. Ia meminta semua
untuk tenang dan tidak terbawa suasana.
"Kita harus taat asas. Kita harus taat undang undang. Kita harus
bersabar. Orang sabar adalah orang yang kuat. Kita tunggu semua hasil
keputusan KPU," jelasnya.
Namun purnawirawan jenderal bintang tiga ini meminta semua pendukungnya untuk tetap wasapada.
"Kita harus waspada. Jangan dianggap sabar kita lemah atau takut.
Demi kebenaran keadilan, kedialan dan kejujuran kami siap berkorban
untuk menjaga republik ini," ujarnya.
Prabowo, adalah seorang prajurit sejati yang senantiasa memegang janji dan berkomitmen dengan apa yang terlah disepakatinya. Hal tersebut sudah terbukti dengan kesetiaan selama ini menahan diri atas apa yang menimpa dirinya.
"Dia (Burhanuddin-red) mengatakan apabila
KPU dalam real count berbeda dengan quick count pastilah hasil dari real
count KPU adalah salah dan yang paling benar adalah dari quick count
kami"
Senin , 14 Jul 2014 12:16 WIB
Burhanuddin Muhtadi
Jakarta, - Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi
dilaporkan oleh Serikat Pengacara Rakyat (SPR) ke Bareskrim Mabes Polri.
Burhanuddin dipolisikan karena pernyataannya yang dinilai
mendiskreditkan Komisi Pemilihan Umum.
Dikatakan Juru bicara SPR,
Sahroni, di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Senin (14/7), pernyataan
Burhanuddin saat jumpa pers 10 Juli 2014 lalu dinilai sangat
bertentangan dengan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946.
"Dia
(Burhanuddin-red) mengatakan apabila KPU dalam real count berbeda
dengan quick count pastilah hasil dari real count KPU adalah salah dan
yang paling benar adalah dari quick count kami (Indikator Politik
Indonesia-red)," papar Sahroni. "Itulah yang menyebabkan kami hari ini melaporkan ke Mabes Polri, karena ini meresahkan masyarakat," sambungnya. Sahroni
menuding pernyataan Burhanuddin sangat erat kaitannya dengan upaya
persekongkolan untuk memenangkan Jokowi-JK. Diketahui Indikator Politik
Indonesia dalam quick countnya memenangkan pasangan nomor urut 2. "Kami
khawatir sepak terjang Burhanudin merupakan bagian dari konspirasi
jahat untuk memenangkan Jokowi-JK dengan menghalalkan berbagai cara,
termasuk memanipulasi hasil hitung cepat," tudingnya. Menurutny
lembaga yang paling berwenang untuk memutuskan siapa pemenang dalam
Pilpres 2014 adalah KPU dan akan diumumkan pada 22 Juli 2014 mendatang. "Jika
kita cermati pernyataan tersebut bisa dipidana karena meresahkan
masyarakat. Tentunya kita sadari bahwa lembaga yang berwenang sampai
dengan saat ini adalah KPU, tidak ada yang lain," pungkasnya.
Penghitungan Suara Dropbox Dimenangkan Prabowo-Hatta, Tim Jokowi-Jk Tidak Mau Tanda Tangan
Penghitungan Suara dropbox di Kota Damman telah usai digelar, suara yang
masuk 411 suara, Pasangan Prabowo-Hatta mendapat 255 (62%) suara,
sedangkan Jokowi-Jk mendapatkan 152 suara (37%), suara tidak sah 4
suara (1%), namun saksi dari Tim Jokowi-Jk di Riyadh, Arab Saudi
sengaja menolak menandatangani berita acara penghitungan suara dropbox
di kota Dammam dengan alasan perintah atasan. Tim Jokowi-Jk menuduh
Ketua PPLN (Panitia Pemilihan Luar Negri) Riyadh berbuat curang dan
tidak Transparan.
Tim Jokowi-Jk bersikeras menolak menandatangani berita acara
penghitungan dorpbox dan meminta pemungutan suara ulang atau PPLN
menganulir semua suara dropbox dan pos Saudi Arabia.
Tatang Muhtar salah satu sumber di Riyadh mengatakan,Tim Jokowi-Jk
sengaja membuat kericuhan karna sudah ada intruksi dan rencana yang
sistematis dari Timses Pusat (Jakarta).
”Tim Jokowi-Jk sengaja
membuat anomali dan penggiringan opini bahwa kekalahan Jokowi-Jk
disebabkan oleh kecurangan”, ujar Tatang.
Usai Lebaran, KPK Gelar Ekspos Kasus SKL BLBI
Jakarta, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
berencana menggelar ekspose penyelidikan kasus dugaan korupsi pemberian
Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI)â.
Lembaga antirasywah tersebut tak akan membiarkan kasus ini terlalu lama
diam di tempat.
"Saya minta habis Lebaran sudah harus ekspose.
Karena (penyelidikan) sudah lama," kata Ketua KPK Abraham Samad kepada
wartawan di kantornya, Jumat (11/7).
Lebih lanjut menurut Samad,
dirinya bahkan hari ini telah memanggil Satgas KPK yang memegang
penyelidikan kasus ini. Pemanggilan tersebut dimaksudkan untuk
memberitahukan rencana ekspose yang akan dilakukannya.
Bahkan
kata Abraham, pihaknya memastikan juga bakal memanggil Presiden RI ke-5,
Megawati Soekarnoputri terkait kasus ini. Samad memastikan, pihaknya
âtak akan kesulitan melakukan pemanggilan terhadap Ketua Umum Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut.
"KPK sudah pernah
periksa JK (Jusuf Kalla) mantan wapres. Boediono masih wapres kita
periksa. Terus kirim surat Pak Anas minta SBY. Jadi enggak masalah
panggil SBY," tambah Samad.
Diketahui, SKL BLBI dikeluarkan pada
masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri berdasarkan Instruksi
Presiden (Inpres) Nomor 8/2002 dan Tap MPR Nomor 6 dan 10. Dalam kasus
BLBI, SKL tersebut menjadi dasar bagi Kejaksaan Agung untuk menghentikan
penyidikan terhadap sejumlah pengutang BLBI.
Dalam hasil audit
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dari dana BLBI sebesar Rp 144,5 triliun
yang dikucurkan kepada 48 bank umum nasional, ada dana Rp 138,4 triliun
yang disalahgunakan. Sedangkan dalam audit Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) terhadap 42 bank penerima BLBI menemukan
penyimpangan sebesar Rp 54,5 triliun. Sebanyak Rp 53,4 triliun merupakan
penyimpangan berindikasi korupsi dan tindak pidana perbankan.
KPK
sendiri melakukan penelusuran dalam kasus BLBI ini sejak masih di bawah
pimpinan Antasari Azhar. Rupanya KPK terus melakukan penelusuran hingga
saat ini karena diduga ada tindak pidana korupsi dalam pengeluaran SKL
BLBI tersebut.
Ini Pernyataan Prabowo Soal Jokowi yang Dianggap Plin-plan
Minggu, 13 Juli 2014
TRIBUNNEWS.COM - Prabowo di satu sisi mengaku
meminta pendukungnya tenang dan tidak memandang kubu Jokowi sebagai
lawan. Namun di sisi lain, Prabowo justru memberi penilaian buruk atas
Jokowi yang dipandangnya sebagai alat oligarki.
Itulah pandangan Prabowo dalam wawancara dengan BBC yang dinilai inkonsisten.
Pernyataan calon presiden Prabowo Subianto saat sesi wawancara dengan
media massa BBC (British Broadcasting Corporation) beberapa waktu lalu,
dinilai sejumlah pengamat sebagai bentuk plin plan dirinya sekaligus
menunjukkan sikap kontroversial.
Hasilnya pernyataan Prabowo
tersebut dianggap menjadi kontraproduktif atas upaya para elite dan
pemerintah dalam menciptakan ketenangan ditengah masyarakat, terutama
para pendukung kedua pasangan capres-cawapres, paska pelaksanaan Pilpres
2014 yang kini tengah menunggu hasil penghitungan resmi oleh Komisi
Pemilihan Umum (KPU).
Hal itu dikatakan pengamat politik Firman
Manan yang juga Dosen Ilmu Politik di Universitas Padjajaran, kepada
wartawan, Sabtu (12/7/2014). "Pernyataannya sebagai bentuk inkonsistensi
dan kontroversial. Hasilnya menjadi kontra produktif atas upaya
mencipatakan ketenangan dan kedamaian di level akar rumput," kata
Firman.
Firman menyatakan dalam wawancara dengan BBC itu, Prabowo
disatu sisi mengaku meminta pendukungnya tenang dan tidak memandang kubu
Jokowi sebagai lawan. Namun di sisi lain, kata Firman, Prabowo justru
memberi penilaian buruk atas Jokowi yang dipandangnya sebagai alat
oligarki. Prabowo juga menganggap sikap Jokowi yang kelihatan rendah
hati hanyalah pura-pura belaka.
"Selain itu, penilaian terhadap
lembaga survey sebagai lembaga komersial, partisan dan bagian dari
desain besar yang memanipulasi persepsi, merupakan pernyataannya yang
tidak berdasar, karena selama ini lembaga-lembaga survey tersebut,
menunjukkan kinerja dan rekam jejak yang baik dari segi
pertanggunjawaban, metodologi dan integritas dalam melakukan aktivitas
survey dan hitung cepat," papar Firman.
Menurutnya, dari
pernyataan prabowo itu juga menjustifikasi pandangan masyarakat bahwa ia
memiliki ketidakmampuan dalam mengendalikan emosi saat mengelola
dinamika politik pertarungan Pilpres.
Karenanya, kata Firman,
Prabowo sebaiknya menahan diri dan konsisten dengan pernyataannya untuk
menjaga ketenangan selama menunggu pengumuman hasil resmi Pilpres 2014.
"Namun yang terjadi dalam sesi wawancara itu, justru menegaskan bahwa
dirinya tak mampu mengendalikan emosi saat berada dalam lingkaran
politik dan menjadi bentuk inkonsistensi dirinya," tutup Firman.
Joko Anwar: Prabowo, Jadilah Pahlawan Kami
Minggu, 13 Juli 2014
Sutradara Joko Anwar. TEMPO/Subekti
Jakarta
- Sejumlah tokoh, seniman, dan produser film membuat surat terbuka
kepada calon presiden Prabowo Subianto. Tentu ini bukan balasan dari
surat yang pernah dibuat Prabowo sebelumnya kepada para guru, nelayan,
dan sejumlah tokoh di Tanah Air. (Baca: Kivlan: Apa Salahnya Prabowo Surati Guru?)
Dalam
suratnya, Joko Anwar, misalnya, mengatakan, lantaran bekerja sebagai
sutradara, dia terbiasa memperhatikan dan menilai orang dalam berakting.
"Saya memiliki insting yang kuat, kapan seseorang berpura-pura, kapan
seseorang berlaku tulus," begitu tulisan Joko yang dikutip pada Ahad, 13
Juli 2014.
Joko mengatakan dirinya mengikuti kampanye tahun ini
dengan sangat saksama. Kesimpulannya, "Bapak (Prabowo) tulus ketika
Bapak mengatakan, Bapak ingin berbuat sesuatu bagi bangsa. Saya yakin
Bapak tulus ketika Bapak mengatakan Bapak ingin mengubah nasib kami."
Namun, Joko menambahkan, bangsa Indonesia lebih membutuhkan seorang
pahlawan ketimbang presiden.
"Presiden belum tentu membawa
kebaikan kepada rakyat. Tapi menjadi seorang pahlawan, pasti berarti
bahwa orang itu telah berjasa atas hidup rakyat," ujar dia. Menurut
Joko, inilah saat yang tepat bagi Prabowo untuk menjadi pahlawan, meski
bukan berarti harus menjadi presiden. "Bapak telah dicintai dan dipilih
48 persen rakyat Indonesia, relakanlah presiden dipegang oleh yang
dipilih 52 persen lainnya," kata Joko. "Jadilah pahlawan kami."
Adapun
Happy Salma hanya menulis sebuah surat singkat buat Prabowo. Mengutip
surat tersebut, Happy menyatakan tak meragukan kecintaan dan sumbangsih
Prabowo bagi Tanah Air. "Dan karena kecintaanmu juga-lah, saya yakin
seorang pemimpin harus lahir dari sebuah proses yang jujur dan adil,"
demikian tulisan dia.
'Kubu Merah' Menerapkan Cara-cara
Partai Komunis Indonesia (PKI)
Jakarta, Aktivis Front Pembela Islam (FPI) Munarman menyebut 'Kubu Merah' banyak menerapkan cara-cara
Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam mencapai tujuannya. Kaum komunis
selalu menciptakan dan memanfaatkan kekacauan informasi guna meraih
kekuasaan.
"Dulu, PKI
berusaha merongrong pemerintahan Soekarno-Hatta. Pada 1948, mereka
sengaja menciptakan kekacauan informasi yang berujung pada kerjadian
Peristiwa Madiun. Saat itu mereka menyebarkan informasi palsu yang
memojokkan Hatta," ujar juru bicara FPI itu, di Jakarta, Minggu
(13/7/2014).
Menurut dia, PKI kembali memainkan skenario
menciptakan kekacauan melalui penyebaran informasi sesat dan menyesatkan
pada 1965. Dengan menebarkan isu sakit permanennya Soekarno, PKI telah
membuat rakyat Indonesia resah. PKI juga berusaha merebut simpati rakyat
dengan mengembuskan isu Dewan Jenderal yang mau mengkudeta presiden.
"Cara-cara seperti itu kini diulangi lagi. Ada orang yang dengan
gegabah mengatakan, kalau pengumuman KPU ternyata berbeda dengan hasil
quick count lembaga surveinya, maka KPU pasti salah. Informasi ini bukan
saja sesat dan menyesatkan, tapi sekaligus memprovokasi pendukung
capres tertentu. Ini cara-cara PKI," tandas mantan Ketua YLBHI itu.
Namun, Munarman buru-buru menjelaskan, 'Kubu Merah' yang dimaksudkannya
itu tidak merujuk pada kelompok tertentu. Melainkan lebih merujuk pada
perilaku kelompok tertentu. Dalam konteks pilpres kali ini, 'Kubu Merah'
bisa berarti kepada kelompok dan pendukung pasangan mana saja.
Sepanjang capres dan pendukungnya menempuh upaya-upaya seperti PKI, maka
dengan sendirinya kelompok tersebut bisa disebut sebagai 'Kubu Merah'.
Masih dalam konteks Pilpres 2014, Panglima Laskar Pembela Islam (LPI)
ini mencontohkan penyebaran informasi sesat juga terjadi beberapa hari
menjelang pencoblosan, 9 Juli. Pada 7 Juli, disebarkan isu melalui BBM
dan media sosial, bahwa FPI akan menyerang MetroTV. Ini adalah bagian
dari rangkaian rencana mereka mendiskreditkan FPI.
Munarman
menambahkan, penyebaran informasi sesat dan menyesatkan hal itu adalah
bagian dari rencana busuk 'Kubu Merah' yang ingin mendiskreditkan FPI
dan umat Islam. Dia mengaku sudah mengecek teman-temannya di MetroTV.
Hasilnya, stasiun televisi pendukung pasangan Jokowi-JK milik Surya
Paloh itu ternyata sudah melakukan serangkaian persiapan untuk menyambut
'penyerbuan' itu.
"Saya punya teman-teman di MetroTV. Mereka
bilang, sudah dua malam berjaga-jaga untuk menyambut FPI. Selain itu,
mereka sudah menyiapkan kamera TV dari berbagai sudut. Jadi, kalau FPI
benar-benar datang, maka akan langsung 'dimakan' kamera. Gambar-gambar
inilah yang akan dimainkan sedemikian rupa dan ditayangkan
berulang-ulang sebagai berita. Betapa licik dan jahatnya 'Kubu Merah'
ini," papar Munarman.(edm)
Saksi Prabowo-Hata: Ada Kejanggalan Hasil Rekap di PPS Gondangdia dan Menteng
Minggu, 13 Juli 2014
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Seorang
tunanetra dibantu petugas KPPS saat menyalurkan hak pilihnya dalam
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 di TPS 01, Kelurahan
Babakan Ciamis, Kecamatan Sumur Bandung, Kota Bandung, Rabu (9/7).
Pelaksanaan Pilpres 2014 di Jawa Barat sebelum, saat dan setelah
pencoblosan berjalan kondusif, belum ada kendala berarti yang menghambat
jalannya pesta demokrasi lima tahunan ini.
Jakarta, Saksi pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menyampaikan sejumlah
kejanggalan ketika rekapitulasi perhitungan suara akan dilangsungkan di
tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu
(13/7/2014).
Saksi Prabowo-Hatta, Agus Rahmansyah, mengaku
menemukan sejumlah kejanggalan hasil rekapitulasi suara tingkat Panitia
Pemungutan Suara di kelurahan.
"Mohon maaf apabila hari ini kami
ada permasalahan-permasalahan yang akan kami sampaikan," ujar Agus.
Proses rekapitulasi suara di tingkat PPK berlangsung di Kantor Kelurahan
Menteng.
Kecamatan Menteng
memililiki lima kelurahan yakni Menteng, Pegangsaan, Cikini, Kebon
Sirih, Gondangdia. Rekapitulasi yang mereka persalahkan ada di Kelurahan
Gondangdia dan Menteng.
"Kejanggalan ada di TPS 17, 18, 19, 21, dan 23. Semua TPS tersebar di Kelurahan Gondangdia dan Kelurahan Menteng. Kita temukan jumlahnya sangat besar," ungkap Agus.
Seharusnya, rekapitulasi di tingkat PPK berlangsung di kecamatan. Sayangnya, Kantor Kecamatan Menteng sedang direnovasi. Sehingga rekapitulasi di tingkat kecamatan menggunakan Kantor Kelurahan Menteng.
Temuan
kejanggalan di dua kelurahan tersebut kemudian dilaporkan ke tim saksi
di tingkat kecamatan. "Kita di sini hanya memberikan berita acara
penolakan dari hasil penghitungan suara di kelurahan," imbuhnya.
Agus mengaku pihaknya menandatangani hasil rekapitulasi pengitungan suara di PPS Gondangdia
dan PPS Menteng. Namun setelah dibawa untuk rekapitulasi di tingkat PPK
Menteng, pihaknya melakukan kajian dan akhirnya menemukan kejanggalan
tersebut.
Sebelumnya, salah satu PPK mempersilakan kepada
masing-masing pasangan capres-cawapres untuk menyampaikan sesuatu
sebelum rekapitulasi pengitungan suara dilangsungkan.
Kabareskrim: Kami Belum Temukan C1 Palsu
Minggu, 13 Juli 2014
Kabareskrim Polri Irjen Pol Suhardi Alius (sumber: Antara)
Jakarta
-Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Mabees Polri Komjen
(pol) Suhardi Alius menyatakan Polri belum menemukan form C1 palsu
terkait pemilihan presiden (pilpres) sebagaimana kabar yang beredar.
"Kami belum menemukan dan belum menerima laporan tentang ada atau
tidaknya masalah tersebut. Mungkin (kalau ada) masih di Badan Pengawas
Pemilu (Bawaslu). Kita akan koordinasi terus dengan Bawaslu," kata
Suhardi saat dihubungi Beritasatu.com Minggu (13/7).
Jenderal bintang tiga ini menambahkan, Polri melalui sentra Gakkumdu
akan berkoordinasi dengan Bawaslu guna menindaklanjuti dugaan C1 palsu.
"Mereka saya siagakan untuk back up Sentra Gakkumdu dan memonitor
seluruh kejadian pidana pemilu di seluruh Polda," kata dia.
Kabar adanya formulir C1 palsu mencuat setelah adanya kejanggalan pada data hasil hasil scan form C1 Pilpres 2014 yang dimuat di situs resmi KPU di kpu.go.id/c1.php.
Formulir C1--salah satunya berhologram-- berisi sejumlah data, yakni
daftar pemilih yang terdaftar di daftar pemilih tetap (DPT) atau non DPT
di tempat pemungutan suara (TPS), surat suara yang diterima TPS, jumlah
surat suara yang rusak, surat suara yang digunakan, serta surat suara
yang sah dan tidak sah.
Salah satu C1 janggal yang ramai di media sosial pada Jumat (11/7)
kemarin adalah C1 yang diduga berasal dari TPS 47 Desa Kelapa Dua,
Kecamatan Kelapa Dua, Kabupaten/Kota Tangerang, Provinsi Banten.
Ada ketidaksesuaian data antara jumlah perolehan suara kedua calon,
dimana Prabowo Subianto-Hatta Rajasa tertulis mendapatkan 814 suara dan
Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla memperoleh 366 suara. Padahal jumlah
suara di TPS tersebut hanya 380 pemilih. Berdasarkan saksi di TPS, jumah
suara Prabowo-Hatta hanya 014 suara, namun di situs KPU tercatat 814
suara.
Kejanggalan lainnya adalah tidak ada tandatangan dari saksi Jokowi-JK di formulir C1 tersebut.
Puan Dianggap Tak Layak Jadi Ketua DPR
Oleh: Marlen Sitompul
Puan Maharani
Jakarta, Putri Ketua Umum PDIP,
Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani dinilai belum layak untuk menjadi
Ketua DPR. Sebab, masih banyak yang lebih baik dari Puan.
Demikian
penilaian Pengamat Politik dari UIN Jakarta, Zaki Mubarak, kepada wartawan di Jakarta, Minggu (13/7/2014). Menurutnya, PDIP harus
mencalonkan kader terbaik jika ingin mendapat jatah kursi Ketua DPR.
"Saya
kira banyak kader PDIP yang lebih bagus dan layak dari Puan, misalnya
Tjahjo Kumolo dan Pramono Anung, yang sudah teruji menjadi pimpinan,"
kata Zaki.
Hal itu menanggapi penolakan PDIP atas revisi
Undang-Undang MPR, DPR, DPRD, DPD (UU MD3). Disinyalir, penolakkan itu
untuk memuluskan Puan menjadi Ketua DPR.
"Sepertinya ada ketakutan dengan adanya revisi itu calon PDIP tidak berhasil menjadi Katua DPR," tegas Zaki.
Untuk
itu, kata Zaki, tugas PDIP adalah meyakinkan anggota DPR untuk memilih
kadernya menjadi pimpinan DPR. Sebab, pemilihan pimpinan DPR harus
melalui proses yang demokrasi.
"Mekanisme pemilihan pimpinan DPR
itu harus melakukan mekanisme demokrasi. Saya kira tergantung
keterampilan PDIP dalam mencalonkan kader yang bagus," tegasnya. [mes]
Presiden SBY sudah tahu siapa pemenang PILPRES
Jakarta, Hasil quick count yang
diklaim dimenangkan oleh kubu Jokowi-Jusuf Kalla, sepertinya beda jauh
dengan hasil real count dari 478.828 TPS se-Indonesia. Informasi yang
diperoleh, dari data pusat tabulasi nasional di Cikeas Center, pasangan
Prabowo-Hatta unggul atas pasangan Jokowi-Jusuf Kalla.
Tabulasi Cikeas Center itu sendiri pernah dipamerkan kepada Jokowi-JK
dan Prabowo-Hatta, saat keduanya diundang SBY ke Cikeas pada Rabu
(09/07/2014) lalu.
Data yang belum terkonfirmasi menyebut, pasangan Prabowo-Hatta
memperoleh 54% dan Jokowi-JK 46%. Data itu berasal dari 97% TPS (464.662
TPS dari total 478.828 TPS) se-Indonesia.
Hasil real count di Cikeas Center ini hampir sama dengan Pusat Tabulasi
Nasional Form C1 yang dikelola PKS, yang menempatkan Prabowo-Hatta
memperoleh 54% unggul atas Jokowi-JK yang memperoleh 46%.
Bedanya, real count di Pusat Tabulasi Nasional PKS itu baru berasal dari 91% data TPS (435.733 TPS dari 478.828) se-Indonesia.
Presiden SBY sepertinya sudah tahu siapa pemenang riil Pilpres 2014
melalui pusat informasi di Cikeas, dimana data dari seluruh Polsek dan
Koramil se-Indonesia, langsung masuk ke Cikeas Center. Cikeas Center mengambil data dari tiap TPS yang
dihitung di desa hingga ke kecamatan dan menjadi didata oleh Polsek dan
Koramil setempat, dengan penanggung jawab Kapolsek dan Danramil
masing-masing, yang tentu saja presisinya mencapai 99% valid.
Tak hanya itu, data yang diperoleh Polsek dan Koramil setempat itu sudah
melalui proses verifikasi di tingkat desa melalui Babinsa, sehingga
dengan cepat data bisa dikirim ke Cikeas Center.
Kecepatan data real count Cikeas Center ini karena Presiden SBY
menggunakan jalur Polri dan TNI yang ada di seluruh Indonesia, sehingga
wilayah paling pelosok pun bisa dijangkau. Proses ini tidak dimiliki
oleh tim real count dari pihak manapun.
Sejak dimulai perhitungan pada 9 Juli 2014 pukul 13.00, setiap Kapolres
dan Dandim sudah diharuskan memegang data dari Polsek dan Danramil
masing-masing untuk selanjutnya disetor ke data yang langsung diakses ke Cikeas Center
Timses Joko-Kalla Di Sumsel Akui Prabowo-Hatta Unggul Hasil Rekapitulasi Internal Menunjukkan Prabowo-Hatta Unggul 51,40 %.
Tim pemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla di Sumsel
Denny Armandhanu, Aji YK Putra (Palembang) | Sabtu, 12 Juli 2014, 22:12 WIB
Tim pemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla
di Sumatera Selatan mengakui jika Prabowo lebih unggul dan mendapatkan
suara lebih banyak di wilayah tersebut. Hal itu berdasarkan hasil
rekapitulasi internal perolehan suara Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014
di Sumsel.
Hingga rekapitulasi dengan data 94.29 persen,
perolehan suara Joko-Kalla masih kalah dengan mendapatkan 1.898.444
(48.60 persen). Sedangkan, pasangan nomor urut 1 (Prabowo- Hatta)
mendulang 2.007.507 suara (51.40 persen).
"Ini hasil yang
sebenarnya karena berdasarkan formulir C1 dari saksi yang kami sebar di
semua TPS (Tempat Pemungutan Suara), pak Jokowi-JK memperoleh suara
lebih rendah," Kata Ketua Tim Pemenangan Sumsel, Eddy Santana Putra di
Sekretariat Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDIP) Sumsel, Sabtu 12 Juli 2014.
Meskipun
tertinggal, Tim Pemenangan Joko-Kalla Sumsel tetap berharap jagoan
mereka bisa membalikkan keadaan. "Data yang belum masuk lima persen,
kami harap di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) dan Banyuasin akan membawa
perubahan positif bagi suara Jokowi-JK dan dapat membalikkan keadaan," ujar Eddy.
Hasil Real Count keseluruhan di Sumsel
Prabowo-Hatta 51,40 %
Jokowi-JK 48,60 %
Selisih 2,79 %
Data masuk 94,29 persen
Sumber : Tim Pemenangan Sumsel Jokowi- JK.
(Aji YK Putra | Palembang)
Hanya KPU Yang Berhak Tentukan Pemenang Pilpres
Sabtu, 12 Juli 2014
Margarito Kamis
Jakarta
- Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah lembaga yang paling berhak dan
paling berwenang memutus siapa pasangan capres-cawapres yang memenangkan
Pilpres. Selain itu, tidak ada institusi yang berwenang, termasuk
lembaga survei.
Penegasan tersebut dikemukakan pakar hukum tata negara, Margarito Kamis,
Sabtu,(12/7/2014) guna menanggapi klaim kemenangan dua pasangan capres,
berdasarkan data quick count masing-masing lembaga yang diakui oleh capres.
Menurut Margarito, kewenangan KPU tidak bisa dihilangkan oleh siapapun,
termasuk oleh sejumlah lembaga survei yang merasa paling hebat.
"Konstitusi telah memberikan mandat pada KPU sebagai penyelenggara
pemilu legislatif dan pilpres. Jadi dengan alasan apapun dan oleh
siapapun, kewenangan itu tidak bisa dihilangkan, kecuali konstitusi
menganulir mandat KPU tersebut," tegasnya.
Doktor tata negara alumnus UI ini menambahkan, kalaupun kemudian ada
pihak yang menilai KPU tidak profesional atau tidak puas dengan
mekanisme dan cara kerja KPU dalam merekapitulasi surat suara, maka ada
saluran hukum yaitu melalui Mahkamah Konstitusi (MK).
Dia menyatakan, klaim kemenangan pasangan capres-cawapres sampai saat ini hanya didasarkan pada hasil quick count dan hal itu tidak bisa dianggap sebagai kemenangan yang definitif, sebab hanya berdasar pada perkiraan.
"Klaim kemenangan berdasar quick count tidak punya nilai dan kekuatan hukum," terang Margarito.
Dia pun menilai, hasil hitung cepat lembaga survei tidak berimplikasi
pada hukum, karena nantinya hanya KPU yang berhak memutus kemenangan
atau kekalahan pasangan capres berdasarkan data real count atau
rekapitulasi penghitungan KPU.
"Intinya, apakah mereka dalam hal ini lembaga survei, memiliki data atau
fakta formulir C 1, C 1Plano, DA, dan DB? Formulir itu yg harus
dimiliki untuk dasar perhitungan," paparnya.
Margarito mengimbau, semua lembaga survei yang melakukan quick count,
sebaiknya menghentikan publikasi hasil mereka sampai KPU mengumumkan
hasil pilpres 22 Juli nanti. "Ini untuk menenangkan situasi," tandasnya.
Jimly: Burhanudin Muhtadi Mau Menyaingi Tuhan?
Sabtu, 12 Juli 2014
Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie
Jakarta, Sesumbar Direktur
Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanudin Muhtadi, mendapat
reaksi keras dari Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)
Jimly Asshiddiqie. Jimly menilai ucapan Burhanudin yang merasa paling
benar sama saja hendak menyaingi Tuhan.
Sebelumnya, Burhan menyatakan bila hasil real count Komisi
Pemilihan Umum (KPU) memenangkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta
Rajasa, maka hasil penghitungan KPU salah lantaran berbeda dengan hasil
hitung cepat yang dilakukan lembaganya.
Menurut mantan Ketua
mahkamah Konstitusi (MK) itu, hasil quick count memiliki celah kesalahan
meski sudah melalui metode paling canggih sekalipun. Hal itu tak lain
karena kesalahan bersifat manusiawi.
"Namanya ilmu pengatahuan
terbuka untuk dikritik benar dan tidak benar ilmu ilmiah itu. Kalau
mengklaim mutlak itu namanya mau menyaingi Tuhan, bisa syirik," ucapnya
saat buka bersama di Pondok Labu Indah, Jalan Margasatwa Raya, Jakarta
Selatan, Sabtu (12/7/2014) petang.
Karenanya, kata dia, seseorang harus percaya dengan ilmu pengetahuan sebagai buatan Tuhan yang kebenaran tetap milik Tuhan.
"Bisa
menyaingi Tuhan kalau pasti benar sebuah ilmu ilmiah. Bisa benar, bisa
salah. Kita percaya, kita tak boleh anti ilmiah. Buruk kalau pemmpin
tidak percaya ada ilmu ini, itu sunnatullah," tegasnya.
Jakarta - Pernyataan
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia (IPI) Burhanuddin
Muhtadi yang menyebut, hitung cepat lembaga survei lebih tepat dari
hitung manual KPU, terus menuai kecaman.
Menurut Tim kampanye
nasional Prabowo-Hatta Andre Rosiade, tindakan tersebut sangat
provokatif dan memancing timbulnya kerusuhan ditengah masyarakat. Tidak
hanya itu, pernyataan Burhanudin juga dirasa sebagai tindakan kudeta
terhadap KPU.
"Saya sangat menyayangkan pernyataan Burhan yang
cenderung provaktif dan memicu konflik horizontal di tengah masyarakat.
Pernyataan itu merupakan kudeta terhadap KPU sebagai lembaga
penyelenggara Pemilu yang sah," katanya, kepada wartawan, Sabtu
(12/7/2014).
Lebih jauh, dia meminta kepada aparat kepolisian harus mengamankan Burhan, sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
"Kami
sangat menyesalkan pernyataan ini dan berharap Polri proaktif menindak
lanjuti pernyataan yang berbau provokasi terhadap rakyat Indonesia,"
terangnya.
Seperti diketahui, berdasarkan hasil hitung cepat
Indikator, pasangan Jokowi-JK unggul dengan raihan 52,95 persen.
Sedangkan Prabowo-Hatta hanya mengumpulkan 47,05 persen. Data IPI
menggunakan 2.000 TPS dengan margin of error 1 persen dan tingkat
kepercayaan 95 persen.
Jakarta - Juru
Bicara (Jubir) Tim Prabowo-Hatta, Tantowi Yahya mengatakan, Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) pada dasarnya harus diperkuat. Tapi satu
sisi upaya pencegahan korupsi penting dilakukan secara intensif.
"Jadi
nangkap penting, tapi yang lebih penting adalah upaya-upaya preventif,"
kata Tantowi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (12/7/2014).
Wakil
Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Golkar ini membantah, disahkannya
Undang-undang MPR DPR,DPD dan DPRD (UU MD3) sebagai upaya memerlemah KPK
atau membentengi DPR dari upaya jerat hukum.
"Ya enggak lah,
kita mana pernah menolak terhadap aksi-aksi untuk melawan korupsi. Itu
sudah berapa orang anggota (DPR) kita yang ditahan, mana pernah kita
membandel," ucapnya.
Tantowi mengatakan, DPR posisinya sama
dengan lembaga eksekutif, jika para pembantu presiden itu setiap kali
hendak diperiksa sebagai saksi untuk kasus pidana mesti mendapat izin
presiden.
Karenanya, DPR menganggap mereka juga harus mendapat
izin presiden, namum dalam UU MD3 yang disahkan, DPR yang ingin
diperiksa harus mendapat izin dari Mahkamah Kehormatan.
"Nah
kaitan dengan itu, DPR itu lembaga negara, sama dengan pemerintah
statusnya. Sama dengan menteri. Kami ini kalau di UU Protokol itu sama
saja dengan menteri," tukasnya.
Bekas Direktur Eksekutif INES Bongkar Survei Propaganda Prabowo
Jakarta, - Mantan
Direktur Eksekutif Indonesia Network Election Survey (INES), Irwan
Suhanto, membuat pengakuan penting tentang lembaga survei yang pernah
dipimpinnya. Irwan mengakui jika INES merupakan lembaga survei alat
propaganda Partai Gerindra dan capresnya Prabowo Subianto
"Ya memang asumsinya akan menjadi seperti itu (alat propaganda)," kata Irwan saat dihubungi merdeka.com, Jumat (11/7).
Irwan
mengatakan memilih mundur dari INES pada 20 Juni lalu karena tidak mau
mengambil risiko atas rencana lembaga itu menjadi alat propaganda Prabowo dalam pilpres.
"Tapi 12 hari kemudian (2 Juli) INES merilis survei yang memenangkan Prabowo
. Padahal sebelum saya mundur tidak ada survei. Bagaimana bisa
mengeluarkan hasil survei dalam waktu 12 hari," kata Irwan menambahkan
bahwa proses survei sampai publikasi paling cepat adalah sebulan.
Catatan merdeka.com, pada publikasi survei tersebut, INES menyatakan elektabilitas Prabowo - Hatta 54,3 persen, mengalahkan Jokowi - JK
yang hanya memperoleh suara 37,6 persen. Direktur Eksekutif INES yang
baru Sudrajat Sacawisastra mengklaim survei dilakukan pada 25 Juni
hingga 2 Juli 2014.
"Padahal saat saya mundur 20 Juni malam, saya sebagai direktur eksekutif tidak mendengar ada yang melakukan survei," ujarnya.
Tidak
hanya itu, kata Irwan, bahkan sejak dia bergabung dengan INES pada 2
Agustus 2013, lembaga itu juga tidak pernah sekali pun benar-benar
melakukan survei di lapangan. Sejak bergabung, lanjut Irwan, INES juga
sudah menjadi alat propaganda Partai Gerindra.
"Saya bahkan
terlibat pelatihan relawan-relawan Gerindra, meski saya bukan anggota,
tidak memiliki KTA (Kartu Tanda Anggota)," kata Irwan.
Irwan
mengakui, tidak ada keterkaitan antara INES dan Partai Gerindra secara
organisasi. Namun, dia mengaku ada keterlibatan pengurus DPP Partai
Gerindra dalam setiap publikasi survei INES.
"Dalam setiap rilis,
setiap ditanya wartawan soal sumber dana, kita ungkapkan dari kas
Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu. Orang pasti tahu irisan ketua
federasi dengan pengurus DPP Gerindra," kata Irwan tanpa mau menyebut
nama.
Penelusuran merdeka.com, Ketua Federasi
Serikat Pekerja BUMN Bersatu Arief Poyuono juga menjabat Ketua DPP
Partai Gerindra Bidang Tenaga Kerja dan TKI. "Keterlibatan pengurus
Gerindra ini dalam hal pendanaan (publikasi survei)," kata Irwan.
Soal
dana, Irwan mengatakan, pihaknya tidak dibayar per publikasi. "Semua,
tempat dan sesuatunya mereka (Gerindra) yang menyediakan," kata Irwan.
"Saya tidak pernah tahu distribusi uang," imbuh Irwan yang mengaku dibayar hanya atas jasanya dalam publikasi.
Meski
jabatannya sebagai direktur eksekutif, Irwan mengakui, perannya di INES
tak lebih dari juru bicara. "Saya mundur karena saya memprediksi ini
bahaya kalau menjadi alat propaganda ketika hanya dua calon yang maju,"
kata dia.
Irwan mengaku sempat mendapat sejumlah tekanan ketika
menyatakan mundur dari INES. Namun, dia berupaya melawan. "Tapi kalau
saya diam kan malah menguntungkan mereka, mending saya bongkar
sekalian," ujar Irwan.
Untuk diketahui, INES tidak melakukan
hitung cepat (quick count) dalam pemungutan suara Pilpres 9 Juli lalu.
Namun, publikasi survei INES hampir selalu menguntungkan Gerindra dan Prabowo .
Misteri Angka 814 di TPS 47 Tangerang
Formulir C1 (sumber: istimewa)
Tangerang
- Kelurahan Kelapa Dua, Kecamatan Kelapa Dua, Tangerang, Banten,
tiba-tiba mencuat terkait penghitungan suara Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden (Pilpres) 2014. Sebab, sekalipun jumlah suara sah hanya 380,
namun angka perolehan suara di TPS 47 ini berubah total menjadi 1.180,
ketika formulir C1 dipindai dan dikirim ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Jumlah tersebut juga jauh melebihi ketentuan yang diperbolehkan UU
42/2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang mengatur satu
TPS maksimal memfasilitasi 800 orang pemilih.
"Keanehan terjadi pada data perolehan suara pasangan saat rekap data
di TPS 47 Kelurahan Kelapa Dua, Tangerang. Dalam catatan KPPS, pasangan
capres-cawapres nomor urut satu memperoleh 14 suara dan ditulis 014 pada
formulir C1. Tiba-tiba angka tersebut berubah menjadi 814 ketika
diumumkan dalam situs resmi KPU. Dan ini menuai dugaan KPU melakukan
kecurangan," ujar Rudi
Irianto, Ketua PPK Kelapa Dua, Tangerang, Banten,
Sabtu (12/7).
Dalam penjelasannya, Rudi Irianto didampingi Yusman Terpase
(koordinator saksi), Agus Triyono (saksi), Setiono dari Pondokan Jokowi
dan Ananta Wahana, anggota DPRD Banten.
Rudi menjelaskan angka 814 itu sangat mengejutkan karena perolehan
angka pasangan Prabowo-Hatta hanya 14 (empat belas suara) dari
keseluruhan pemilih yang berjumlah 380 orang. Sisanya, 366 suara menjadi
milik pasangan Jokowi-JK.
"Dari KPPS ke PPS, dari PPS ke PPK tidak ada perubahan jumlah
perolehan tetap 14 (tertulis 014, Red) untuk Prabowo-Hatta dan 366 suara
untuk Jokowi-JK. Pada 9 Juli malam, staf dari KPU Kabupaten, Willy,
mengambil hasil rekapitulasi PPS dan keesokan harinya dari media
diketahui adanya perubahan jumlah angka perolehan pasangan Prabowo-Hatta
dari 014 menjadi 814," ujar Rudi lebih lanjut.
Menurut Ananta Wahana, KPU Kabupaten Tangerang menganggap kesalahan
tersebut hanyalah masalah teknis belaka dengan mengatakan salah contreng
dan tidak perlu diperpanjang lagi serta akan dikoreksi segera. "Sulit
untuk dapat diterima akal sehat, karena tinggal pemindaian (scan)
kok angkanya bisa berubah. Yang paling masuk akal adalah ada upaya
mengubah hasil perolehan suara dengan menambah sedikit lekukan di atas
angka 0 - sehingga berubah menjadi angka 8. Namun demikian, hal itu
tidak disadari oleh yang melakukan, angka 0 menjadi angka 8 akan
mengubah seluruh potret DPT yang existing, kuota DPT yang diperbolehkan untuk satu TPS dan hasil akhir," tegas Ananta.
Terkait dengan kasus ini, Rudi Irianto menjelaskan dugaan manipulasi
penghitungan suara menjadi terbukti. Dan, dirinya berencana melakukan
gugatan kepada KPU dan melaporkan hal ini.
"Demi pilpres yang bersih dan jujur serta pembelajaran bagi daerah
lain, saya berencana menggugat KPU dan melaporkan kasus ini ke polisi.
Jika kecerobohan KPU hanya dianggap sebagai kesalahan teknis saja, akan
menjadi apa demokrasi di Indonesia?" katanya.
Bagi Rudi, dirinya, panitia pemungutan suara lain dan juga
saksi-saksi hanyalah rakyat kecil. Mereka berharap, menyaksikan
demokrasi yang bersih dan jujur yang merupakan idaman dan harapan
seluruh bangsa. Sebagai rakyat kecil, ia dan teman-temannya terpanggil
untuk terlibat secara aktif dalam pilpres dengan menawarkan kejujuran
dan bukan manipulasi.
"Adalah tidak mungkin, hanya sekadar kesalahan pencontrengan yang
terjadi di KPU. Ada niat tidak baik di dalamnya untuk mengubah hasil
perolehan yang sebenarnya. Kekhawatiran ada permainan di KPU terbukti
sudah," tegas Rudi.
Tiga Lembaga Survey Beberkan Biaya Yang Dikeluarkan
Jakarta – Tiga
lembaga survei yakni Lingkaran Survei Indonesia, Indonesia Research
Center dan Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis)
membeberkan biaya yang dikeluarkan untuk melakukan hitung cepat atau
quick count dalam Pemilihan Presiden 2014.
Dari tiga lembaga itu yang paling banyak keluar dana adalah IRC.
“Saya 2.000 dengan 1.800 sampel utama Rp 2,5 miliar,” kata peneliti IRC,
Yunita Mandolang dalam diskusi “Republik Quick Count” di Cikini,
Jakarta, Sabtu (12/7).
Menurut Yunita, anggaran untuk hitung cepat dibiayai media. “RCTI, MNC TV, dan Global TV. Jadi mereka yang membeli,” ujarnya.
Namun demikian, Yunita mengaku, hal tersebut tidak serta merta
membuat lembaganya tidak kredibel. “Kami tetap netral, bisa dijamin.
Silakan diaudit,” ucapnya.
Sementara itu, peneliti LSI, Adjie Alfaraby menyatakan, mereka
mengeluarkan biaya Rp 1,2 miliar untuk hitung cepat. Pembiayaannya
berasal dari LSI. “2000 TPS, relawan 2.000, Rp 1,2 miliar,” ucapnya.
Direktur Eksekutif Puskaptis, Husain Yazid mengatakan, lembaganya
mengeluarkan biaya Rp 1-1,2 miliar untuk hitung cepat. Dana itu berasal
dari Puskaptis sendiri.
“Karena variabel banyak antara 1 sampai 1,2 miliar. Itu biaya
Puskaptis karena kami ada beberapa anak perusahan yang membantu,”
tandasnya.
Rekapitulasi Suara Pilpres Prabowo Jadi Presiden Pilihan Rakyat
Surabaya, Semkakin adanya ketegangan
dari tim sukses pendukung kedua Capres dan Cawapres Prabowo Subianto - Hattarajasa maupun Joko Widodo – Jusuf Kalla,
dengan menklain bahwa dirinya sebagai Presiden pilihan rakyat karena
memenangkan di Pilpres sebagai suara terbanyak.
Akhirnya dengan ketegangan
ini, Capres Prabowo Subianto minta kepada tim pendukung Merah Putih , Relawan
maupun masyarakat pendukung lainnya supaya menahan diri agar tidak terjadi
gesekan atau masalah yang tidak di inginkan, hal ini juga serupa yang di
sampaikan Capres Joko Widodo baru – baru ini di berbagai media elektronik
maupun media masa.
Menurut Ketua LSM. Pemantau
Kinerja Aparatur Pemerintahan Pusat Dan Daera ( PKA – PPD ) juga selaku Ketua
Kordinator untuk seluruh Wilayah Indonesia Lahane Aziz melansir dari hasil
laporan KPU Luar Negeri ( Arab Saudi ) melalui media elektronik, bahwa pasangan
Capres Prabowo – Hatta unggul suaranya 70 % dan Capres Jokowi – Kalla Cuma 30%
suaranya.
Sementara hasil survey
LSM.PKA-PPD, untuk Wilayah Indonesia Timur khususnya seluruh Sulawesi, suara
Capres Prabowo – Hatta unggul 60%
sedangkan Capres Jokowi - Kalla hanya
40% suara, kemudian untuk Ambon dan Papua 67 % menang suara Capres Prabowo –
Hatta dan Capres Jokowi – Kalla hanya 33% mendapat suara, serta untuk Wilayah
Gorontalo dan Ternate 58% suara dimenangkan Capres Prabowo – Hatta, sedangkan
Capres Jokowi – Kalla dapat 42% suara, dan seluruh Kalimantan, NTT suara Capres
Prabowo – Hatta mencapai 56% sisanya 44% suara milik Capres Jokowi – Kalla.
Jadi kalau dilihat dari
hasil rekapitulasi suara luar negeri ( Arab Saudi ) 70% belum suara dari luar
negeri lainnya di tambah suara pemenang rata - seluruh Indonesia Timur dan
Kalimantan antara 10% - sampai 15% suara dimenangkan Capres Prabowo – Hatta.
Maka dari hasil rekapitulasi
suara yang dilaporkan Relawan kami, Ketua LSM.PKA – PPD Kordinator seluruh
Wilayah Negara Kesatuan Repoblik Indonesia ( NKRI ) Lahane Aziz sudah dapat
memastikan dengan jelas Capres Prabowo – Hatta, sebagai Presiden – RI tahun
2014 – 2019 yang mencintai rakyatnya.
Lebih dari 22.000 Orang Dukung Petisi Cabut Izin TVOne
Jakarta
- Pemberitaan stasiun televisi nasional TVOne dianggap melakukan
pembohongan publik lewat pemberitaannya selama masa pemilihan presiden
(pilpres) sehingga memicu dibuatnya petisi untuk menuntut pencabutan
izin siaran televisi milik Aburizal Bakrie itu.
Petisi www.change.org/CabutIzinTVOne diinisiasi oleh seorang
pemuda asal Lhokseumawe, Teuku Kemal Fasya, telah mendulang dukungan
lebih dari 22.000 suara hanya dalam tempo dua hari.
"Seruan ini kami lakukan sebagai tanggung jawab warga negara untuk
mendapatkan informasi yang sehat dan benar. Untuk itu, kami menyerukan
mencabut izin penyiaran TV One karena televisi yang menggunakan
frekuensi berjaringan itu terbukti secara sistematis, terencana,
sporadis, dan cukup lama menyebarkan kabar bohong, propaganda, dan
fitnah yang bisa mengarah kepada perpecahan nasional," kata Kemal dalam
petisinya.
Kemal sebenarnya tidak mempermasalahkan preferensi politik setiap
lembaga penyiaran. Namun, ia menganggap pemihakan itu tidak boleh
melanggar etika dan prinsip demokrasi penyiaran yang telah diatur
didalam UU No. 40 tahun 1999 tentang Undang-undang Pokok Pers, UU No. 32
tentang Penyiaran, UU No. 42 tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden, PP No. 11 tahun 2005 tentang Penyelenggaran Penyiaran
Lembaga Penyiaran Publik, dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar
Program Siaran (P3 dan SPS) Komisi Penyiaran Indonesia.
Menurut Kemal, lembaga penyiaran apapun harus tunduk dan memiliki
tanggung jawab untuk menyampaikan informasi secara adil, merata, dan
seimbang.
Dia mengatakan, setiap lembaga penyiaran harus memiliki tujuan
penyampaian pendapat secara sehat dan demokratis, mengedukasi,
memelihara kemajemukan bangsa, dan menjaga integrasi bangsa.
“Apa yang dilakukan TV One bukan saja melanggar ketentuan penyiaran,
tapi juga penistaan pada prinsip utama pemilu seperti memberikan kabar
bohong tentang survei Gallup, membangun opini meresahkan tentang bahaya
komunisme yang mendiskreditkan salah seorang kandidat presiden Joko
Widodo,” tandasnya.
"Melakukan kampanye kepada pasangan Prabowo Subianto – Hatta Rajasa
pada hari tenang 6-8 Juli 2014, menyiarkan hasil hitung cepat dari
lembaga yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kredibilitas
metodologisnya, dan menyembunyikan hasil survei yang berbeda dengan
preferensi politik TVOne."
Dian Paramita, warga Yogyakarta yang juga ikut membuat petisi untuk
TVOne, mengatakan di negara demokrasi, penyebaran berita atau informasi
sangat penting untuk kebutuhan masyarakat dalam menentukan pilihan
politiknya.
Dalam prosesnya, masyarakat memiliki kebebasan memperoleh berita atau informasi yang benar dan berhak menyampaikan pendapatnya.
Pihak media massa juga memilki kebebasan mencari dan menyebarkan
berita atau informasi. Namun, karena sebuah media massa memiliki
pengaruh yang besar dalam pembentukan pendapat, sikap, dan perilaku
masyarakat, maka media massa wajib bertanggung jawab dalam melaksanakan
fungsinya sesuai peraturan undang-undang.
“Akan tetapi, sebagai media massa yang menyebarkan berita menggunakan
frekuensi milik rakyat, TVOne telah menyebarkan beberapa berita yang
tak akurat dan cenderung misleading," katanya.
Dua petisi tersebut ditujukan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
untuk segera menindak lembaga penyiaran yang dianggap sudah menyalahi
peraturan perundang-undangan tentang lembaga penyiaran.
Sebagai open platform, Change.org menjadi sebuah wadah bagi para
penggunanya untuk menyampaikan aspirasinya melalui media sosial.
Forum Rektor Indonesia Tolak Pernyataan Burhanuddin Muhtadi Sabtu, 12 Juli 2014
Burhanuddin Muhtadi
RMOL. Pernyataan
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi,
yang mengatakan jika bukan Jokowi keluar sebagai pemenang Pilpres maka
KPU salah hitung, semakin meyakinkan masyarakat akan keberpihakan
lembaga survei dalam metode kuantitatif riset.
Demikian
disampaikan Ketua Forum Rektor Indonesia, Prof. Laode M Kamaluddin,
dalam pernyataan kepada wartawan, Sabtu (12/7). Laode menilai pernyataan
tersebut mengandung aroma keberpihakan yang di dalam metode
quantitative riset dikatagorikan bias statement dari pelaku peneliti.
"Padahal
yang menjadi syarat untuk menjadi peneliti harus objektif dengan data
real dan opini pelaku peneliti tidak boleh dijadikan opini. Oleh karena
itu pernyataan tersebut ditolak karena tidak sesuai dengan kaidah
statistik yang dianut dunia akademis," papar Laode
Karena itu,
menurut Laode, sebaiknya media massa melakukan diskualifikasi kepada
lembaga seperti demikian dan sekaligus pelakunya.
"Karena empat
hari terakhir ini lembaga-lembaga survei sudah menurunkan martabatnya
sendiri, maka sebaiknya media massa berpaling pada data real count,"
demikian Laode.
Dua malam lalu, Direktur Eksekutif Indikator
Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, yakin benar dengan hasil hitung
cepat yang dilakukan lembaganya untuk Pilpres. Indikator menunjukkan
kemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan 52,95 persen, sementara
Prabowo-Hatta hanya mendapat 47,05 persen.
Terlebih, lanjut dia, banyak lembaga survei mainstream lain yang juga menunjukkan hasil serupa.
"Kalau
hasil hitungan resmi KPU nanti terjadi perbedaan dengan lembaga survei
yang ada di sini, saya percaya KPU yang salah," kata Burhan.
Jakarta - Pernyataan
Direktur Eksekutif Indikator Burhanudin Muhtadi dianggap bisa memicu
konflik horizontal. Burhanudin menyatakan, jika hasil real count Komisi
Pemilihan Umum (KPU) berbeda dengan hasil quick count lembaga survei
miliknya, maka hal itu adalah sebuah kesalahan.
Menurut
Burhanudin, quick count lembaga survei Indikator dan lembaga survei lain
yang memenangkan pasangan capres dan cawapres Joko Widodo
(Jokowi)-Jusuf Kalla (JK), sudah melakukan survei dengan benar.
"Pendapat
Burhanudin bisa jadi blunder dan memercikkan api konflik horizontal,"
ujar Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago kepada Sindonews, Jumat
(11/7/2014).
Bukan tempatnya Burhanudin menyampaikan pendapat
demikian. Karena KPU adalah lembaga independen. KPU tidak boleh
disalahkan atau diintervensi oleh siapapun, jika hasil real count
berbeda dengan hasil quick count versi lembaga Burhanudin maupun lembaga
survei lainnya yang memenangkan pasangan Jokowi-Jusuf Kalla.
"KPU
sebagai penyelenggara pemilu harus kita awasi, saya sepakat. Namun
kalau kemudian menyalahkan data real qount KPU dibandingkan dengan quick
count, menurut saya bisa membuat suasana semakin keruh," katanya.
Indikator
atau lembaga survei yang dipimpin Burhanudin merupakan salah satu
lembaga survei rujukan pasangan capres dan cawapres Jokowi-JK.
Berdasar
quick count lembaga rujukan pasangan nomor dua itu, mereka memenangkan
pasangan Jokowi-JK dengan perolehan 52,95 persen. Sementara pasangan
capres nomor urut 1 Prabowo Subianto-Hatta Rajasa hanya memperoleh 47,05
persen.